Perkebunan cempaka putih sedang mekar-mekarnya. Bunga-bunga sekeranjang dikumpulkan para petani bunga. Sekuntum cempaka putih di tangan.________Pasukan berkuda mengibarkan panji-panji hijau bersimbol Elang Emas, melaju kecepatan penuh. Tiada henti seharian menempuh jarak jauh. Hingga sore hari, Pasukan Bayangan yang dipimpin Ketua Sujinsha, merambah kawasan terjauh Tanapura menuju Perbatasan Tengkorak.Semua pasang mata bergerilya ke segala arah. Penuh hati-hati langkah mereka menelusuri jalur di antara celah lereng dasar ngarai."Tetap Waspada!"Ketua Sujinsha mengingatkan semua anggotanya. Segala peralatan prajurit dan pengembaraan diturunkan. Senjata, Tameng, tali, jubah kamuflase, dan sebagainya. Masing-masing memiliki tugas tertentu.Turun dari kuda, Ketua Sujinsha menepi di antara celah-celah bebatuan lembah. Batu-batu besar tinggi memiliki rongga-rongga bentukan secara alami. Lumayan menjadi tempat rehat sebentar, sembari menyusun strategi.Perbatasan Tengkorak. Kawasan palin
Lereng sepanjang jalur pasir kerikil dan bebatuan. Gerombolan pasukan berkuda dipimpin seseorang berbaju jirah, mengenakan penutup kepala dengan tanduk banteng. Sejumlah kisaran lima puluh orang, melintasi jalur lereng untuk patroli rutin. Tujuannya untuk memastikan keadaan sekitar kawasan lembah sampai pangkalan.Suasana tampak berbeda sore itu. Langit jelang senja, menyembunyikan kesunyian tempat itu. Namun serangga tersingkir oleh kehadiran sesuatu.Seorang pimpinan Pasukan Pembantai lengkap dengan tunggangan kuda. Ia mengangkat lengan kanan, pertanda kode untuk menghentikan sekelompok orang di belakangnya.Kabut perlahan tersingkap. Tampak bayang-bayang manusia jingga diterpa rona senja kemerahan. Dari arah berlawanan, tampak juga orang-orang berpenumpang kuda, berhenti dan menghadang jalur. Sekitar lima orang penunggang kuda itu, berderet hampir menutupi jalur di antara dua lereng. Siapa mereka, jelas-jelas tidak takut akan kemunculan Pasukan Pembantai dengan jumlah lebih banyak.
"Inikah Lembah Arwah? Kejahatan seperti apa, tersembunyi dari dunia luar?"_________Sepi. Sunyi. Hening.Wajah lembah tandus membisu. Tulang belulang binatang terserak, setengah terkubur di tanah retak. Deru angin lirih menyapu ranting-ranting rapuh terserak. Saksi bisu peristiwa tragis masa silam.Samar-samar, kabut tipis menyingkap sosok penunggang kuda, memimpin rombongan melintasi tempat itu."Benar dugaanku," katanya sembari menyingkap tudung jubah.Para anak buah mengikutinya. Derap dan ringkik kuda berhenti serentak, memecah kesunyian."Kita memasuki Lembah Arwah. Tidak cukup waktu untuk kembali. Sebaiknya kita jangan berlama-lama di sini," kata pemimpin. Rombongan berkuda itu, lekas bergegas memacu kuda.Kuda-kuda meringkik ketakutan. Dipaksa menerobos lembah. Pemimpin diikuti sembilan orang anak buahnya, terpaksa turun dan menuntun kuda masing-masing. Tetap waspada berjalan hati-hati."Sssh ...," mereka mengelus kuda yang gusar."Jangan menimbulkan suara gaduh, hati-hati lang
"Pasvaati terlalu lama menunggu pewarisnya! Sang Pusaka seusia negeri Jawata, sangat sedikit meninggalkan jejak cerita."________Taja. Ia memperkenalkan dirinya. Usianya 15 tahun masa Jawata.Satu bulan lalu, Taja datang ke Tanapura, dibawa Ketua Sujinsha. Tidak sendiri, Taja bersama seseorang lagi.Lorr En, pengawal sekaligus teman. Nama yang aneh dan tidak umum. Usianya 16 tahun. Selalu menjaga Taja.Kedua pemuda itu, pada awalnya kesulitan berbicara bahasa Tanapura. Tentang siapa mereka berdua, belum banyak yang tahu. Dari sekte atau suku mana, juga belum jelas.Satu keberuntungan, Taja terpilih menjadi praja Pemanah Ulung. Dilatih khusus di bawah pimpinan Ketua Sujinsha untuk mempelajari sebuah pusaka di Tanapura.Pasvaati.Pusaka legendaris di Jawata, terlalu lama berdiam diri. Berwujud anak panah, simbol kekuasaan Sekte Tanapura selama ratusan tahun silam. Namun siapa sangka Pasvaati memiliki kisahnya sendiri.Konon, Pasvaati dahulu kala berbentuk keris raksasa yang ditempa ulan
"Apa ...?!"Sebuah suara lantang di antara sekawanan praja yang sedang makan bersama."Hilang lagi?!" balas yang lain."Benar! Satu porsi hilang lagi!""Aneh! Apa benar-benar ada hantu yang mencuri jatah makan siang?!" sahut yang lain menimpali.Taja duduk bersila di posisinya."Mereka membicarakan siapa?" tanya Taja, kebetulan praja di sebelahnya ikut gusar dan terkejut.Sebelah lainnya, Lorr En enggan menyentuh makanan di meja, "Ini daging apa?""Ular! Sangat lezat," jawab seorang praja yang lain dan mengejutkan Lorr En. Tampak dia bergidik. Semangkuk hidangan di tangannya segera disingkirkan. Akhirnya, ia harus melewatkan makan siang. Beruntung masih ada semangkuk madu hangat untuk menghilangkan dahaganya Sementara beberapa orang, baru saja usai makan.Mereka berjejer rapi dalam kegiatan makan siang bersama-sama. Di tengah pembicaraan tentang legenda Pasvaati, ada sesuatu yang menjadi topik lain.Ceritanya, regu pemanah terusik oleh kehadiran sesosok 'Tak Kasat Mata' selama ini diam
"Pemanah Ulung, siapkan panah terbaikmu! Panjatlah dahan tertinggi. Bidik sasaranmu!"_______Sebuah pohon besar dijadikan tempat yang harus dipanjat oleh semua peserta lomba Memanah Ulung. Pohon besar dan menjulang tinggi, setiap cabang memiliki dahan yang dipasang simpul berbeda. Dahan yang lebih tinggi diikat simpul lebih banyak, artinya siapapun yang mencapai dahan tersebut akan mendapatkan nilai lebih banyak. Setiap satu simpul bernilai Seratus poin.Komando wasit berseru lantang, membakar semangat semua peserta pemanah."Kalian Pemanah Ulung, siapkan panah terbaik! Panjatlah dahan tertinggi. Bidik jitu sasaran terbaikmu!"Semua peserta praja pemanah mulai memanjat. Tampak Raojhin memimpin yang paling dulu berhasil ke dahan yang paling tinggi daripada praja-praja lainnya.Raojhin lincah, gesit, cekatan. Tanpa kesulitan ia berhasil memanjat ke cabang dengan tanda simpul sepuluh. Artinya, dia berada di posisi dahan dengan Seribu poin.Sementara di bawah, jarak puluhan langkah dari p
"Prasangkamu melebihi apa yang kau lihat! Jangan bermimpi memiliki Jiwa Murni! Semedi 100 tahun pun, tak akan berhasil!"________Tatap teduh seorang gadis Graha Tabib, mengenakan cadar di wajah, mengusapkan krim obat di pergelangan tangan Taja yang terluka.“Jangan terkena air dalam semalam, akan lama sembuhnya," ujar gadis itu singkat."Kamu ..., Shaninka?" Taja menyebut nama gadis Graha Tabib itu. Tidak sering, tetapi ini lebih dari sekali, Taja dirawat dia.Gadis itu membalas dengan tatap lembut, caranya menatap mewakili seulas senyum di balik cadar bergerak tipis."Ya."Taja memperhatikan Shaninka sedang membalut lukanya.“Kamu tabib yang baik dan lembut. Terimakasih.”“Aku hanya murid pengobatan, bukan tabib,” Shaninka, gadis bercadar itu menyanggah. Sepasang mata dan alisnya melengkung di antara celah cadar yang dikenakan.“Ada apa?” Shaninka menyelesaikan balutan terakhir di pergelangan tangan Taja akibat kejadian saat latihan Pemanah Ulung. Banyak juga luka di bagian kakinya.
"Tubuhku tidak menua, sukmaku pun tidak. Tubuhku tidak makan dan minum, tetapi sukmaku makan dan minum."________Pukul Babi Jantan*.Gong ditabuh sepuluh kali. Malam larut, Taja tidak juga terlelap. Beberapa kali ia tergugah. Pikirannya terhisap sesuatu. Bayangan sesosok muncul lagi dalam mimpi. Walaupun sekejap, jelas sesosok itu memanggil namanya.'Taja!'Tak terhitung mimpi itu. Semenjak ia mengenal dunia. Semakin jelas mimpi itu menjelma sesosok dirinya yang lain di suatu tempat entah di mana. Suasana sunyi senyap. Diam-diam ia beranjak meninggalkan ruangan.Langit cerah. Purnama hampir penuh menghiasi malam. Tampak bangunan Tanapura yang tenang. Taja terpikir untuk mendatangi Istana Kitab. Ia berjalan cepat-cepat sembari melihat sekeliling kalau-kalau ada penjaga patroli.Situasi mendukung untuk dia menunaikan keinginannya. Sebuah ambang pintu terbuka, dijaga satu orang penjaga.Taja menunjukkan lencana khusus ‘Pengunjung tanpa batas waktu’. Beruntung ia memiliki hak istimewa ini