"Ketika nanti aku bergabung dengan kalian. Jangan segan menyapa aku dari ambang pintu alam seberang."________Seakan pagi tak akan menyingsing lagi. Langkah kaki lelah gontai. Raojhin menelusuri dataran nan luas dalam kegelapan berselimut kabut. Berharap menemukan jalan keluar setelah perkelahian melawan Gadis Merah dan antek-antek Pemangsa Jiwa.Pertarungan seri. Gadis Merah pasti terluka. Namun bukan tak terbayar, kekuatan mata ketiga Raojhin menjadi sangat lemah.Mengikuti kemana kaki melangkah, Raojhin makin tersesat di kawasan antah berantah lembah.Kehausan. Kelelahan. Tak ada tanda-tanda keberadaan anak sungai. Tak berdaya tubuh Raojhin dan lemah kondisinya. Kedua lengan dan sebagian kakinya mulai mati rasa. Kulit menyusut dan mengering, disertai gurat-gurat otot sangat menyakitkan akibat terkena Penghisap Jiwa.Kegelapan lembah tak berujung, melahap harapan Raojhin. Malam semakin larut mencekam. Kabut tipis menyelimuti pandangan tandus seluas jangkauan mata. Langkah lelah dan
Anjing hitam kecil berhenti. Kibas ekornya terburu-buru menyampaikan petunjuk.________Derap kaki kuda tiba-tiba terhenti, terhentak Taja di atas pelana tunggangannya."Taja!" Lorr En tidak jauh di belakang, menghentikan kudanya juga."Tidak pernah selancar ini, aku menunggang kuda," Lorr En bicara. Taja menaruh telunjuk di ujung bibir."Ssst ...! Ada yang mengikuti kita," Taja merasakan keberadaan penguntit, sejak keluar dari Tanapura. Remang-remang buku kuduknya berdiri, terasa kehadiran makhluk dengan dua kemungkinan, manusia atau hewan jadi-jadian. Semakin kuat aroma anjing tercium hidungnya.Mengulur waktu, Taja berpura-pura tidak mengetahui jika ada yang membuntutinya. Sementara itu, ada jejak yang ditemukan Lorr En sekitar tempat kuda tunggangan berhenti."Lihatlah ...," kata Lorr En menunjuk ke permukaan tanah sedikit ditumbuhi rumput dan semak.Terlihat jejak rumput membekas, seperti dilalui sesuatu atau seseorang. Untuk memastikan, Taja dan Lorr En turun sebentar dari kuda.
Pasukan Pembantai sedang gencar-gencarnya memburu Bocah Malapetaka. Kebetulan kamu mirip dengan dia.________"Jalur menuju Lembah Arwah, ke sana ...," kata Ki Ratma, menunjuk ke satu arah berlawanan dari yang ditemukan jejak rerumputan."Mereka mengecoh jejak," lanjut Ki Ratma. Taja dan Lorr En terperanga."Bagaimana mungkin, aku mempercayai orang yang telah mengkhianati Tanapura?" Taja masih tidak percaya pada ucapan Ki Ratma. Mana yang lebih dipercaya, pengkhianat itu atau jejak rerumputan."Taja, aku melakukan ini bukan untukmu. Juga bukan untuk Tanapura. Tetapi, aku mengatakan ini untuk menyelamatkan Raojhin," jawab Ki Ratma menunjukkan raut muka cemas di antara lelah fisiknya yang tua renta."Secara fisik, aku tidak memiliki kemampuan seperti dulu untuk menyelamatkan dia," kata Ki Ratma. Begitu sangat menaruh harapan kepada Taja dan Lorr En agar mereka segera menyelamatkan Raojhin."Selama ini, aku menyelinap di Tanapura, diam-diam melindungi Raojhin. Bahkan dia sendiri tidak ta
Orang gila atau orang nekad mana, yang berani menangkap Gattorian, layaknya tangkapan ikan berduri dan sengatan racun!________Mendekati sore. Dataran lembah dikelilingi gunung dan ngarai. Terompet Raung menggema seluas langit-langit lembah Perbatasan Tengkorak. Menandakan berkumpulnya sekutu Pasukan Pembantai memasuki teritorial pangkalan antar jalur menuju berbagai daerah.Kemah-kemah didirikan. Api unggun beberapa hari ini menyala di kawasan itu. Kuda-kuda berjaga di sisi luar deretan kemah.Satu ruang di dalam tenda yang dijaga ketat untuk menyimpan jasad manusia. Tampak tubuh Raojhin terbujur di dalam sebuah peti yang terpisah dari jasad lainnya. Semua jasad terbujur kaku dan terbungkus kain putih."Tuan, orang ini sudah tidak ada nafas. Tetapi masih ada denyut nadi leher," seseorang memeriksa tubuh Raojhin dengan teliti. Sejak ditemukan beberapa waktu lalu, tidak ada tanda-tanda siuman dari tubuh praja temuan mereka itu."Mati suri?" raut muka bingung seorang lainnya, ikut meme
Perkebunan cempaka putih sedang mekar-mekarnya. Bunga-bunga sekeranjang dikumpulkan para petani bunga. Sekuntum cempaka putih di tangan.________Pasukan berkuda mengibarkan panji-panji hijau bersimbol Elang Emas, melaju kecepatan penuh. Tiada henti seharian menempuh jarak jauh. Hingga sore hari, Pasukan Bayangan yang dipimpin Ketua Sujinsha, merambah kawasan terjauh Tanapura menuju Perbatasan Tengkorak.Semua pasang mata bergerilya ke segala arah. Penuh hati-hati langkah mereka menelusuri jalur di antara celah lereng dasar ngarai."Tetap Waspada!"Ketua Sujinsha mengingatkan semua anggotanya. Segala peralatan prajurit dan pengembaraan diturunkan. Senjata, Tameng, tali, jubah kamuflase, dan sebagainya. Masing-masing memiliki tugas tertentu.Turun dari kuda, Ketua Sujinsha menepi di antara celah-celah bebatuan lembah. Batu-batu besar tinggi memiliki rongga-rongga bentukan secara alami. Lumayan menjadi tempat rehat sebentar, sembari menyusun strategi.Perbatasan Tengkorak. Kawasan palin
Lereng sepanjang jalur pasir kerikil dan bebatuan. Gerombolan pasukan berkuda dipimpin seseorang berbaju jirah, mengenakan penutup kepala dengan tanduk banteng. Sejumlah kisaran lima puluh orang, melintasi jalur lereng untuk patroli rutin. Tujuannya untuk memastikan keadaan sekitar kawasan lembah sampai pangkalan.Suasana tampak berbeda sore itu. Langit jelang senja, menyembunyikan kesunyian tempat itu. Namun serangga tersingkir oleh kehadiran sesuatu.Seorang pimpinan Pasukan Pembantai lengkap dengan tunggangan kuda. Ia mengangkat lengan kanan, pertanda kode untuk menghentikan sekelompok orang di belakangnya.Kabut perlahan tersingkap. Tampak bayang-bayang manusia jingga diterpa rona senja kemerahan. Dari arah berlawanan, tampak juga orang-orang berpenumpang kuda, berhenti dan menghadang jalur. Sekitar lima orang penunggang kuda itu, berderet hampir menutupi jalur di antara dua lereng. Siapa mereka, jelas-jelas tidak takut akan kemunculan Pasukan Pembantai dengan jumlah lebih banyak.
"Inikah Lembah Arwah? Kejahatan seperti apa, tersembunyi dari dunia luar?"_________Sepi. Sunyi. Hening.Wajah lembah tandus membisu. Tulang belulang binatang terserak, setengah terkubur di tanah retak. Deru angin lirih menyapu ranting-ranting rapuh terserak. Saksi bisu peristiwa tragis masa silam.Samar-samar, kabut tipis menyingkap sosok penunggang kuda, memimpin rombongan melintasi tempat itu."Benar dugaanku," katanya sembari menyingkap tudung jubah.Para anak buah mengikutinya. Derap dan ringkik kuda berhenti serentak, memecah kesunyian."Kita memasuki Lembah Arwah. Tidak cukup waktu untuk kembali. Sebaiknya kita jangan berlama-lama di sini," kata pemimpin. Rombongan berkuda itu, lekas bergegas memacu kuda.Kuda-kuda meringkik ketakutan. Dipaksa menerobos lembah. Pemimpin diikuti sembilan orang anak buahnya, terpaksa turun dan menuntun kuda masing-masing. Tetap waspada berjalan hati-hati."Sssh ...," mereka mengelus kuda yang gusar."Jangan menimbulkan suara gaduh, hati-hati lang
"Pasvaati terlalu lama menunggu pewarisnya! Sang Pusaka seusia negeri Jawata, sangat sedikit meninggalkan jejak cerita."________Taja. Ia memperkenalkan dirinya. Usianya 15 tahun masa Jawata.Satu bulan lalu, Taja datang ke Tanapura, dibawa Ketua Sujinsha. Tidak sendiri, Taja bersama seseorang lagi.Lorr En, pengawal sekaligus teman. Nama yang aneh dan tidak umum. Usianya 16 tahun. Selalu menjaga Taja.Kedua pemuda itu, pada awalnya kesulitan berbicara bahasa Tanapura. Tentang siapa mereka berdua, belum banyak yang tahu. Dari sekte atau suku mana, juga belum jelas.Satu keberuntungan, Taja terpilih menjadi praja Pemanah Ulung. Dilatih khusus di bawah pimpinan Ketua Sujinsha untuk mempelajari sebuah pusaka di Tanapura.Pasvaati.Pusaka legendaris di Jawata, terlalu lama berdiam diri. Berwujud anak panah, simbol kekuasaan Sekte Tanapura selama ratusan tahun silam. Namun siapa sangka Pasvaati memiliki kisahnya sendiri.Konon, Pasvaati dahulu kala berbentuk keris raksasa yang ditempa ulan