"Prasangkamu melebihi apa yang kau lihat! Jangan bermimpi memiliki Jiwa Murni! Semedi 100 tahun pun, tak akan berhasil!"
________Tatap teduh seorang gadis Graha Tabib, mengenakan cadar di wajah, mengusapkan krim obat di pergelangan tangan Taja yang terluka.“Jangan terkena air dalam semalam, akan lama sembuhnya," ujar gadis itu singkat."Kamu ..., Shaninka?" Taja menyebut nama gadis Graha Tabib itu. Tidak sering, tetapi ini lebih dari sekali, Taja dirawat dia.Gadis itu membalas dengan tatap lembut, caranya menatap mewakili seulas senyum di balik cadar bergerak tipis."Ya."Taja memperhatikan Shaninka sedang membalut lukanya.“Kamu tabib yang baik dan lembut. Terimakasih.”“Aku hanya murid pengobatan, bukan tabib,” Shaninka, gadis bercadar itu menyanggah. Sepasang mata dan alisnya melengkung di antara celah cadar yang dikenakan.“Ada apa?” Shaninka menyelesaikan balutan terakhir di pergelangan tangan Taja akibat kejadian saat latihan Pemanah Ulung. Banyak juga luka di bagian kakinya. Baju yang dikenakan pun terkoyak.“Kenapa kamu selalu memakai cadar?” Taja mengalihkan pembicaraan. Namun Shaninka hanya menjawab dengan tatapan heran.Itukah mengapa sejak tadi, Taja memperhatikannya. Shaninka terdiam sambil menunduk. Ia merasa kikuk diperhatikan seperti itu.Suara pintu didobrak paksa dan tiba-tiba muncul Raojhin dengan kondisi banyak balutan di tangan dan kaki. Gelung rambutnya pun masih berantakan. Baju terkoyak di beberapa bagian.Raojhin berhenti di depan pintu. Tatap sangar dan penuh emosi, ia mendekati Taja di pembaringan.“Aku melihatmu!" Raojhin menunjuk kasar ke arah Taja.Taja terkejut menanggapi kedatangan Raojhin sangat tidak bersahabat."Aku melihatmu, dasar siluman!” nafas Raojhin memburu. Sorot matanya sangat serius tajam.Melihat gelagat Raojhin yang jelas-jelas tidak ramah, akhirnya Taja bangkit dan terpaksa menghadapinya.“Ada apa ini?” setelah beranjak dari dipan, ia menghadapi Raojhin. Sementara Shaninka mundur perlahan.Beberapa orang yang sedang berada di ruangan bangsal pengobatan, menjadi panik. Mereka mengira bakal ada perseteruan di antara kedua praja muda itu.Disusul serombongan praja. Sekitar puluhan. Muncul dari arah pintu datangnya Raojhin. Ternyata Ketua Sujinsha juga datang bersama mereka.“Aku melihat sesuatu di kakinya!” teriak Raojhin.Semua mata melihat kaki Taja menapak tanpa alas. Ada beberapa luka. Tidak ada yang lebih aneh dari itu.“Aku melihat sesuatu menjulur dari kakinya ....""Semua jari-jarinya ... berubah akar-akar mencengkeram ranting-ranting pohon!” teriak Raojhin."Jemarinya ... hijau lumut!”Semua orang terdiam sejenak. Mengamati sepasang kaki Taja. Merasa aneh dan heran. Antara melihat Raojhin yang bersikap aneh dan Taja yang berdiri di hadapan mereka semua.“Kau terguncang!” Lorr En tiba-tiba muncul di antara kerumunan praja yang berdatangan.“Jika bukan karena dia, kau sudah pasti terjatuh dari ketinggian!” balas Lorr En tegas. Air mukanya menahan rasa tidak suka pada Raojhin.Ketua Sujinsha menjadi penengah. Tak memihak siapapun yang sedang berseteru.“Raojhin, mungkin saja itu salah satu trik kemampuan dia! Kembalilah ke ruangan pengobatanmu!”“Tidak, Tuan! Itu bukan trik. Hamba benar-benar melihatnya ...," teriak Raojhin semakin berapi-api, nada suaranya meninggi."Dia berubah ... sekarang kakinya dan tangannya kembali normal!” Raojhin bersikukuh dengan ucapannya. Semua praja satu pelatihan, dibuat kebingungan sikap Raojhin.“Dia, siluman!” teriak Raojhin lantang. Tubuhnya gemetar karena menahan emosi, dan tatap mata penuh curiga. Sembari telunjuknya mengarah ke Taja tiada henti.“Dia yang selama ini menyelinap!""Tak Kasat Mata!""Pencuri makanan!”Teriak Raojhin menjadi-jadi. Akibat ujarannya, semua orang menjadi takut dan sinis.“Hentikan!” Taja menyela tegas. Di sebelahnya, Lorr En memasang badan kalau-kalau seseorang tiba-tiba akan menyerang.“Menyingkir!” Raojhin semakin kesal dan menghardik Lorr En.Ketua Sujinsha memperhatikan Raojhin yang sedang gelap mata.“Apa ini tentang hasil poin? Kamu tetap pemenangnya, Raojhin!” Kata Ketua Sujinsha.“Bukan! Ini bukan tentang poin, Tuan! Ini tentang kebenaran bahwa dia bukan manusia!” Raojhin seolah tidak peduli lagi akan keberadaan Ketua Sujinsha.“Raojhin, tenangkan dirimu!” kata Ketua Sujinsha. Semua orang memandang sinis pada Taja.Selama ini, Raojhin tidak pernah menunjukkan temperamen aneh, apalagi menyerang seperti ini. Raojhin pendiam dan tidak banyak bicara, tiba-tiba berubah seperti seseorang yang seolah ingin membunuh.“Berhenti membodohi kami! Tidak mungkin manusia selamat dari ketinggian seperti itu!” Raojhin berusaha menguak logika.“Dia menggenggam tanganmu sehingga kamu tidak sampai jatuh ke tanah!” Lorr En membela Taja dalam bungkam.“Seseorang terlatih pasti bisa!” Ketua Sujinsha tampak berpihak pada Taja.“Kembali ke ruanganmu, Rao!” perintah Ketua Sujinsha sekali lagi.Namun Raojhin tetap tak mematuhi. Semua merasa heran akan sikap Raojhin yang kelewat lancang seperti itu.“Semua prasangkamu melebihi apa yang kau lihat!” Taja mencoba bersuara.“Jadi, kamu menyebutku pembohong?” Raojhin menahan diri, tidak sampai menyerang Taja. Walaupun emosi memuncak.“Aku tidak berkata seperti itu,” balas Taja.“Jangan bermimpi untuk mendapatkan jiwa murni!” kata Taja tegas.“Dengan prasangka buruk sebesar itu, semedi 100 tahun pun tidak akan menjadikan dirimu berhasil mendapatkan Jiwa Murni. Kamu tidak akan mampu!”Semua ikut terkejut mendengar ucapan Taja yang tegas. Dia praja yang belum lama diterima di Tanapura, tetapi ketegasannya sekali berkata, mampu mempengaruhi banyak orang.Ketua Sujinsha kembali terdiam. Mencoba mencerna ucapan Raojhin.“Kami tidak tersangkut di dahan ... tapi dia ... dia ... mencengkeram ranting dengan kaki dan tangannya ... dia ... dia ...,” Raojhin terkulai lemas. Siapapun yang sedang berada di tempat itu tahu jika kondisi Raojhin sedang tidak baik setelah terperosok di pohon dari ketinggian seperti itu. Beberapa orang segera memapah Raojhin kembali ke ruangan lain untuk melanjutkan pengobatan.Ruangan kembali sepi, hanya beberapa orang masih berada di ruangan bangsal tempat Taja mendapatkan perawatan.“Tenanglah! Semuanya akan baik-baik saja, dia hanya sedikit terguncang!” tiba-tiba suara Putri Alingga muncul di ruangan itu. Sosoknya muncul di ambang pintu.“Benar. Dia akan segera pulih,” Shaninka turut menimpali.Taja terdiam dalam pikirannya sendiri. Semua orang terlanjur mendengar tudingan Raojhin.“Siluman?!" Taja terheran-heran."Aku bahkan bersama mereka saat makan siang,” gumam Taja, menggeleng-geleng kepala selama mengingat perlakuan Raojhin.“Dia hanya iri pada kemampuanmu!” Lorr En menimpali.“Selama ini, Raojhin selalu unggul. Dia ingin mencari lawan tanding yang adil,” kata Putri Alingga membenahi anggapan Lorr En.“Tentang Praja Tak Kasat Mata, itu sudah lama ada. Bahkan sebelum kalian berada di Tanapura. Jadi tidak perlu dirisaukan,” kata Ketua Sujinsha sebelum pergi meninggalkan ruangan itu. Putri Alingga dan Shaninka juga meninggalkan tempat itu.Suasana kembali sepi, hanya Taja dan Lorr En yang tersisa di ruang bangsal pengobatan. Dipan-dipan lain berjejer tampak kosong.“Kenapa kamu ceroboh?” Lorr En melirik Taja dan agak berbisik.“Mana mungkin aku membiarkan dia jatuh dari pohon setinggi itu,” Taja membalas datar, kembali ke pembaringan.“Setidaknya, jangan sampai ada orang melihat wujudmu yang lain,” kata Lorr En agar Taja lebih berhati-hati. Sembari menoleh sekeliling, ia khawatir kalau-kalau ada orang lain mendengar percakapan mereka.Taja hanya terdiam, menyadari kecerobohannya."Sepertinya, kita akan menjalani hari-hari yang panjang di sini."Taja menghela nafas. Memandangi kedua telapak tangannya sendiri."Bukankah sudah 'kubilang, lebih baik kita segera meninggalkan Tanapura!" Lorr En membalas."Entahlah ... aku merasa ... ada banyak hal yang akan terkuak di sini," Taja merasakan pertanda aneh selama tinggal di Tanapura."Lagipula, kita akan ke mana lagi?" lanjutnya dan menoleh pada Lorr En.Teringat bahwa mereka tidak punya pilihan. Tidak punya tujuan. Selama ini dalam pelarian dari satu tempat ke tempat lain.Diperdagangkan sebagai budak. Dalam pelarian dan tertangkap lagi berulang kali. Bersembunyi di hutan-hutan selama kurun bertahun-tahun.* * *"Tubuhku tidak menua, sukmaku pun tidak. Tubuhku tidak makan dan minum, tetapi sukmaku makan dan minum."________Pukul Babi Jantan*.Gong ditabuh sepuluh kali. Malam larut, Taja tidak juga terlelap. Beberapa kali ia tergugah. Pikirannya terhisap sesuatu. Bayangan sesosok muncul lagi dalam mimpi. Walaupun sekejap, jelas sesosok itu memanggil namanya.'Taja!'Tak terhitung mimpi itu. Semenjak ia mengenal dunia. Semakin jelas mimpi itu menjelma sesosok dirinya yang lain di suatu tempat entah di mana. Suasana sunyi senyap. Diam-diam ia beranjak meninggalkan ruangan.Langit cerah. Purnama hampir penuh menghiasi malam. Tampak bangunan Tanapura yang tenang. Taja terpikir untuk mendatangi Istana Kitab. Ia berjalan cepat-cepat sembari melihat sekeliling kalau-kalau ada penjaga patroli.Situasi mendukung untuk dia menunaikan keinginannya. Sebuah ambang pintu terbuka, dijaga satu orang penjaga.Taja menunjukkan lencana khusus ‘Pengunjung tanpa batas waktu’. Beruntung ia memiliki hak istimewa ini
"Pusaka Pasvaati memilih Sang Pewaris sehati dengan inti jiwanya."________Taja celingukan, berjalan mengikuti Radhit. Berbeda dengan Radhit melangkah santai, lurus, dan tanpa suara sedikitpun."Oh, iya. Dia hanya sukma. Seperti udara, tentu langkahnya tanpa suara," pikir Taja, melangkah penuh hati-hati sampai berjinjit tatkala melewati para penjaga pintu masuk dan keluar bangunan Istana Kitab. Aneh, para penjaga itu seperti dalam keadaan tidak waspada. Bahkan mereka layaknya orang yang tidur berdiri."Mantera Sirep berlaku beberapa saat saja. Kita harus bergegas sebelum mereka tersadar!" bisik Radhit tegas. Kedua lengannya bersedekap di dada. Begitulah cara dia berjalan santai."Mantera Sirep masal, berupa alunan seruling memeluk jiwa, melarutkan kesadaran siapapun yang mendengar," jelas Radhit singkat."Jadi, kau yang membuat mereka tertidur?" gumam Taja. Sempat terpikir, andai dia juga menguasai Mantera Sirep.Beberapa saat kemudian, mereka sampai di Istana Pusaka. Suasana lenggang
"Taja! Lari ...!" pekik Putri.Panik. Mengikuti Putri Alingga, Taja menyelinap keluar Istana Pusaka. Suasana mulai ramai didatangi para penjaga. Dari kejauhan, terdengar gong istana pertanda waspada.Kedua tangan Taja gemetaran, Putri Alingga merasakan juga. Digenggamnya tangan Taja, basah berkeringat. Masih terasa bagaimana Pasvaati di genggamannya. Itu yang membuat Taja lemas, takut, dan berdebar. Ditambah situasi mengancam, semakin menambah panik."Ini ... kemana ...?" tanya Taja gemetaran. Keringat membasahi leher dan pipinya. Ia terus mengikuti Putri Alingga. Setelah mengendap-endap di antara taman, mereka sampai di area yang banyak pancuran air."Pemandian wanita," jawab Putri Alingga."Apa?!" Taja tersentak. Tidak disangka putri membawanya ke tempat itu."Sssh ... jangan berisik! Ini satu-satunya jalur keluar menuju belakang istana," balas Putri Alingga, mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya."Tidak ada siapapun di area pemandian pada pukul sekarang ini," tambah Putri Ali
"Ada goa di bawah sungai air panas. Tolong, rahasiakan goa ini!"________Fajar telah berlalu. Tampak cakrawala timur, Sang Surya perlahan mulai terbit. Cahaya merasuk celah-celah dedaunan rimbun.Taja menapaki terjal, menuruni curam setapak, menikmati pagi berembun. Hawa air panas mulai terasa menguap dari permukaan sungai air panas. Ia benar-benar hampir lupa kejadian semalam di Istana Pusaka.Beberapa saat lalu, masih diingatnya saran Putri Alingga tentang goa bawah sungai.'Mungkinkah goa itu benar-benar ada?''Apakah ada orang lain yang menemukan tempat itu sebelum aku?' pikir Taja.Rasa penasaran berkecamuk di benaknya. Bukan hanya tentang goa bawah sungai. Tetapi, sosok Tajura. Benarkah sekuat ini terhubung dengan sosok itu.'Jika bukan dia, lalu siapa sesosok yang selama ini menghantui mimpiku?'Taja mulai menapaki tepian sungai berkerikil. Airnya terasa hangat sampai ke tulang lutut. Namun ia dikejutkan seseorang yang sudah berada di tepi sungai lebih dulu.Taja melihat seseor
Gemercik arus sungai menjauh.Taja dan Raojhin menelusuri kedalaman goa, bergerak menjauh dari mulut goa tertutup aliran sungai. Ternyata rongga di dalam goa, semakin ke dalam semakin luas. Banyak bebatuan sepanjang air tergenang yang tenang. Suasana di kedalaman goa, terasa sangat hening. Banyak lorong rongga membentuk labirin, menembus rongga lainnya dan berakhir ke perut goa."Hup!"Raojhin melompati bebatuan licin dan agak terendam air. Diikuti Taja dengan gesit melompati bebatuan.Lagi-lagi tanpa aba-aba, mereka seolah berlomba melompati bebatuan. Di antara mereka, acapkali muncul persaingan.Raojhin terhenti sebentar di sebuah batu dan memasang kuda-kuda. Mendapatkan posisi seimbang.Taja melihat gelagat Raojhin bersiap-siap menanggapi.Raojhin melempar pukulan ringan ke arah Taja, namun berhasil ditangkis."Mau bertarung?!" Taja melompat mundur, berpijak pada batu besar di belakangnya."Tempat ini sempurna untuk berlatih!" sambut Raojhin, haus pertandingan."Sering-sering kita k
"Jurus apa itu?!"Pekik Taja."Tapak Sengatan Naga!" balas Raojhin menyebutkan jurus andalannya.Jurus tapak Raojhin bukan serangan mematikan tetapi cukup mengakibatkan memar di kulit dan menimbulkan rasa gatal yang menyengat. Taja kecolongan. Ia tak mau lagi mengalah."Wah, benar-benar harus bertarung?!" Taja tak menyangka, tantangan berubah perkelahian serius."Mau menjadi regu bersamaku?!" Raojhin menyeringai. Raut mukanya menunjukkan rasa puas dan sorot mata tajam."Tunjukkan dulu kemampuanmu!" rupanya Raojhin sangat selektif untuk menerima anggota regu. Terlebih-lebih Taja yang menawarkan itu.Sementara Raojhin merasa telah berhasil memberi pelajaran, Taja masih mengusap bekas pukulan tapak sengatan naga yang membuat nyeri dadanya. Tidak disangka Raojhin memiliki jurus aneh seperti itu. Sekali lagi diusapnya dada bekas pukulan itu, ditekan memutar sampai sedikit reda sakitnya."Bayangkan itu mengenai nadi lehermu, akan sangat fatal!" Raojhin menaruh empati, tapi tidak menyesal aka
Setelah CHAPTER DUA TAPAKMENGUSIK KEGELAPAN"Apa yang terusik di kegelapan ini? Kita membangunkan sarang ular?!"________Keheningan goa terpecah derai tawa Raojhin yang panjang. Sepertinya ia puas sekali melampiaskan kekesalannya selama ini."Tawamu jelek!"Makin kesal, Taja perlahan bangkit dari tempatnya tersungkur setelah terpental. Rasanya sekujur tubuh bergetar sampai ke tulang, ketika menghantam bebatuan dan kerikil tajam."Dasar manusia berkepribadian ganda!" gerutu Taja sembari berusaha tegak."Pendendam!" Taja mengomel sejadinya."Bicara apa kamu?" Raojhin cukup mendengarnya di sela-sela tawa yang belum usai."Senang di atas penderitaan orang lain?!" balas Taja dan sejenak menatap tajam ke arah Raojhin."Bukan begitu!" Raojhin berdiri tegak di sana, "Aku juga kesakitan kemarin gara-gara kamu. Jadi sekarang kita impas!""Kejadian kemarin bukan aku penyebabnya, tetapi dirimu sendiri!" kata Taja tegas."Menyerang lawan dalam keadaan tidak siap, itu curang!" lanjut Taja."Dalam
"Sarang ular?!"Raojhin tersentak. Ada rasa takjub terhadap Taja, tidak gentar meski lebih dulu tahu bahwa tempat itu sarang ular."Kalajengking dan reptil ... ada di kegelapan ini!" lanjut Taja."Sebaiknya ... kita segera pergi!" ujar Raojhin disambut raut muka Taja berubah masam."Takut?!" sindir Taja, meledek Raojhin."Tempat ini sempurna untuk melatih keberanian," kata Taja. Raut muka Raojhin berubah masam pula. Seolah tidak ingin dianggap pengecut.Tiba-tiba letupan keras mengejutkan mereka. Percik api semakin merambat lebar, membentuk formasi membara mirip jaring laba-laba, menyerupai dinding pembatas."Apa yang kau lakukan?!" Raojhin was-was menghadapi situasi tegang."Aku?!" Taja balik heran ke arah Raojhin."Bukankah kau yang terbentur?!" Taja heran."Bukankah cahaya putih dari tanganmu itu?" Raojhin justru balik bertanya."Alhirri, cahaya putih-ku, menampakkan yang tak terlihat. Tetapi barikade dinding gaib itu patah karena benturan tubuhmu," Taja menjelaskan."Dinding gaib?!