Share

Ayam goreng lenyap

Tetanggaku Simbiosis Parasitisme Part 02 A

#Ayam gorengku lenyap

By : Leni Maryati

Pyarr...

Saat aku hendak mau menutup pintu dapur terdengar seperti gelas atau ntah apa yang terbuat dari kaca pecah.

"Rumah seperti kandang kambing!!!" terdengar samar-sama suara perempuan berteriak dari arah rumah mas Basuki.

Apa yang berteriak itu mbak Niken? Kenapa ya?

Aku menggeleng lemah, mungkin anaknya yang memecahkan gelas. Aku langsung menutup pintu dapur. Chacha juga sudah mengantuk, ini waktunya dia untuk tidur siang.

*****

Author Pov

Pyarr

Niken melempar gelas bekas yang ia gunakan untuk minum. Ia benar-benar kecewa dengan keadaan rumah yang akan ia dan keluarganya tempati.

Rumah masih bata merah kasar belum di semen apalagi di cat, lantai masih berupa tanah. Sedangkan sekarang ia duduk di ruang tamu beralaskan tikar anyam dengan suaminya.

Kedua anaknya Dito dan Dita sudah terlelap tidur siang di kamar, mungkin kecapekan perjalanan dari Bandung, karena mereka naik bus umum, sedangkan anaknya yang pertama si Anton sudah masuk ke kamar satunya. Entah apa yang anak itu lakukan, mungkin juga tidur.

"Rumah seperti kandang kambing!" Niken berteriak meluapkan kekecewaannya pada suaminya.

"Jangan teriak-teriak seperti itu bu... malu didengar tetangga," Basuki berusaha menenangkan istrinya yang mudah marah itu.

"Mas... coba lihat rumah ini! apa kamu ga bisa minta orang tuamu untuk memberikan rumah yang lebih layak untuk anak dan menantunya?" sungut Niken.

"Aku sebenarnya sudah bersyukur sekali, ibu sama bapak telah membuatkan rumah ini. Pintu-pintu dan jendela sudah lengkap. Sudah dibuatkan sumur bor juga, kita tidak perlu memasang air PAM. Nanti kita bareng-bareng perbaiki rumah ini sedikit demi sedikit. Kalau mas sudah kerja nanti sebagian kita tabung untuk memperbaiki rumah ini." ujar Basuki kalem.

"Mungkin orang tuamu masih punya uang mas, coba aja minta! jadi tidak usah menunggu nabung kita bisa langsung memasang lantai keramik di rumah ini." pinta Niken.

Basuki hanya menggeleng lemah. "Uang darimana lagi bu, kemarin saja bangun rumah ini pinjam uang dibank, gadaikan sertifikat sepetak sawah satu-satunya milik bapak. Uang dari penjualan kayu cuman cukup buat bayar tukang." Basuki mencoba menjelaskan keadaan orang tuanya pada Niken.

"Lagi pula, aku minta rumah inipun ke orangtua sudah sangat malu, bu! Apalagi kalau sampai kakakku mbak Ningsih tahu kalau bapak pinjam bank untuk membuatkan rumah kita, dia pasti marah besar. Yang penting kita syukuri saja apa yang ada." lanjutnya.

"Halah... namanya anak tidak apa-apa minta ke orang tua!" cerocos Niken tidak mau kalah.

"Capek bu, debat sama kamu!" Ujar Basuki seraya beranjak ke kamar menyusul Dita dan Dito tidur. Dia juga butuh istirahat dan menenangkan pikiran.

'Dasar hidup sama kamu sengsara terus!' rutuk Niken dalam hati.

*****

Sore hari sekitar pukul 3 sore Alika menyuapi Chacha cemilan di teras rumahnya. Setiap hari Alika selalu membuatkan cemilan Chaca agar tidak minta jajan keluar. Kali ini Alika membuatkan bergedel kentang.

"Enyak enyak..enyak...." ucap bibir mungil Chaca. Bocah itu terus mengunyah. Ia paling suka makanan yang terbuat dari kentang.

"Haus bun..." Chaca meminta bundanya mengambilkan minum.

"Tunggu bentar ya sayang! Bunda ambilkan air putih dulu." Alika beranjak ke depur mengambilkan minum. Air putih dari galon Ia masukkan pada gelas anak-anak yang ada sedotannya. Chaca paling suka minum pakai gelas itu sejak umur 1 tahun, sampai sedotannya gepeng karena sering digigit-gigit.

"Nih sayang minumnya!" Alika menyodorkan gelas itu.

"Dita...!" Terdengar suara dari jalan di depan rumah. Terlihat mb Niken memanggil Dita-- putrinya yang sedang berlari ke halaman rumah Alika, Ia langsung menuju ke teras tempat dimana Alika dan Chaca makan cemilan perkedel kentang.

"Mau...mau..." Dita menunjuk-nunjuk cemilan di piring.

"Dita mau? sini duduk!" Alika menyerahkan sepotong bergedel kentang ketangan Dita. Anak itu makan begitu lahapnya. "Lagi Tante!" ucapnya. Alika menyerahkan 2 potong lagi.

"Dita pulang!" ucap Niken yang juga sudah sampai juga ke teras rumahnya Alika.

"Ga mau... Dita lapar!" Dita menggeleng keras. Mulutnya semakin cepat mengunyah bergedel kentangnya.

"Maaf ya mbak Alika, Dita dari tadi pagi susah makan. Tadi siang tak masakin sayur bening ga mau makan." ujar Niken seraya duduk di kursi teras.

"Ga apa-apa mbak, namanya juga anak-anak. Kadang masih pilih-pilih makanan." Alika masih menyuapi Chaca bergedel kentangnya.

"Sendirian aja mbak di rumah?" tanya mbak Niken sambil celingukkan melihat dapur yang terlihat dari pintu yang terbuka lebar.

"Iya, mbak. Suami masih belum pulang kerja. Oh ya.. Mau dibuatkan minum mbak?" tanya Alika menawarkan minuman.

"Ga usah mb, habis minum tadi." Jawabnya cepat.

"Oh ya mbak, masak apa tadi?" imbuhnya.

"Tadi cuman masak ayam goreng sama oreg tempe aja."

"Tadi Dita ga cocok lauknya," gerutu Niken.

"Oh Dita mau ayam gorengnya? Sebentar mbak tak ambilin." Alika hendak beranjak berdiri namun Niken sudah masuk ke dapur lebih dulu. Terlihat ia mengamati lemari kaca tempat Alika menyimpan lauk pauknya.

"Aku ambil sendiri ya mbak?" tanpa menunggu persetujuan siempunya rumah Niken langsung mengambil kotak makan plastik merek tippirware dan memindahkan 5 potong ayam ke kotak itu. Tadi Alika beli paha ayam 1 kg isinya 9 potong paha ayam, yang 2 potong sudah ia makan bersama Chacha. Sekarang terlihat di almari kaca itu hanya tersisa 2 potong ayam goreng.

'Ga apa-apa.' Alika membatin. Masih ada 2 potong untuk makan mas Farrel dan Chaca nanti malam. Ia bisa makan dengan oreg tempe.

"Wow oreg tempenya kayaknya enak mbak? Aku ambil juga ya?" Sebuah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Niken langsung mengambil kotak Tippirware lagi.

"Eh maaf mbak. Pakai piring ini aja." Alika mengambil kotak Tippirware itu dan menggantinya dengan piring kaca.

"Halah piring plastik aja ga apa-apa mbak."

"Soalnya kotak makan ini, kotak kesukaannya Chaca mbak, biasanya mas Farrel kalau bawa bekal juga pakai kotak ini.

Akhirnya Niken mengambil piring kaca itu, mengisinya dengan oreng tempe dan menyisakan sedikit untuk si tuan rumah. Alika juga sudah memindahkan 5 ayam potong itu ke piring kaca.

"Aku ambil sambal tomatnya juga ya." sambal di mangkok telah terkuras habis.

Tangan kanan Niken memegang piring yang isinya ayam goreng sedang tangan kirinya memegang piring yang isinya oreg tempe beserta sambal tomat.

Alika hanya memandang bingung dengan tetangga barunya ini. Ia bukannya tadi cuman minta ayam goreng buat Dita, kok hampir semua lauk diambilnya. Ia hanya geleng-geleng kepala. Ia masih berpikiran positif mungkin mbak Niken belum sempat masak makanan enak soalnya baru tadi pagi pindahannya.

Huweee...

Terdengar suara anak menangis dengan kencang diteras rumah.

Huwee

"Chaca.." gumam Alika. Ia langsung lari ke teras rumah meninggalkan mb Niken di dapur.

"Kentang..kentang..Huwee.." Chaca menangis sambil menunjuk-nunjuk Dita yang masih memakan bergedel kentang. Kedua tangannya memegang beergedel kentang, Dita memakannya bergantian kanan dan kiri. Sedang dipiring sudah tidak tersisa sedikitpun cemilan itu.

"Cup...cup..." Alika langsung menggendong Chaca untuk menenangkannya. Bocah mungil itu masih ingin makan cemilan itu. Gara-gara sibuk dengan Niken di dapur ia sampai meninggalkan Chaca sendirian dengan Dita. Chaca baru 3 tahun sedangkan Dita sudah 5 Tahun, melihat umurnya pasti lebih cepat Dita dalam makan cemilan itu, apalagi Dita terlihat kelaparan.

"Ga apa-apa sayang, nanti bunda buatkan lagi." Chaca masih sesenggukan.

"Dita ayo pulang!" perintah Niken yang sudah di teras. Kedua tangannya memegang piring yang sudah berisi lauk pauk.

Dita beranjak berdiri, sambil sibuk mengunyah cemilan.

"Makasih ya mbak." ujar mbak Niken seraya berjalan kearah rumahnya.

Alika hanya mengelus dada melihat ibu dan anak masing-masing tangannya telah membawa makanan dari rumahnya.

Apalagi Dita sudah menghabiskan cemilan Chaca hingga membuatnya menangis. Anehnya mbak Niken ga basa-basi minta maaf lagi Dita sudah membuat Chaca menangis.

Mungkin karena baru pindahan, jadi mereka butuh bantuan. Ga apa-apa sesekali ini. Pikir Alika.

"Chaca sayang.. ayuk mandi. Setelah mandi nanti bunda buatkan cemilan lagi ya.." Chaca mengangguk lemah.

tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status