Share

Tetangga Parasit

Tetanggaku Simbiosis Parasitisme Part 03 A

#Tetangga Parasit

By : Leni Maryati

Alika kembali ke dapur untuk mencuci piring. Beberapa saat kemudian beberapa piring dan gelas itu sudah tercuci bersih berpindah ke rak. Alika paling tidak suka ada piring atau gelas kotor yang menumpuk lama-lama di washtafel.

"Ah...selesai!" gumam Alika.

Tok tok tok

"Mbak Alika... Mbak Alika... buka pintunya!"

Alika terperanjat pintu dapurnya diketok-ketok kencang lebih kearah digedor-gedor. Suaranya sepertinya tidak asing. Siapa?

'Mbak Niken'? tanya Alika dalam hati.

Untuk apa mbak Niken ke rumah Alika???.

Kriet....

Alika membuka pintu dapur dapur yang memisahkan dapur dengan teras rumah. Niken sudah terlihat berdiri di depan pintu.

"Lama amat bukanya! Pasti tidur lagi ya? Mentang-mentang suami kerja ga ada di rumah jam segini tidur lagi." Cerocos Niken.

"Apaan sih mbak... Nih lihat tanganku masih basah habis cuci piring!" Alika menyodorkan kedua tangannya di depan mukanya Niken, tercium bau sinlight dari tangannya.

Niken hanya mesem saja ternyata tuduhannya salah.

"Lagian kamu siang-siang begini tutupan pintu, dikunci lagi!" cerocosnya lagi tak mau terlihat salah.

"Aku biasanya terlalu fokus kalau mengerjakan pekerjaan rumah, takutnya Chaca keluar rumah sendirian tanpa sepengetahuanku," terangnya. Biar Niken ga menuduh macem-macem lagi.

"Ada apa gedor-gedor pintu jam segini?" tanya Alika.

"Ehmm... Itu. Tadi bu mertua ngasih tempe sama tahu, mau aku bacem tapi ternyata ga punya gula merah. Aku minta gulanya ya..." Niken langsung menerobos masuk ke dalam dapur, seperti kemarin-kemarin tanpa menunggu persetujuan si empunya rumah ia langsung mencari sendiri dimana letak gula merahnya.

Alika masih terbengong-bengong, tubuhnya terhempas selangkah saat Niken menerobos masuk tadi.

Ia melihat Niken menjelajahi dapurnya untuk mencari gula merah. Berdiri di depan meja bumbu. Membuka toples bumbu satu demi satu. Mencari dimana keberadaan barang yang dicarinya.

"Ini dia." Niken mengambil setoples gula merah merah.

"Eh mbak, kok setoples dibawa semua?" tanya Alika.

"Ga apa-apa ya sekalian. Kamu pasti masih punya simpanan gula kan?"

"Ya ampun mbak! Udah ga ada simpanan lagi, bumbu dapurku ya cuman itu, yang ada diatas meja. Sebentar... Sini toplesnya!" Alika mengambil toples dari tangan Niken. ia kemudian mengambil plastik putih dan memasukkan setengah toples gula merah ke dalam kantong plastik itu.

Niken hanya mencebilkan bibirnya. "Gula merah aja perhitungan!" gumamnya.

"Apa mbak?" Alika sedikit mendengar rutukkan Niken.

"Enggak.." Niken menggeleng seraya nyengir kuda.

"Nih.. gula merahnya!" Alika menyerahkan seplastik gula merah itu.

Namun Alika bingung kok Niken ga langsung beranjak pulang, mau apalagi dia? Ia membatin dalam hati.

Mata Niken melihat ke arah lemari makanan. Dia beranjak kesana, membuka lemari kaca itu.

"Cuman tumis kangkung?" tanyanya pelan.

Padahal ia berharap ada ayam goreng atau ikan bakar.

"Iya mbak, hari ini cuman masak tumis kangkung campur tahu."

"Suamimu capek-capek kerja cuman kamu masakin kangkung, mana ada gizinya?"selorohnya sok bijak.

"Lah itu malah mas Farrel sendiri yang minta mbak, soalnya sudah lama mas Farrel ga makan kangkung." Niken hanya memutar bola matanya malas.

"Mbak mau juga tumis kangkungnya?" tawar Alika. Walaupun dia cuman masak sedikit ga apa-apa kalau saja Niken mau masakannya.

"Ga ah... aku mau masak bacem tempe. Pulang dulu ya keburu dzuhur suamiku pulang dari sawah."

Alika bernapas lega. Akhirnya mbak Niken pamit mau pulang.

"Beberapa hari ini suamiku sibuk bantu orang tuanya di sawah. Suamiku minta uang sejuta sama ortunya buat kita makan sehari-hari. Jadi kata bapak mertua sebelum mas Basuki belum dapat kerja bantu-bantu dulu di sawah." Niken menceritakan suaminya.

Lah katanya tadi mau pulang mau buru-buru masak, kok malah curhat gini. Batin Alika nelangsa. ia masih was-was, Barangnya apalagi yang bakal berpindah tangan ke tetangganya itu.

"Emang ga punya tabungan mbak selama mas Basuki kerja di pabrik?" tanya Alika basa-basi. Daripada diam aja dikiranya nanti ga mau dengerin tetangga curhat.

"UMR besar tapi pengeluaran juga besar, makan aja pas-pasan. Boro-boro nabung." mulut Niken ngedumel kalau ingat ia ga punya tabungan sama sekali. Namun, tiba-tiba matanya berbinar cerah saat melihat buah pir diatas meja dapur.

"Eh... Ada Pir... Minta ya... Dita suka buah pir!" ujar Niken seraya mengambil 2 buah pir itu, lalu melesat keluar rumah Alika.

"Makasih ya gulanya." teriak Niken, saat ia sudah berjalan sampai di halaman rumah Alika.

Sedangkan si empunya rumah hanya menggeleng pelan dan mengelus dada. Melihat piring hanya tinggal tersisa 1 biji buah pir.

'Ga apa-apa sabar..sabar... masih satu ini. Chaca masih kebagian.' batinnya.

tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status