Share

5. Malam Pertama Yang Penuh Gairah?

Richard tersenyum sinis dan berjalan ke arahku yang sedang buru-buru turun dari ranjang dan bertanya.

"Kenapa? Apa aku bahkan tidak boleh masuk ke bagian dari rumahku sendiri?"

Nadanya terdengar mengejek, sehingga aku yang merasa malu karena bersenang-senang di kamarnya, menjawab dengan wajah merah padam.

"B-bukan. Bukan seperti itu. Silakan lakukan apa pun yang kamu inginkan di sini.... "

Richard yang kini berdiri tepat di depanku, mencengkeram lembut kedua pipiku dengan tangannya yang besar.

"Kamu tidak akan berpikir kalau ini akan menjadi malam pertama kita, kan?" tanyanya, dengan suara pelan tapi tegas.

Mataku seketika terbuka lebar saat mendengar kata malam pertama, sehingga menjawab dengan suara gagap.

"Hah? T-tidak. Itu tidak mungkin. Bagaimana bisa aku—"

"Tidak mungkin katamu? Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu? Segitu jijiknya kamu sama aku?"

Kemarahan berkelebat di kedua matanya, sehingga aku pun menjawab tergesa-gesa dengan suara gugup.

"H-hah?! Tentu, tentu saja tidak! Maksudku—"

"Jeany, ingatlah selalu. Di dalam hubungan ini, akulah yang memegang kendali. Kamu masih punya akal sehat untuk tidak membuat aku marah dan melemparkan dirimu ke penjara bawah tanah, kan?" potongnya, mempererat cengkeramannya di pipiku sehingga aku pun meringis kesakitan.

"Oh? Tentu saja aku masih ingat semuanya, Rich. Apa... apa aku sedang menyinggung perasaanmu sekarang?" tanyaku, dengan sangat hati-hati.

Wajah tampan itu masih terlihat begitu marah, sehingga aku yang secara intuitif merasa dalam bahaya jika dia semakin marah, bertanya dengan suara gagap.

"Ummm, atau... atau haruskah kita melakukan malam pertama sekarang juga?"

Aku pikir Richard akan marah lagi saat aku menawarkan malam pertama, tapi anehnya, ekspresinya tiba-tiba melembut.

H-hah? Ini sungguhan? Dia... dia ingin melakukan malam pertama denganku?

Bukannya dia sangat benci sampai merasa jijik padaku?

Kontradiksi macam apalagi ini????

"Malam pertama? Hmm, ayo coba kita lihat. Bagaimana kamu bisa membuat aku tergoda, Jeany sayang?"

Richard bertanya, kemarahan sepertinya sudah cukup mereda di matanya.

Mendengar itu, ganti aku yang gugup sekarang.

"M-menggoda?"

APA MAKSUDMU DENGAN MENGGODA? BUKANKAH KAMU BENCI PADAKU???

Aku yang benar-benar tak paham dengan Richard, berteriak frustasi dalam hati.

"Ya. Goda aku dan aku memaafkan kesalahanmu untuk saat ini, Jeany," jawabnya, seraya mengelus lembut pipiku.

Menggoda? Bagaimana bisa aku menggoda pria menakutkan yang bahkan tidak bisa tersenyum ini?

Aku bahkan sangat ketakutan sekarang!

"B-bagaimana caranya.... "

Gugup, aku bertanya.

"Kamu bertanya seakan-akan tidak pernah punya pengalaman dengan seorang pria, Jeany," ejek Richard, yang langsung aku bantah dengan gelengan tegas.

"A-aku memang tidak pernah menggoda siapa pun selain kamu, kamu tahu itu, kan?" balasku, putus asa.

Meski memiliki wajah yang luar biasa cantik, aku hanya pernah satu kali pacaran dan pacarku adalah Richard, pria yang aku goda demi uang.

Mengingat itu, wajahku merah padam, sedangkan Richard tampak tersenyum lembut sehingga wajahnya yang tampan itu menjadi semakin luar biasa.

"Ya. Aku sangat tahu hal itu. Kamu tidak pernah punya kekasih selain aku, kan, Jeany?"

Pertanyaan darinya membuat aku yang ingat masa lalu yang sangat memalukan di antara kami, tak sanggup menjawab.

"Uhmm... itu.... "

Aku memandang ke arah Richard dengan takut-takut, tapi langsung terheran-heran saat melihat senyum puas di wajah tampan itu.

Heh? Kenapa dia terlihat sangat bangga dengan fakta bahwa hanya dia yang pernah jadi pacarku?

Pria ini, dia sangat aneh!

Saat aku mendongak ke arahnya, Richard membelai lembut pipiku dan mengarahkan jari-jarinya ke leherku, dia juga mendekatkan wajahnya ke wajahku lalu berbisik ke dekat telingaku dengan senyuman menggoda.

"Jadi, ayo goda aku, Jeany Sayang."

"DENGAN TULUS," lanjutnya, penuh penegasan.

Belaian tangannya di leherku membuat punggungku merinding, aku memandang ke arah Richard dengan tatapan bingung karena tak tahu bagaimana cara menggoda suami untuk melakukan malam pertama.

Hmm, biasanya, semuanya dimulai dengan ciuman, kan?

Berpikir seperti itu, aku pun memberanikan diri untuk memegang wajahnya dengan kedua tangan, bermaksud memberi Richard ciuman.

Richard, seperti mendukung tindakanku, sedikit merendahkan tinggi badannya sehingga wajah kami kini sejajar.

Aku benar-benar bermaksud mencium bibirnya, tapi saat melihat bibir Richard yang begitu mempesona, aku tiba-tiba merasa gemetar.

Karena itu, aku segera memejamkan mata dan alih-alih mencium bibir Richard yang tampak menggoda, bibirku malah mencium ujung hidung Richard.

"Apa yyang sedang kamu lakukan?"

Richard bertanya, sepertinya marah dengan tindakanku.

"Eh? Apalagi? Aku berniat menciummu?" balasku, berusaha terlihat tak tahu malu.

"Mencium? Apa ini yang kamu maksud dengan mencium?"

Richard bertanya lagi dengan kening berkerut, terlihat jelas bahwa dia sangat tidak puas.

Aku mengalihkan pandangan dan menjawab dengan gugup.

"Aku... aku belum pernah berciuman dengan siapa pun sebelumnya. Jadi.... "

'Sejujurnya, tadi aku merasa agak malu jika langsung mencium bibirmu meski faktanya sekarang kamu adalah suamiku, itulah kenapa aku mencium hidungmu tadi.'

Ku bisikkan kata itu dalam hati, tanpa berani mengucapkannya keras keras.

"Hidungmu sangat mancung, jadi aku terpesona sebentar, hehe," kilahku, sambil nyengir seperti orang bodoh.

Richard yang mendengar itu, memegang kedua lenganku dengan erat dan berbisik dengan suara yang terdengar cukup mengancam.

"Sepertinya kamu perlu diajari apa itu ciuman, hm?"

Mataku seketika terbelalak lebar dan menjawab dengan cepat.

"Hah? Ah, t-tidak. Sepertinya itu tidak perl—"

Sebelum aku selesai bicara, Richard sudah mendorong badanku sehingga punggungku pun terjatuh atas ranjang.

"Kyaaa!"

Relfek, aku pun berteriak.

Richard yang tampak tak peduli, kini berada di atas tubuhku, memenjarakan diriku dalam kurungan lengannya yang kuat.

"Ap-apa yang mau kamu lakukan, Rich?" tanyaku, panik saat jarak kami begitu dekat seperti sekarang.

"Apalagi, tentu saja mengajari istriku yang sangat polos ini apa yang dinamakan sebuah ciuman," jawabnya, tenang.

Senyumnya terlihat sangat menawan dengan tatapan lesu yang menggoda, membuat aku semakin panik bukan main.

T-tunggu. Ini tidak mungkin.

Kami... kami tidak akan benar-benar melakukan malam pertama yang sangat liar di sini, kaaaan?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status