Share

7. Malaikat Penyelamat

"Richard di mana?"

Pagi hari, saat aku pergi sarapan, ku tanyakan kepada kepala pelayan di mana Richard, suamiku.

"Tuan Richard tidak pernah sarapan, Nyonya. Dan beliau sekarang telah berangkat lebih awal untuk pergi ke kantor."

Ethan, sang kepala pelayan menjawab.

"Hmm, baiklah."

Itu cukup bagus, toh aku juga belum tentu berani memandang wajah pria itu setelah kejadian semalam. Meski dia langsung pergi dan terlihat marah karena aku membicarakan hal yang merusak moodnya, aku masih merasa malu dengan ciuman kami.

Hari ini aku kembali dibuat kagum dengan pelayanan rumah ini yang seperti hotel bintang lima, makanannya juga sangat enak sehingga aku menghabiskan sarapan dengan hati senang.

"Sesuai perintah dari tuan Richard, mulai hari ini Anda akan pindah dan tinggal di kamar utama, di mana tuan Richard juga tidur di sana."

Ethan mengatakan itu padaku saat aku selesai sarapan, sedangkan aku yang mendengar berita mengejutkan itu, melongo menatap dirinya.

"Hah?"

Ini serius?

Kenapa... kenapa dia malah mengajak aku tinggal bersama di kamarnya? Itu pasti akan menjadi situasi yang canggung, kan? Apalagi setelah ciuman kami tadi malam.

Apa sih yang Richard inginkan?

Ah, benar.

Bukankah sekarang posisiku adalah tawanan? Merupakan pilihan baik untuk menaruhku sedekat mungkin dengannya. Mungkin seperti itu?

Menyadari fakta bahwa aku di sini bukan sebagai pengantin normal pada umumnya, aku menganggukkan kepala dengan tanpa semangat.

"Baiklah, tolong urus semuanya," ucapku pada kepala pelayan. Ethan yang tampak profesional itu mengangguk seolah sudah menunggu.

"Ohya satu lagi. Beliau juga memberi perintah bahwa Anda tidak boleh keluar dari rumah ini tanpa seizinnya. Tapi, jika Anda ingin berkeliling untuk melihat-lihat isi rumah, silakan."

"Baik, terimakasih, Pak," jawabku dengan tulus.

"Panggil saja saya Ethan dengan nyaman, Nyonya."

Ethan menyuruh aku memanggilnya dengan nama, sehingga aku tak ada pilihan selain mengangguk.

"Baik, Ethan."

Setelah mengatakan apa yang ingin dia katakan, Ethan akhirnya undur diri.

Dalam sekejap, karena ke profesionalan Ethan, aku sudah dipindah ke kamar utama, tepatnya kamar tidur Richard.

"Wah, gila. Kamarnya jauh lebih mewah dari kamarku," ucapku dengan mulut ternganga.

Meski kamar Richard ini didekorasi dengan minimalis, tapi kesan mewah dan elegannya sangat kental, kamar ini benar-benar mengingatkan aku pada pemiliknya.

Saat aku sedang duduk di sofa sambil mengagumi kemewahan kamar Richard, sebuah pesan masuk ke ponselku.

Dari Richard.

[Jangan pernah berani-berani melarikan diri dari rumahku, Jeany. Atau aku akan memotong kakimu sehingga tak bisa berjalan lagi. Ini hukuman untukmu, karena telah menyakitiku di masa lalu.]

Patuh, aku segera menjawab.

[Baik, Rich.]

Tak ada jawaban lagi dari Richard, meski begitu, aku tiba-tiba jadi kesusahan bernapas.

"Huufft, aku selalu merasa tegang setiap berbicara dengannya. Kenapa dia sekarang sangat menakutkan?" desahku, memegang dada yang terasa sesak karena tegang.

"Huuuh, Richard buat orang tidak mood saja."

Aku menggerutu dan berjalan keluar kamar, sudah kehilangan minat mengagumi kamar baruku.

"Ethan, aku sangat bosan di kamar dan ingin berkeliling, bolehkah?" tanyaku pada kepala pelayan.

Ethan segera menyetujui permintaanku dan memanggil Mayes, pengasuh Richard.

"Baiklah, saya akan meminta Mayes menemani Anda, Nyonya."

Setelah Mayes datang, wanita itu dengan sopan membimbing diriku berkeliling rumah Richard yang mewah dan sangat luas.

"Wow, ini benar-benar istana," gumamku dengan ekspresi terpesona.

Mayes tersenyum melihat reaksiku dan menjelaskan setiap fungsi salah tempat-tempat yang aku tunjuk.

Di rumah mewah ini, hanya Ethan, Mayes dan koki serta asistennya yang tinggal menginap. Pelayan lain biasanya datang di pagi hari dan pulang sore hari. Itu karena Richard tidak terlalu suka ada banyak orang di rumahnya.

Capek berkeliling, aku memutuskan untuk istirahat di salah satu taman rumah Richard yang indah. Di sana ada sebuah gazebo yang nyaman sehingga aku bisa duduk duduk dengan santai.

"Ini aneh."

Aku yang mulai menyadari ke absurd an sikap Richard, termenung sendiri.

Richard jelas-jelas bilang bahwa dia akan memenjarakanku, tapi menaruhku di rumahnya yang super mewah, rasanya seperti tidak dipenjara, bukan?

"Bodohnya aku. Ternyata semenyenangkan ini dipenjara. Pokoknya aku harus terus berbuat baik ke Richard dan berakting bahwa aku mencintai dirinya, sehingga aju bisa terus menikmati kenyamanan ini," ucapku, penuh tekad.

Aku menyeringai senang saat ingat betapa sopan dan baiknya para pelayan di sini, sehingga aku ingin terus hidup seperti sekarang, di mana tak perlu lagi bersusah payah mencari uang demi kehidupanku yang menyedihkan.

"Aku harus berakting lebih baik lagi nanti, demi hidup yang sangat nyaman ini."

Aku tertawa sendiri, memikirkan akting seperti apa yang harus kulakukan, supaya membuat Richard luluh dan percaya bahwa aku mulai jatuh cinta padanya.

"Cita-citaku untuk hidup hanya dengan makan dan tidur sepertinya tercapai hari ini."

Aku memandang langit dengan ekspresi puas. Ini benar-benar kehidupan seperti di syurga. Aku memakai gaun cantik, berdandan cantik dan tidak perlu bekerja.

"Dia melakukan semua ini tanpa paksaan dariku, jadi harus menikmatinya saja, kan?" ucapku dengan tawa senang, saat sadar bahwa kurungan yang dimaksud Richard ternyata senyaman ini.

Richard kemarin bilang bahwa dia akan mengurungku di rumahnya dan berkata bahwa ini hukuman untukku. Namun, kini aku sendiri sebenarnya bingung, apa yang dilakukan Richard ini merupakan hukuman atau apa?

"Dia bilang ini hukuman dan penjara? Penjara apa yang senyaman ini? Aku mau terus dipenjara kalau seperti ini," ucapku, lagi-lagi tertawa terbahak-bahak, seperti orang gila.

Bagaimana aku tidak senang.

Itu karena, pada kenyataannya bukankah Richard ternyata memperlakukanku dengan sangat baik?

Aku diberi tempat tinggal mewah, pakaian bagus dan makanan yang enak. Semua kebutuhanku terpenuhi dengan baik dan aku bahkan tak perlu melakukan apa pun di sini.

"Ini seperti... perlakuan kepada orang yang dia cintai. Benar, kan?"

Memikirkan Richard yang sekarang ternyata masih mencintaiku, pipiku merona merah.

Dulu dia memang bukan tipe ku, tapi sekarang, dengan tubuhnya yang indah dan wajahnya yang begitu jantan. Bagaimana aku tidak terpesona?

Dia yang sekarang terlihat kejam, tapi aku justru tertarik pada sisi Richard yang seperti ini.

Pipiku kembali merona saat membayangkan bagaimana kami melakukan malam pertama. Dengan tubuh Richard yang seperti itu, malam pertama kami... pasti akan penuh gairah, bukankah begitu?

Saat sedang asyik memikirkan tubuh Richard yang seksi, Mayes, wanita paruh baya yang memperkenalkan diri sebagai pengasuh Richard, tiba-tiba datang dengan troli penuh makanan ringan serta minuman.

"Nyonya, ini cemilan siang untuk Anda. Koki rumah ini khusus membuatkan ini untuk Anda karena Anda terlihat tidak semangat pagi ini," ucap Mayes seraya menghidangkan semua makanan itu di meja depanku.

"Ah? Terima kasih banyak, Mayes. Tidak perlu repot-repot."

Sungkan karena diperlakukan dengan sangat sopan, aku menjawab malu-malu.

Mayes tersenyum dan berbicara.

"Nyonya, apa Anda tahu? Kami semua yang ada di sini, sangat senang dengan kehadiran Anda."

"Hm?"

Aku memandang Mayes dengan kebingungan.

Apa ini tiba-tiba?

Rasanya seperti... dia akan mengatakan sesuatu yang buruk setelah semua pujian manis?

"Saya tidak berbohong, Nyonya. Anda seperti malaikat penyelamat bagi kami," ucap Mayes lagi, yang membuat keningku semakin berkerut.

Apa sebenarnya maksud ucapan pelayan Richard ini, dia benar-benar memuji, atau sedang menyindir?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status