Ayrin duduk termenung di atas sofa di dalam kamarnya. Ucapan Briyan selalu berputar-putar di atas kepalanya. Untuk tinggal bersama di kediaman Barata bersama Briyan dan Sarah sungguh hal yang tidak mungkin. Itu artinya ia harus menahan sakit hati setiap hari.
Tok...tok...tok... Suara ketukan dari pintu kamar membuat Ayrin tersadar dari lamunannya. "Nyonya sarapan pagi sudah siap, tuan sudah menunggu anda di meja makan" suara pelayan Riana dari balik pintu.
"Bibi aku masih siap-siap, katakan kepada mas Briyan agar sarapan terlebih dulu" sahut Ayrin dari dalam kamar. Ia sengaja berlama-lama di dalam kamar agar tidak sarapan bersama. Hatinya akan terasa sakit jika harus satu meja dengan Briyan dan Sarah, ia tahu wanita tidak tahu diri itu pasti akan bermanja-manja jika di dekat Briyan.
"Baik nyonya" sahut Riana lalu bergegas menuruni anak tangga menuju meja makan.
"Maaf tuan, nyonya meminta agar tuan sarapan terlebih dulu, beliau masih bersiap-siap" lapor Ri
Sebelum kembali ke kediaman Barata, Ayrin singgah di apartemen Deny untuk memberitahukan kalau ia sudah di terima bekerja di perusahaan Only Son. Deny yang mendengar kakak iparnya yang hampir sama dengan usianya, ikut merasa bahagia.Deny memberikan semangat kepada Ayrin. Bahkan ia memberi usul kepada Ayrin untuk membuka restoran, karena selain hobi desain Ayrin juga hobi masak, dan setiap makanan yang ia masak selalu memiliki cita rasa yang enak, dan berbeda dengan yang lainnya.Namun Ayrin belum kepikiran untuk usul yang Deny katakan, ia ingin fokus dengan pekerjaan barunya dulu untuk saat ini. Karena dari dulu Ayrin bercita-cita untuk menjadi seorang desainer ternama dan terbaik.Setelah berbincang-bincang lama dengan Deny, waktu tidak terasa sudah menunjukkan pukul 5 sore. Ia berpamitan kepada Deny lalu kembali ke kediaman Barata.Sebenarnya ia lebih nyaman tinggal di apartemen Deny, namun ia takut dengan ancaman Briyan. Kalau ia menolak untuk tinggal
Ini hari pertama Ayrin bekerja. Ia masih gugup dan canggung. Perasaan haru, bangga, sedih campur aduk seperti gado-gado di dalam hatinya. Andaikan ibunya masih hidup, pasti wanita itu akan bangga kepada putri semata wayangnya.Ayrin tersenyum menjatuhkan bokongnya di atas kursi goyang yang berwarna hitam yang di sediakan untuk ia duduki setiap hari. Ruangan itu cukup besar dan terasa nyaman. Selama 3 tahun ini ia sudah terbiasa tinggal di rumah besar dan kamar yang luas. Tetapi ruangan ini sangat berbeda, ini ruangan di mana ia harus mewujudkan impiannya menjadi desainer ternama.Tok....tok...tok... Seseorang mengutuk pintu ruangannya, yang membuat ia kembali ke alam sadar."Masuk" sahut Ayrin"Ini berkas yang harus kamu tanda tangani, setelah itu antar ke ruangan pak Direktur" ucap Lea sang manajer dan meletakkan map di atas meja kerja Ayrin."Baik buk" Ayrin tunduk hormat.Ia buru-buru membuka map dan menanda tanganinya setelah
Suasana makan malam saat ini terasa adem dan nyaman. Ayrin yang mendapat perlakuan romantis dari Briyan, membuat wanita berlesung pipi itu, sulit untuk menelan makanannya. Bagaimana tidak, Briyan menyuapkan makan yang di dalam piringnya kepada Ayrin.Lantas momen romantis yang baru terjadi sekali dalam 3 tahun ini, di abadikan oleh pelayan Riana. Ia meraih ponsel dari saku celananya dan mengambil beberapa foto romantis itu dan mengirimnya kepada Pamela sang nyonya besar yang berbeda di Prancis.Setelah makan romantis itu selesai, Briyan dan Ayrin duduk santai di ruang keluarga sambil menikmati film kesukaan Ayrin. Apalagi kalau bukan film opa-opa ganteng.Ting-nong ting-nong suara panggilan masuk ke ponsel Briyan. Dengan sigap Briyan meraih ponselnya dari atas meja. Nama yang muncul *mama*"Iya ma, apa kabar?" Sahut Briyan setelah mengusap layar ponselnya."Baik sayang, mama lagi bahagia banget, sulit untuk mama ungkapkan" jawab Pamela dengan seman
Pagi ini suasana hati Briyan terasa kacau dan tidak bersemangat, karena perjalanan tadi malam tidak sempat menyelam ke dalam laut melainkan hanya sampai di bibir panti. Rencananya ingin memiliki Ayrin seutuhnya harus gagal karena Sarah tiba-tiba pulang dan mengetuk pintu kamar Ayrin."Sayang kamu kenapa?" tanya Sarah saat sarapan di meja makan dan melihat wajah Briyan tidak seceria biasanya."Tidak apa-apa baby" sahut Briyan dengan senyum terpaksa."Maaf aku duluan mas Iyan, Sarah" pamit Ayrin setelah ia menyelesaikan sarapannya. Setelah pemanasan tadi malam, Ayrin menyebut nama Briyan menjadi Iyan.Hanya di balas dengan anggukan dan senyum manis Briyan."Hati-hati Ayrin" ucap Briyan di saat Ayrin bangkit dari kursinya."Terima kasih mas" sahut Ayrin.Sarah membulatkan matanya melihat Briyan yang tersenyum manis kepada Ayrin. Wajahnya berubah menjadi merah karena marah dan kesal."Sayang kenapa senyum melihat wanita kampu
Malam ini Ayrin sedang mengemas pakaian untuk ia bawa ke desa besok pagi. Beberapa makanan ringan telah ia beli dari supermarket untuk di bagikan kepada warga kampungnya. Kebahagiaan yang ada di dalam hatinya sudah tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Ingin rasanya cahaya bulan di malam ini cepat berlalu agar di gantikan dengan sinar matahari.Beberapa pakaian yang masih layak pakai ia bongkar dari dalam lemari, dan di susun rapi ke dalam koper, untuk di bawa ke kampung dan di bagikan kepada teman-teman dan para kerabat.Ia baru selesai berkemas di saat waktu menunjukkan pukul 11 malam, semua barang yang ingin di bawa, sudah tersusun rapi di dalam 3 koper.Perutnya yang sudah keroncongan memaksa ia harus turun ke meja makan untuk mencari sesuatu. Namun saat melewati ruang tamu langkahnya terhenti mendengar ucapan Sarah."Dasar pengecut, kamu tidak usah memanfaatkan Susan untuk melawan aku" ucap Sarah yang tiba-tiba muncul di hadapan Ayrin."Ma
Briyan pusing dengan tingkah Sarah yang memaksa untuk memiliki cincin berlian keluaran terbaru milik perusahaan Barata. Hal ini sungguh tidak mungkin. Jika ia menuruti kemauan Sarah, itu artinya ia menarik pernah dengan ibunya Pamela. Jika dia tidak menuruti Sarah, wanita itu meminta berpisah dengannya. Sungguh menjadi buah simalakama.Dari siang hingga malam, Sarah tidak mau berbicara dengan Briyan. Hal itu membuat Briyan jadi merasa bersalah, entah mengapa hatinya tidak tega melihat Sarah bersedih atau menagis. Wanita itu sudah berhasil mencuri setengah dari jiwanya, sehingga ia merasa gila jika Sarah menjauhinya."Baby jangan marah dong?" Bujuk Briyan sambil membelai rambut pirang Sarah yang saat ini sedang terbaring di atas tempat tidur dengan posisi memunggunginya."Besok aku cari jalan keluarnya, agar kamu bisa memiliki cincin itu" lanjut Briyan setelah 10 menit tidak mendapat jawaban dari Sarah."Kamu janji?" Todong Sarah dengan wajah yang cemberut
Senyum manis yang terukir di bibir Ayrin sejak tadi, karena Rehan tidak henti menggodanya, saat mereka di perjalanan menuju ibu kota Jakarta, seketika runtuh saat tiba di kediaman Barata. Bagaimana tidak, Sarah sedang bergelayut manja di pangkuan Briyan sambil memamerkan cincin berlian yang baru saja di berikan pria itu kepadanya.Namun Ayrin tetap terlihat tenang dan santai melewati dua sejoli yang sedang berbunga-bunga itu. Saat tiba di kamar ia segera mengirim pesan kepada Susan agar datang menjemputnya pukul 7 malam untuk pergi bertemu dengan Aisah.Tepat pukul 7 Ayrin sudah keluar dari kamar dan duduk di ruang tamu menunggu Susan."Kamu mau ke mana, berpakaian seperti ini?" Tanya Briyan yang juga baru keluar dari kamarnya."Mau jalan" sahut Ayrin dengan ketus"Sama siapa ? Kamu baru aja pulang, kok langsung pergi ?" Tanya Briyan sambil duduk di sofa yang terletak di depan Ayrin."Sama teman" lagi-lagi Ayrin menjawab dengan ketus.
Pertengkaran malam ini, akibat dari kecemburuan di saat makan siang di kafe The beginning of love. Briyan yang gelap mata, lantas melayangkan satu tamparan di pipi mulus Ayrin, yang membuat wanita itu semakin menantangnya.Briyan yang semakin geram dengan sikap Ayrin yang menantangnya, pria tampan itu mencengkeram kedua pipi Ayrin dan melemparnya kasar ke atas ranjang."Wanita tidak tahu diri" ucap Briyan dengan penuh amarah."Aku cukup tahu diri, itu sebabnya aku tidak pernah melarang kamu untuk melakukan apapun" sahut Ayrin sambil bangkit dari ranjang."Jika kamu tidak melarang aku, untuk melakukan apapun. Layani aku sekarang" Briyan kembali mencengkeram lengan Ayrin dan melemparnya ke atas tempat tidur."Lepaskan aku.... lepaskan" Ayrin memberontak di bawah kungkungan Briyan, tubuhnya yang sudah terasa sesak akibat Briyan menindihnya dari atas, membuat ia sulit untuk bernapas. Demi Tuhan, Ayrin tak Sudi menyerahkan kehormatannya kepada Bri