Share

Bab 3 Si Brengsek

"Beraninya kau mengabaikan perintahku. Kau pikir kau siapa?" Husam mencengkeram erat lengan gadis di depannya. Gadis itu meringis menahan sakit. Ia bertanya-tanya apakah pria itu mabuk lagi?

"Singkirkan tanganmu sekarang!" Ia berteriak. Pria itu tampak menahan tawa sesaat, namun segera tergantikan oleh kemarahan dan cengkramannya semakin erat.

"Kau pikir siapa kau hingga aku harus menuruti kata-katamu?!" bentaknya.

"Yah, aku tahu kamu pengecut dan kamu baru saja membuktikan bahwa aku benar." Sadia tersenyum sinis meskipun sebenarnya ia ingin menangis. Pria itu melepaskan cengkramannya dengan kasar lalu dengan paksa mengambil tas jinjing milik Sadia.

"Hei! Kembalikan tasku!" hardik Sadia sembari mengulurkan tangannya mencoba merebut tas itu kembali. Namun tiba-tiba dua orang pria datang dan dengan sigap menahannya. Ia memberontak, namun mereka begitu kuat.

Husam membuka resleting tas milik Sadia dan membalikkannya di atas meja, membuat semua barang milik Sadia berceceran hingga jatuh ke lantai. Namun pria itu tak peduli, dengan cepat ia mengambil ponsel milik Sadia dan mulai mengoperasikannya.

"Apa yang kau lakukan? Kembalikan ponselku." Saya berjuang tetapi gagal total.

"Ah, ponsel murahan. Tenang saja, aku tidak tertarik untuk memilikinya." Pria itu terkekeh dengan angkuh

"Di mana keluargaku?" Pikiran Sadia tiba-tiba mengingatkannya pada tujuan awal ia kesini, untuk menyelamatkan keluarganya. Namun, pria itu bertingkah seolah tak mendengar perkataannya, ia justru sibuk mengotak-atik ponsel milik Sadia, membuatnya semakin kesal.

"Ada apa denganmu? Apa kau tuli?" celoteh Sadia dengan kekesalan yang semakin berkecamuk. Mata Husam langsung menghunjam pada mata Sadia, dengan tatapan mautnya.

Husam beranjak maju mengikis jarak di antara mereka. Ia mencengkeram rahang gadis di depannya, membuatnya meringis kesakitan. "Ingat! Jangan pernah. Kuulangi, jangan pernah berbicara kepadaku seperti itu. Karena itu sama saja kau mencoba mencari gara-gara denganku."

Air mata Sadia mulai keluar dari pelupuk matanya, namun ia mengedipkan matanya beberapa kali agar air mata itu tidak jatuh di pipinya. Ia merasa seperti seorang tahanan yang telah melakukan kesalahan begitu besar di mata pria itu.

Sesaat kemudian, Husam mengembalikan ponsel itu pada Sadia. "Aku sudah membuka blokir ke nomorku. Sekarang tolong berhenti menjadi perempuan udik dan dengarkan aku baik-baik, karena aku tak akan mengulangi ..."

Pria itu berbicara dengan tenang, namun mampu membakar emosi Sadia. "Aku bisa saja memblokir nomormu lagi. Kau pikir aku tidak berani?"

"Kau tidak akan berani, jika keluargamu dipertaruhkan," pria itu menyeringai, membuat Sadia semakin cemas. Ia tak ingin pria itu melakukan sesuatu pada keluarganya. Jika ha itu menyangkutdirinya sendiri, ia bisa saja melawan pria itu dengan berani. Namun, ketika itu sudah menyangkut keluarganya, Sadia bisa menyerahkan segalanya.

"Apa yang kau lakukan pada mereka?" Sadia berteriak.

"Ssst! Sekarang, kau harus membantuku dan aku akan melepaskan keluargamu dengan selamat," ucap pria itu.

"Membantu apa?" tanya Sadia sambil mengernyitkan dahinya.

"Kau harus menikah denganku."

Mata Sadia membulat, ia tak menyangka pria itu akan mengatakan hal itu.

"Jangan besar kepala dulu, nona. Pernikahan ini hanya akan berlaku selama enam bulan."

"Lelucon yang bagus!" ucap Sadia sambil tertawa mendengar perkataan pria itu, ia tak percaya dengan pembicaraan bodohnya yang tak masuk akal.

"Ini bukan lelucon. Aku akan menikahimu, tak peduli kau suka atau tidak. Aku hanya membuat segalanya lebih mudah untukmu sekarang. Aku juga ingin memberimu sebagian keuntungan dari perusahaanku setelah menikah. Lihat, betapa baik hatinya aku." Pria itu tersenyum.

"Pernikahan bukanlah lelucon! Dan, jika kau begitu tertarik untuk menikahi seseorang, kenapa harus aku? Bukankah kau sangat membenciku?"

Pria itu mengangguk. "Anggap saja aku terpaksa."

Ia kemudian mengangkat tangan dan segera seorang pria memberinya sebuah berkas yang berisi beberapa dokumen.

"Sekarang, baca dan tandatangani," ucapnya sembari menyodorkan berkas itu pada Sadia. Sadia terbelalak.

"Aku bukan budakmu yang akan menuruti semua kemauanmu, dan aku tidak akan menikahimu." ucap Sadia dengan tegas.

Tiba-tiba ponsel Sadia berdering, menadakan ada sebuah panggilan masuk. Terpampang jelas di layarnya 'Bibi Alya'. Sadia mengernyitkan dahi sesaat, lalu dengan cepat ia menerima panggilan telepon itu.

"Di mana kau Sadia? Aku sudah menelponmu berkali-kali, tidak diangkat juga. Kau sudah–" Belum sempat ia melanjutkan perkataannya, Sadia sudah memotongnya.

"Bibi baik-baik saja?" tanyanya dengan khawatir.

"Ya, sempurna. Sudah, aku tak punya waktu untuk berbasa-basi. Aku meneleponmu untuk memberitahumu kalau aku tidak di rumah. Ibu Husam mengundang kami untuk makan malam. Kau juga harus datang ke sini, dan–" Husam tiba-tiba menyambar ponsel itu dari tangan Sadia, membuat gadis itu kembali membelalakan matanya.

"Beraninya kau!" teriak Sadia. "Kau menipuku, dasar brengsek!" umpatnya.

"Aku tidak melakukannya, bukan berarti aku tidak bisa melakukannya. Sekarang berhentilah membuang waktuku dan tandatangani surat-surat sialan itu. Aku akan membayarmu dan kita akan menyelesaikannya," ucap Husam sembari menyodorkan kertas itu pada gadis di depannya.

"Tidak akan!" jawab Sadia sambil melempar berkas-berkas itu padanya.

Pria itu mengepalkan tinjunya seolah mencoba menenangkan dirinya sendiri. Sadia mulai beranjak pergi. Pria itu tidak menghentikannya, namun ketika Sadia sudah selangkah lagi menuju pintu, ia mendengar pria itu kembali bersuara.

"Kalau kau melangkah keluar, kesepakatan selesai. Dan aku harus melakukannya dengan caraku sendiri."

Sadia menghela napas panjang sebelum melanjutkan langkahnya dan ia benar-benar pergi. Ia berjalan pulang melalui malam yang dingin menusuk tulang, semua karena si brengsek bernama Husam itu.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status