Share

Ternyata Suamiku Dukun Nakal
Ternyata Suamiku Dukun Nakal
Author: Diganti Mawaddah

1. Pulang Malam dengan Wajah Lelah

"Lunar," panggil Birawa; membangunkan istrinya yang sudah terlelap. Pria itu mengusap pipi Lunar sambil tersenyum. Tangan dingin yang terasa di pipi, tentu saja membuat Lunar terbangun. Ia membuka kelopak mata yang sangat berat, karena belum lama terlelap. Suara berat dan sentuhan tangan dingin Bira tentu saja sangat di hapal oleh semua indra yang ada di tubuhnya.

"Eh, Bang Bira udah pulang. Jam berapa sekarang?" Lunar menggosok matanya sambil menoleh ke jam dinding. Sudah pukul setengah dua dini hari. Pria itu melepas bajunya dan celana batik berkantung samping, hingga tergeletak di lantai. Lunar tersenyum melihat suaminya yang begitu gagah, apalagi bila dilihat dari belakang. Dadanya bidang, ototnya juga terbentuk dengan sangat baik. Tenaganya di malam sabtu juga luar biasa. Melihat suaminya yang semakin hari semakin tampan dan gagah, membuat Lunar begitu gembira.

"Ambilkan air putih hangat seperti biasa ya, Lunar," pinta Bira sambil berjalan santai keluar dari kamar, hanya mengenakan celana dalam saja.

Lunar turun dari ranjang, lalu memunguti pakaian suaminya untuk ia masukkan  ke dalam mesin cuci. Air hangat ia tuangkan ke dalam gelas berukuran besar, lalu ia bawa ke kamar. Lunar tidak melanjutkan tidurnya, melainkan menunggu suaminya selesai mandi.

Sudah menjadi kebiasaan, jika suaminya pulang praktek, maka ia akan menemani berbincang, walaupun sebentar.

"Kenapa ga tidur lagi?" tanya Bang Bira begitu ia masuk ke kamar dalam keadaan segar.

"Ngantuknya jadi hilang, kalau Bang Bira pulang," jawab Lunar sambil tersenyum manis. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu pun ikut tersenyum sambil membuka lemari untuk mengambil pakaian.

"Ya ampun, Abang lupa kunci pintu," kata Bira sambil menepuk keningnya.

"Biar saya aja yang kunci." Lunar berjalan keluar kamar untuk mengunci pintu. Setelah ia memutar anak kunci itu dua kali, ia pun berjalan ke dapur untuk minum. Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa kering.

Lunar menoleh pada jemuran handuk. Ada celana dalam basah suaminya. Wanita itu tersenyum. Ia sangat senang dengan kebiasaan suaminya yang selalu mencuci celana dalam sendiri sepulang praktek memijat.

"Abang, biarin aja celana dalamnya saya putar di mesin cuci. Ini malah sudah dicuci, wangi lagi," komentar Lunar begitu ia masuk ke dalam kamar.

"Gak papa, sekalian mandi. Cuci celana dalam gak berat, kecuali cuci karpet," balasnya sambil tertawa. Lunar pun ikut tertawa. Satu hal lagi yang sangat ia sukai dari Bira, bahwa suaminya humoris. Lunar mematikan lampu, lalu ikut naik ke ranjang.

"Bagaimana hari ini, Bang? Banyak pasiennya?" tanya Lunar yang sudah berbaring memeluk suaminya.

"Lumayan, besok Abang kasih uangnya ya. Abang ngantuk banget hari ini banyak pasien lelaki dan perempuan bertubuh besar, sehingga tenaga Abang harus ekstra. Tolong di charger HP Abang ya. Ada di tas." Lunar mengangguk paham. Lalu tanpa diminta oleh suaminya, Lunar sudah memijat tangan pria itu sampai suara napas Bira terdengar teratur. Lunar merapikan selimut, lalu mengecup bibir suaminya sekilas. Ia turun dari ranjang untuk menjalankan tugas dari suaminya tadi. Lunar mengambil ponsel dalam keadaan mati itu untuk ia charger.

Drt!

Ternyata ponsel suaminya belum benar-benar mati. Lunar mengambil ujung kabel, lalu mencalonkan di lubang pengisi daya itu. Ponsel pun menyala. Tatapannya mendadak fokus dengan pesan yang baru saja masuk.

'Bang Bira, nanti sore saya datang lagi. Seperti permintaan Bang Bira, dari rumah saya gak pakai dalaman'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status