Share

Pernikahan Tiba-Tiba

Malam hari yang telah tiba membuat degub jantung Veronica semakin bertalu-talu. Ia berjalan menuruni tangga seperti seorang putri raja bersama para pelayan yang setia memegangi gaun panjangnya. Dia cantik, sekali. Tapi bagaimana dengan pangerannya? Sampai di altar pernikahan pun dia tidak dapat menemukan kehadiran lelaki itu. "Tuan Arliando kemana?" Pertanyaan itu hanya mengalun di udara tanpa bisa dijawab oleh pelayan-pelayan disana. Mereka juga tidak mengetahuinya.

Jam terus berdentang hingga hampir jam sepuluh malam. Para pelayan yang melihat nona mereka berdiri menjadi kasihan. Wanita itu hanya ditemani pendeta yang juga menunggu di sampingnya. Ruangan yang lebar dan sunyi ini menjadi saksi betapa sabarnya Veronica berdiri menunggu calon suaminya. Beruntung beberapa menit kemudian Arliando muncul di pintu utama. Sayangnya tanpa adanya jas pernikahan atau hanya sekedar setangkai bunga. Lelaki itu berjalan ke depan pendeta dengan raut dingin di wajahnya.

Tanpa menunggu lama, pendeta segera membantu mereka mengucapkan janji suci masing-masing. Hingga tiba giliran Veronica, gadis itu malah terdiam dengan tangan gemetar. Apakah benar ini adalah pernikahannya? Dengan lelaki dingin yang bahkan kini hanya menatapnya datar tanpa minat. Dia gelisah, pernikahan adalah sesuatu yang terjadi sekali seumur hidup. Dan lelaki ini akan bersanding bersamanya sampai tua nanti. Melihat Veronica terdiam, Arliando mendecih kesal. "Cepat ucapkan janjimu, Veronica. Aku tidak punya banyak waktu."

Para pelayan tanpa sadar menutup mata, tidak tega melihat ekspresi terkejut nona mereka. Di hari yang bahagia, calon suaminya sendiri malah tidak menyediakan cukup waktu untuk pengantinnya. Dengan menahan air mata Veronica berbisik pelan. "Aku, Veronica Madeline, menyatakan bersedia menjalani pernikahan sehidup semati bersama Arliando Magistra dan bersedia menemaninya hingga ajal merenggut nyawa."

"Sekarang kedua pengantin bisa saling berciuman." Veronica menegup ludah. Arliando menatapnya dalam hingga mau tak mau membuat wanita itu terpejam karena gugup. Cup. Kecupan pada bibirnya itu tak pelak membuat Veronica terkejut. Ini adalah first kissnya. Perlahan gadis itu membuka mata, melihat bagaimana reaksi lelaki yang kini telah resmi menjadi suaminya. Mata setajam elang itu menatapnya lekat hingga membuat jantung Veronica berpacu tak karuan. Dengan canggung Veronica menggenggam bahu Arliando berusaha agar dapat merasakan suasana hangat ini. Namun Arliando malah melepaskan genggaman tangannya. "Sudah selesai kan?"

Pendeta kebingungan, dengan kikuk menjawab, "Eh, sudah tuan. Sekarang kalian sudah resmi menjadi sepasang suami istri."

"Bagus. Sekarang aku akan pergi, ada urusan yang belum ku selesaikan." Apa ini? Kenapa Arliando bersikap seperti ini? Pendeta bingung dengan pasangan yang baru ia nikahkan. Sedangkan Veronica menahan kuat tangan lelaki itu sebelum melangkah menjauhinya. "K-kau mau kemana?" Pandangan dingin dihadiahi ke wanita itu. Veronica melepas lengannya dengan takut. Lalu tanpa bicara lagi Arliando meninggalkan altar pernikahan dan keluar dari sana. Membuat para hadirin terdiam.

Carol yang menangkap raut bingung Veronica hanya bisa memperhatikan bagaimana tuan muda mereka mencampakkan wanita yang baru saja menjadi istrinya. "Maafkan aku nyonya, tuan muda memang sedikit sibuk dengan pekerjaannya. Semoga anda dapat mengerti." Veronica terdiam. "Beristirahatlah di kamar utama dan tolong jangan menunggu tuan."

Malam ini adalah malam pertama mereka. Malam yang harusnya menjadi saksi janji mereka hari ini. Tapi kenapa lelaki itu malah pergi? "Tidak Carol, aku.. Aku akan menunggunya.."

Detik demi detik jarum jam menemaninya Veronica. Wanita itu meringkuk di atas ranjang lebar milik Arliando Magistra. Nuansa kamar yang gelap kontras dengan gaun tidur putih yang ia kenakan. Tubuhnya sebenarnya gemetar. Ini kali pertama dia membuka diri kepada lelaki selain dari ayahnya. Ia masih takut untuk disentuh, tapi sekarang ia punya kewajiban sebagai istri yang harus melayani suaminya.

Larut dalam pemandangan bulan purnama di luar jendela besar, Veronica memejamkan mata. Sebelum sebuah gerakan terasa pada sisi kasur dibelakangnya. "T-tuan!" Arliando mengernyit saat wanita itu mendadak bangun dan menatapnya lebar. "Kenapa? Apa aku hantu?"

"T-tidak, a-aku hanya terkejut.." Wanita itu terduduk menatapnya. Balutan gaun tipis yang dikenakan Veronica terlihat pas ditubuh wanita itu. Sayangnya Arliando tidak bisa menyentuhnya sekarang.. Sedangkan Veronica masih tetap membeku dengan keringat dingin bercucuran di tempat. Matanya tak bisa pergi dari Arliando yang sedang mencopot dasi serta jas di sisi ranjang. "Kenapa?"

Veronica tidak menjawab. Ia menimang-nimang keputusan yang ada di kepalanya, meneguk ludah susah payah sebelum perlahan menghampiri sang suami meski harus menahan takut bukan main. Ya, dia harus bertindak dengan menjadi pendamping yang baik. Untuk itulah Arliando membawanya kemari. "B-biarkan aku membantumu.." Namun tangan kecil itu ditahan dengan kasar. Veronica menatap kedua mata Arliando yang memandang tajam. "Apa yang mau kau lakukan?"

"A... Aku.."

"Jangan berharap aku akan menyentuhmu sekarang. Lebih baik kau pergi ke kamarmu sendiri daripada kau kemari hanya karena ingin menggangguku." Kemudian dilepas hingga Veronica meringis pelan.

Wajah cantiknya memandang nanar. Apa yang baru saja suaminya katakan? Padahal dia hanya ingin menjadi istri yang baik - meskipun ia baru mencoba. "Ma-maaf.." Arliando menatapnya singkat. Wanita itu sepertinya tahan dengan apa yang ia ucapkan, tidak keluar dari kamar dan masih duduk disana. Ia mendengus samar, memilih berbaring dan tidak menghiraukan Veronica.

Apa dia tidak cukup menarik bagi Arliando? Ia ingin menjadi istri yang baik untuknya. Uang itu, uang yang tidak sedikit diberikan kepada orang tuanya tidak mungkin hanya untuk main-main belaka. Lelaki itu pasti melakukannya agar Veronica bisa membuatnya senang. Tapi yang terjadi kini alih-alih menerkam, Arliando sudah mendengkur pelan di sampingnya. Membuat Veronica sedikit kecewa, namun juga bernafas lega. Jujur, dia masih canggung sekarang. Dia masih perlu waktu untuk membuka dirinya untuk sang tuan muda. Bagaimanapun mereka belum mengenal satu sama lain sama sekali. Arliando begitu misterius dan susah untuk ditebak. Perlahan ia membaringkan diri menghadap suaminya. Merenungi wajah tampan itu dari samping hingga tanpa sadar ikut tidur terlelap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status