Share

Lelaki Tak Punya Hati

Veronica diam termenung, memikirkan bayangan sang pangeran yang ternyata begitu diluar perkiraan. Namun bulir air mata yang tak sengaja menetes itu dengan segera ia hapus saat sang ibu memasuki kamarnya.

"Ayo, Veronica. Calon suamimu sudah tidak sabar ingin bertemu." Tangan itu menariknya sedikit keras.

Tapi kedua kaki Veronica tidak mau berjalan. "Ibu.." Panggilan itu membuat Marry mengerutkan alisnya. Veronica menatap takut sembari mulai berbicara. "A-apakah dia lelaki yang akan ibu jodohkan padaku?"

Oh, ternyata tikus kecil ini sudah melihatnya? "Iya, benar. Tampan bukan? Dia sangat cocok denganmu yang cantik jelita ini." Marry berkata dengan wajah seperti marah sekali. "Jangan banyak bertanya, ayo ikut aku keluar sekarang. Dia bisa marah besar jika kita tidak mematuhi perintah."

Tapi lagi-lagi Veronica tidak mau berjalan. Gadis itu malah menunduk dengan air mata berlinang. "Kenapa kau malah menangis, hah?! Riasanmu bisa rusak!"

"I-ibu aku tidak mau.. Hiks.." Pria itu, pria itu sangatlah mengerikan. Sifatnya buruk dan ia terlihat galak. Veronica takut dengannya, bahkan hanya dengan mengintip pria itu saja dirinya sudah gemetaran. Tapi Marry tidak mengerti. Wanita itu malah kalap dengan emosinya sendiri.

"Apa katamu?"

"A-aku tidak mau menjadi istrinya, ibu.."

"Katakan sekali lagi."

"Hiks.. Aku mohon, ibu.."

"KATAKAN SEKALI LAGI, VERONICA!!" Bentakan kuat itu membuat gadis lemah dihadapannya terlonjak. Marry lalu menjambak kuat rambut anaknya dan dengan kesal berbisik di telinganya. "Dengarkan aku, aku dan Josh menjodohkanmu dengan pria itu bukan hanya ingin memberi anak gadisku ini suami semata, tetapi untuk melunasi hutang-hutangku yang menumpuk karena menghidupimu sampai dewasa!"

Veronica membeku. Ia tak lagi terisak, tapi tetes demi tetes air mata semakin deras mengalir di pipinya. "Kau pasti tidak pernah tau. Tapi Arliando yang sangat baik itu membantu kita mempertahankan rumah ini agar tidak diambil rentenir penagih hutang. Aku tidak bisa membayarnya dengan apapun, jadi satu-satunya harapanku hanyalah dirimu Veronica!"

"......" Gadis itu tak bisa berkata-kata lagi. Kedua mata Marry yang ikut menangis membuat hatinya semakin mencelus, dipenuhi rasa bersalah dan kesedihan terpendam. Betapa besar pengorbanan Marry dan Josh selama ini? Ia sendiri yang menyaksikan bagaimana kedua orangtuanya susah payah bekerja untuk dirinya. Dia tak mau menyusahkan mereka lagi. "Maafkan aku, ibu."

"Sudah, sekarang ayo turun ke bawah. Calon suamimu sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu," Veronica mengangguk. Sekarang tanpa paksaan mengikuti langkah ibunya menuju ruang tamu.

"......" Veronica sudah berdiri di depan Arliando. Tapi tanpa memandang wajahnya pun Veronica bisa merasakan betapa dinginnya mata itu menatap kearahnya. Gadis itu gemetar.

"Sapa calon suamimu, Veronica." Josh berbisik memerintah pelan. Putrinya dengan patuh menunduk sekejap sembari menggulirkan pandangan pada tuan muda. Sedangkan Arliando Magistra nampak acuh tak acuh melihat gadis di depannya dari atas sampai bawah. Dalam hati ia sedikit mengakui kalau orang yang akan ia jadikan istri itu memang cantik. Tapi tak lebih cantik dari ratusan wanita yang pernah ia tiduri.

"Berapa umurnya?" Pertanyaan itu membuat Veronica mengerjap. Apakah Arliando tidak mengetahui apapun seperti dirinya?

"Dua puluh tahun, tuan." Arliando mengangguk puas. Tak lama lelaki itu nampak memanggil seseorang di belakang. Veronica melihat seorang pria maju bersama sebuah koper besar. Membukanya tepat di depan kedua orang tuanya.

"Astaga!" Marry memekik kaget. Setumpuk uang di dalam koper itu membutakan mata mereka yang tidak pernah melihat uang sebanyak itu. "Apakah itu cukup?"

Veronica mengernyitkan dahi. Apa ini? Kenapa dia memberi orang tua Veronica sejumlah uang yang mungkin saja berjumlah milyaran? "Cukup. Cukup sekali, tuan!"

Marry dan Josh kalut dalam rasa senang, tidak menghiraukan tatapan kebingungan anak angkat mereka. Ayah, ibu, apakah kalian menjualku alih-alih menjodohkanku dengan lelaki itu? Masih larut dalam rasa heran, Arliando mengalihkan perhatiannya. "Sekarang kalian sudah tidak memiliki hak lagi atas wanita ini. Uang itu tiga kali lipat dari yang kalian inginkan, wanita ini sudah jadi milikku sekarang."

"Baik, tuan. Sekarang anda bisa membawa Veronica pulang."

Apa? Veronica tercengang. Tunggu, apakah orang tuanya menjual Veronica? Dia sungguh kebingungan. Bibirnya terbuka ingin bertanya, tapi Arliando sudah dahulu bertindak. Menggenggam lengannya tiba-tiba dan menariknya keluar tanpa sepatah kata. "T-tunggu tuan,"

Alis tajam itu menyatu, pandangannya yang setajam pedang bagai menusuk kedua mata Veronica tepat ke dalam. Wanita itu menelan ludah. "Kenapa anda memberi kedua orangtuaku uang sebanyak itu? A-apakah mereka masih punya hutang dengan rentenir itu?"

Mata Arliando yang sehitam langit malam menatap wanita itu dengan keheranan. Wajahnya yang garang membuat Veronica ketakutan, tapi keganjilan ini harus ia pastikan. Perlahan Arliando melepaskan tangannya. Dengan jengah mendecak sembali berdiri di hadapan Veronica. "Dengar wanita banyak bicara. Aku tidak mengerti dengan rentenir yang kau bicarakan itu,"

Suaranya mengalun begitu dingin di telinga Veronica. Gadis itu menyimak dengan gemetar. "Tapi yang ku lakukan tadi adalah membelimu." Kedua mata itu terbuka lebar. "Kedua orang tuamu menjualmu seperti sebuah barang,"

Kalimat terakhir itu mengiris hati Veronica menjadi berkeping-keping. "A-apa?"

"Itulah yang terjadi. Kalau kau tidak percaya, pergi dan tanyai kedua orang tuamu itu. Aku bahkan tidak peduli kalau kau ingin kembali dan tidak mau ikut denganku." Pria itu terus mengucapkan kalimat jahat dengan raut datar tanpa penyesalan. Veronica berusaha mengabaikannya dan memilih membalikkan badan menuju rumah. Meskipun sakit, tapi ia harus memastikan keganjilan ini sekarang.

Namun baru saja wanita itu berbalik, hatinya kembali mencelus saat melihat pintu rumahnya sudah tertutup begitu rapat. Seakan mengusirnya, Marry dan Josh tidak lagi nampak atau hanya sekedar mengantar kepergiannya. Ia menangis dalam diam. "Pulanglah kembali ke rumahmu kalau kau mau. Mereka menjualmu karena tidak menginginkanmu lagi."

Veronica terisak pelan. Dadanya semakin sesak oleh kalimat yang baru saja diucapkan calon suaminya sendiri. Apakah itu benar? Apakah kedua orang tuanya menjual Veronica karena ia tak lagi diharapkan? Tapi kemana ia akan pergi kini? Barang-barangnya sudah diangkut oleh pengawal Arliando, dan pintu rumah itu tak lagi terbuka sekarang. Veronica tak lagi punya tempat untuk pulang.

Arliando mendengus muak. Wanita itu sangat mendrama dan berlebihan. Bagaimana bisa ia menjadi istri dari seorang Magistra? Veronica begitu lemah untuk dirinya yang kuat dan luar biasa. Jika saja ia tidak membutuhkan keturunan, sudah pasti ia tidak akan mencari seorang istri. Perhatiannya lelaki itu lalu beralih saat Veronica berdiri menghadap dirinya. Berani menatap tanpa rasa takut. "Izinkan aku tinggal denganmu. Aku berjanji akan menjadi istri yang baik, serta ibu yang baik untuk anak-anakmu.."

Sejenak Arliando tidak berucap. Hanya matanya yang terus saja menatap tajam. Tapi segaris senyum yang hampir tak nampak muncul dibibirnya. Diiringi telapak tangan yang menarik lengan Veronica keras. "Bagus. Itu memang tugasmu. Karena asal kau tau, meskipun kau tidak terima, kau tetap akan menjadi milikku."

Bibir tipis itu meringis kesakitan saat Arliando mendorongnya tanpa belas kasih. "Bawa dia, Carol. Kita akan pergi sekarang." Panggilnya pada seseorang sembari memasuki mobil yang sudah terbuka untuknya. Veronica hanya diam dan menatap pria itu dari luar. Sebelum seorang wanita mendekati Veronica sembari berbisik pelan. "Mari ikut denganku, nona."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status