Share

5. Meminta Restu

“Dara, katakan apa maksudnya tadi!” titah Risya seraya mondar-mandir di ruang rawat Kaivan yang kini sudah berpindah di ruang Vip. 

“Tadi Kakaku bilang aku harus menjaga Kakak ipar, dan di sana hanya ada kamu. Kalau bukan kamu, siapa lagi Kakak iparku?” tanya Risya lagi. Kaivan yang memegang mobil mainan pun bingung melihat Kak Risya dan Kakaknya. 

“Dara, kenapa kamu diam saja?” tanya Risya membuat Dara tersentak. 

Dara menatap Risya, “Risya, maafkan aku yang sudah lancang jadi Kakak iparmu. Aku tau kalau aku hanya perempuan biasa yang tidak ada apa-apanya daripada keluarga kamu. Aku juga tau kalau aku tidak cocok jadi istri Kakakmu, tapi aku … aku ….” 

“Kamu mau jadi istri Kakakku beneran?” tanya Risya berbinar senang. Tanpa aba-aba Risya memeluk tubuh Dara dengan erat membuat Dara kaget. Pelukan Risya yang kencang membuat Dara sesak. 

“Kenapa kamu tidak mengatakan apa-apa padaku saat dekat dengan Kakakku? Dari dulu aku senang sekali saat melihat Kakakku kelihatan menyukaimu. Aku pikir Kakakku cupu tidak berani menyatakan rasa sukanya padamu, Kakakku yang kupikir cupu nyatanya suhu. Jadi kapan kamu mulai pacaran sama dia? Lalu apa rencana masa depan kalian? Dan kapan kalian akan menikah?” tanya Risya bertubi-tubi dengan semangat. Dara mengerjapkan matanya mendengar ucapan Risya. Dara pikir dia tidak akan mendapatkan restu dari Risya, tetapi dugaan Dara salah besar. 

“Dara, aku sangat ingin kalian berdua bersama sejak dulu. Aku senang sekali kamu jadi Kakakku, bagiku tidak ada yang cocok dengan Kakakku kecuali kamu,” ujar Risya yang kini kembali memeluk tubuh Dara. 

“Aku juga mau dipeluk,” rengek Kaivan cemberut saat dua perempuan itu tidak ada yang menganggapnya. 

Risya segera melepas pelukannya dengan Dara dan menghampiri adik Dara yang sudah dia anggap adiknya sendiri. “Sini Kakak peluk,” ujar Risya. Kaivan merentangkan tangannya dan membalas pelukan Risya. 

“Karena kamu anak baik, kamu dapat bonus ciuman dari Kakak,” kata Risya mencium pipi Kaivan bertubi-tubi membuat Kaivan terkikik geli. 

“Kalau sama cewek cantik saja mau peluk,” ejek Dara menghampiri adiknya. 

“Kak Risya memang Kakak tercantik,” puji Kaivan membuat Dara mendengus, sedangkan Kaivan menjulurkan lidahnya pada sang Kakak. 

Dara mengelus puncak kepala Kaivan, kini Dara bisa sedikit bernapas lega karena dia yakin adiknya akan sembuh kalau Revan membantunya. Tidak peduli kalau dia harus kehilangan harga diri dan seluruh tubuhnya, Dara hanya ingin adik dan Ayahnya sembuh. Dari awal dia memang sudah tidak punya masa depan, jadi tidak ada gunanya kalau Dara masih naif tidak mau dengan bantuan Kaivan. 

Dara semakin mengelus kepala Kaivan, elusan tangan Dara sangat lembut sampai membuat Kaivan mengeluh ngantuk. Namun, saat tangan Dara menjauh dari kepala bocah itu, tangan Dara penuh dengan rontokan rambut sang adik. 

“Kakak jangan elus lagi, aku tuh jadi ngantuk,” keluh Kaivan. 

Buru-buru Dara menyembunyikan rontokan rambut adiknya di saku celananya. “Iya, Kakak gak ngelus lagi. Sekarang kamu mau makan apa?” tanya Dara. 

“Makan ayam goreng pedas, susu manis, mau mochi, mau roti gulung,” oceh Kaivan bertubi-tubi. 

“Kai, gak boleh makan itu semua,” tegur Dara. 

“Terus makan apa dong?” tanya Kaivan bersungut-sungut. 

“Makan sayur yang banyak, minum air putih yang banyak, susu kedelai,” jawab Dara. 

“Aku sudah bosan, Kak. Aku mau yang enak-enak,” rengek Kaivan yang mulai rewel. 

“Mau makan ayam pedas, mau makan mochi,” rengek Kaivan lagi yang kini mulai guling-guling di ranjang. bagaimana pun juga Kaivan masih bocah berusia lima tahun yang kemauannya ingin selalu dituruti. 

“Kakak, aku mau mamam itu pokoknya itu!” pinta Kaivan marah. 

“Kalau kamu masih mau makan itu, nanti disamperin Dokter Revan,” ujar Dara membuat Kaivan menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut karena takut. 

Risya tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Dara yang sukses membuat Kaivan takut.

“Kakak, jangan panggil Dokter itu!” pinta Kaivan. 

“Ya makanya jangan minta aneh-aneh, kamu harus makan banyak sayur biar cepat sembuh,” jelas Dara. Dari balik selimutnya Kaivan mengangguk. 

“Dokter Revan tidak ada di sini kan?” tanya Kaivan memastikan. Bocah itu takut kalau membuka selimut tiba-tiba ada Revan di sini. 

“Gak ada,” jawab Risya. Kaivan menurunkan selimutnya pelan-pelan untuk meyakinkan bahwa Revan memang tidak ada di sana. Setelah tidak melihat Dokter berwajah ganteng itu, Kaivan langsung bernapas lega. 

Dara menggeleng pelan melihat tingkah adiknya. Jangankan Kaivan, Dara saja takut pada Revan saat Revan mode menyeramkan. 

*****

Malam ini Dara berdandan cantik memakai dres yang dibelikan oleh Revan. Revan memaksanya memakai dres itu dan kini mereka dalam perjalanan menuju ke rumah orang tua Revan atau tempat yang biasa Dara kunjungi untuk dibersihkan. 

Ayah Dara sudah dipindahkan ke ruang perawatan dan besok melakukan kemoterapi. Hasil pemeriksaan menyatakan kalau Ayah Dara mengalami kanker stadium dua. 

“Dara, kita akan menemui orang tuaku untuk meminta izin menikah,” ucap Revan. Dara mengangguk, perempuan itu meremas tangannya sendiri karena gugup. Meski Dara sudah sering bertemu dengan orang tua Revan, tetapi dia datang hanya sebagai teman Risya sekaligus tukang bersih-bersih, sedangkan sekarang menjadi calon menantu. 

Tidak beberapa lama mereka sampai di rumah yang lumayan besar. “Ayo turun!” ajak Revan yang diangguki oleh Dara. 

Kini Revan dan Dara berjalan beriringan menuju ke rumah mewah yang pintunya terbuka lebar. 

“Revan, masih ingat rumah Ibu ternyata,” ujar Selin setengah menyindir saat melihat anaknya. Selin mengerutkan dahinya saat melihat Dara di samping Revan. 

“Bu, aku mau ngomong,” ucap Revan. 

“Ngomong saja!” titah Selin. 

“Ayo duduk dulu, Bu!” pinta Revan yang mempersilahkan Ibunya duduk di sofa, pun dengan Revan yang ikut duduk bersama Dara. 

Perasaan Dara sangat gelisah karena takut kehadirannya ditolak oleh Ibu Revan. 

“Ayah dimana, Bu?” tanya Revan. 

“Ayahmu belum pulang. Kalau kamu mau bicara, cepat bicara saja!” titah Selin. 

“Aku mau menikah sama Dara,” ucap Revan membuat Selin tercekat. Selin menatap Dara dari atas sampai bawah membuat Dara kikuk. 

“Revan, ini gak lucu,” ucap Selin. 

“Aku serius, Bu. Aku mau menikah sama Dara dalam waktu cepat,” ujar Revan yakin. 

“Revan, Ibu sangat menyukai Dara. Dia gadis yang baik, setiap kali dia kesini Ibu selalu terhibur dengan pribadinya yang ceria. Tapi kamu jangan melempar kotoran di wajah Ibu, setiap Ibu menginginkan yang terbaik untuk anaknya, termasuk Ibu. Ibu ingin masa depan kamu cerah, memilih istri yang gap profesinya tidak jauh karena kesetaraan itu penting,” jelas Selin membuat Dara menarik napasnya dalam-dalam. 

Peribahasa yang digunakan Selin sukses membuat hati Dara bagai diremas-remas. Menikah dengannya sama saja Revan melempar kotoran di wajah Ibunya, dalam artian Dara sangat menjijikkan. 

“Revan, Ayahmu seorang pengusaha, Ibumu Dokter. Kamu juga seorang Dokter, masih banyak perempuan lain yang seprofesi. Kalau Ibu, maunya satu profesi atau tidak sama sekali,” tambah Selin. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status