Share

7. Siapa Calon Istri?

Napas Revan terengah-engah naik turun setelah percintaan panas mereka. Revan sendiri yang mengatakan kalau dia tidak akan memasuki Dara kedua kali, tetapi omongan pria itu hanya bulshit semata, Revan merasa tubuh dara sangatlah candu sampai-sampai ia ingin lagi dan lagi. 

Saat ini Dara tengah tertidur pulas setelah dua ronde bercinta dengannya. Perempuan itu terlihat kecapean karena keringat bercucuran di keningnya. Revan memiringkan tubuhnya dan menyangga kepalanya dengan siku. Satu tangannya mengelus kening Dara yang penuh dengan keringat, pun dengan cowok itu yang menyelipkan anak rambut Dara ke telinga perempuan itu. 

Sungguh sejak dulu Revan mengagumi Dara, perempuan cantik, manis dan pekerja keras, sayangnya Dara selalu menolaknya membuat revan membenci gadis itu. 

“Eughhh ….” Dara melenguh pelan dengan bibir terbuka. Revan menatap bibir Dara yang sangat manis karena sudah dia cium berkali-kali. 

Tiba-tiba Dara membuka matanya membuat Revan kaget. Revan salah tingkah karena terciduk menatap Dara tanpa berkedip.

“Jam berapa ini?” tanya Dara.

“Baru juga dua ronde sudah lemas, membuang-buang waktuku,” jawab Revan sewot. 

Dara mencengkram erat selimut yang melilit tubuhnya. Namun, Revan menurunkan selimut itu paksa sampai tubuh atas Dara kelihatan. Revan benar-benar pria cabul.

“Tolong jangan begini lagi! Kita belum menikah,” ucap Dara pelan.

“Apa kau pikir aku mengeluarkan uang sedikit, hah? Aku harus merogoh uang banyak demi pengobatan Ayah dan Adikmu. Bahkan kalau pun kamu menggantinya dengan percintaan panas semalaman penuh, belum bisa mengganti semua uangku,” seloroh Revan tidak ada santai-santainya.

Dara terdiam mendengar ucapan Revan. Pun dengan Revan yang kini menjauhkan tubuhnya dari Dara.

“Eum, aku janji tidak akan menolak setelah kita menikah,’’ ujar Dara. 

“Kenapa harus setelah menikah kalau kita bisa melakukannya sekarang?” tanya Revan dengan senyum sinis di bibirnya. 

Ya, Dara menyadari kalau tidak ada bedanya mau dia berhubungan dengan Revan setelah atau sesudah menikah, tetapi Dara tidak ingin hamil dalam waktu dekat apalagi saat dia belum menikah. Karena bagi Dara hal itu hanya menciptakan masalah baru. 

“Aku harus pergi,” ujar Dara membuat Revan menatap gadis itu tidak suka. 

“Kamu mau kemana lagi?’’ tanya Revan. 

“Adikku tidak ada yang menunggu di rumah sakit,” jawab Dara. 

Mendengar kata ‘adik membuat Revan bertambah kesal, cowok itu mengingat dia tidak dianggap sama sekali dengan Kaivan. 

“Aku ingin meremukkan tulang belulang adikmu dengan cepat. Dia bocah paling kurang ajar yang pernah aku temui, aku datang membawa banyak makanan untuknya, tapi dia malah menutup wajahnya,” seloroh Revan menggebu-gebu. 

“Kamu mendatanginya?” tanya Dara kaget. 

“Bukan hanya mendatanginya, tapi juga membelikannya makanan. Sialan memang Dokter Arhan yang caper, hanya membelikan robot murah, aku bisa membelikan tokonya,” oceh Revan yang syarat akan emosi. 

Dara tersenyum tipis membuat Revan bingung. “Yang dibutuhkan anak kecil bukan seberapa mahal mainan itu, tapi seberapa tulus orang yang memberi,” ujar Dara memainkan jari jemarinya. 

“Ini memang salahku. Setiap kali Kaivan meminta mainan, aku tidak bisa membelikan untuknya. Jadi, setiap kali dibelikan oleh orang, dia akan senang. Tidak peduli mahal atau murah, pasti dia akan menghargainya, dia adikku yang manis,” oceh Dara lagi seraya tersenyum membayangkan wajah adiknya. 

“Gak usah ngomongin cowok lain!” titah Revan kumat emosinya. 

“Siapa yang ngomongin cowok lain?” tanya Dara bingung. 

“Itu, kamu menceritakan tentang Kaivan sambil tersenyum,” kata Revan. 

“Tapi dia adikku, masih kecil,” jawab Dara. 

“Tetap saja dia laki-laki,” ujar Revan tidak mau mengalah. Dara benar-benar bingung dengan jalan pikiran Revan yang marah saat dia menceritakan adiknya. 

“Sudah ah, aku mau kembali ke rumah sakit,” ucap Dara segera memakai pakaiannya lagi dengan cepat. Revan turut memakai pakaiannya. 

Dara lebih cepat dari Revan, perempuan itu bergegas pergi keluar dari kamar calon suaminya. 

“Dara, aku akan mengantarmu!” pekik Revan. 

Saat Dara membuka pintu utama rumah Revan, perempuan itu dikagetkan dengan seorang perempuan paruh baya dan wanita muda yang sangat cantik. 

Selin tidak kalah kagat melihat tukang bersih-bersih di rumahnya berada di rumah anaknya. Pun dengan Dara yang saat ini menatap kikuk. 

“Eh, Dara. Kamu baru membersihkan rumah Revan?” tanya Selin. Mau tidak mau pun Dara mengangguk. 

“Oh iya, perkenalkan ini calon istri Revan. Namanya Angel,” ucap Selin menunjuk perempuan cantik di sampingnya. 

Angel tersenyum menatap Dara sejenak, setelahnya perempuan itu melenggang pergi seraya menyenggol lengan Dara pelan. 

Dara menoleh menatap ke arah Angel yang mendatangi Revan, pun dengan Dara yang melihat tangan Angel menyentuh bahu orang yang akan menikahinya. 

Dara yakin dia tidak jatuh cinta dengan Revan, tetapi sekarang perasaan Dara begitu sakit melihat perempuan lain bersama Revan, terlebih Selin mengatakan kalau Angel adalah calon istri Revan. Sebenarnya yang istri Revan dirinya atau Angel? Dara merasa hanya barang bekas pakai, setelah dipakai sang pemakai bisa bebas dengan siapa saja sedangkan Dara tidak diperkenankan marah. 

“Permisi, Bu,” pamit Dara melenggang pergi dari hadapan Selin. 

Selin membiarkan Dara pergi begitu saja. Sebenarnya Selin menyukai kepribadian Dara, tetapi di tidak ingin Dara menikah dengan Revan. 

“Revan, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Angel. 

“Aku capek, mau istirahat. Besok saja bicaranya,” jawab Revan menepis tangan Angel dari pundaknya. 

“Revan, kami sudah capek-capek datang ke sini. Beginikah balasanmu?” tanya Selin memasuki rumah anaknya. Revan berdecak saat melihat Ibunya. 

“Revan, contohlah Angel, dia anak yang menurut dengan orang tuanya. Meski perempuan dia bisa mengurus perusahaan besar. Dari sekolah sampai sekarang selalu unggul. Sedangkan kamu? Kamu selalu membantah ucapan Ibu,” oceh Selin. 

“Revan, rumah mulai sepi saat kamu dan Risya sudah dewasa. Ibu pengen cucu,” tambah Selin. 

“Kalau kamu menikah dengan Angel, pasti anak kalian—” 

“Aku ada pasien kritis mendadak. Kalau Ibu pulang tutup saja pintunya!” sela Revan dengan cepat sembari berlari meninggalkan Selin dan Angel. 

Sedangkan Selin yang ditinggal begitu saja pun tidak terima, perempuan itu mengejar anaknya. “Revan, kembali kamu!” titah Selin. Revan tidak peduli karena yang dia pedulikan sampai rumah sakit dengan cepat. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status