Cahaya menyelinap masuk memaksa wanita yang masih bergelung dibawah selimut bergerak tak nyaman. Mau tak mau perlahan membuka mata, dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya mengerjap dan memindai sekitar. Jendela kayu menampakkan cuplikan asri yang damai dan sudah sangat terang. Diluar sana sepertinya matahari telah cukup tinggi. Natalia menggeliat karena silau namun sepersekian detik kemudian menyadari bahwa dia sendirian diatas ranjang berantakan ini. Kaki jenjangnya menyentuh dinginnya ubin. Berjalan mencari Sagara keseluruh rumah namun masih belum dia temui juga eksistensinya. Terbesit sedikit kekhawatiran, bagaimana kalau ternyata Sagara berniat membuangnya disini dan dia mati dimakan binatang buas? Apalagi setelah perbincangan serius mereka kemarin? Natalia menarik kaos kebesaran milik Sagara yang sempat dia pakai semalam. Masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya sebentar sekaligus memeriksa pakaiannya yang semalam basah. Syukurnya helaian kain itu semuanya
Natalia menjatuhkan dirinya di kasur empuk kediamannya, tepat setelah Deana mengantarnya pulang. Ini pukul satu siang. Natalia tadi sempat ke kantor hanya untuk meghadiri meeting sebentar sebelum akhirnya badannya panas dan kepalanya terasa semakin berat. Wanita itu memilih untuk pulang ke rumah segera dan meminta Deana untuk mengatur kembali jadwal selanjutnya.Sementara Sagara hari ini kebetulan mengambil libur. Selepas mengantar Natalia pulang ke rumah tadi, pria itu langsung mengantar Natalia ke kantor. Baru setelah itu dia menjemput sang mama dari tempat menginap, membawanya kembali ke rumah Natalia, dan terakhir mengantarnya menuju airport karena hari ini adalah jadwal penerbangannya untuk kembali."Mbak, maaf ya aku nggak bisa ikut anter," N
Natalia membuka matanya perlahan. Bayangan sekitar masih nampak sangat samar. Matanya berat dan tubuhnya masih terasa sangat lemas namun sepertinya panasnya sudah turun. Dia juga menyadari tubuhnya banyak berkeringat meskipun sudah berada di kamar full ac. Tidak bisa bergerak, Natalia merasakan tubuhnya terkunci dari belakang. Lengan besar yang memeluk tubuh kurusnya langsung menyadaarkannya. Rupanya itu Sagara. "Gar.." Mendengar Natalia mulai bersuara, Sagara kontan melonggarkan dekapannya. Pria itu mengecup belakang kepala Natalia sembari menurunkan kain yang tadi dia letakkan di dahi sang wanita. "Kamu sudah bangun? Gimana? Masih pusing?" Natalia menggigit bibirnya sendiri, saat ini tubuhnya masih terasa cukup lemas, apalagi ada nyeri yang mengaduk perutnya juga. "Ngghh, masih pusing sama nyeri," cicitnya. Sagara bangkit dari tidurnya, membalik Natalia perlahan sembari menatap dengan khawatir, "kita ke dokter aja, ya!" Ajaknya. Benci sekali ke dokter. Natalia menggeleng l
"Mari akhiri semuanya. Aku akan menikah bulan depan." Netra wanita itu memerah dan membesar kecewa. Dia masih duduk di lantai setelah pertengkaran antara dirinya dengan snag kekasih yang entah tentang apa. Belakangan ini kekasihnya itu jadi nampak selalu uring- uringan. Setiap dia datang ke kamar indekosnya, si lelaki selalu saja menydutkan dan memborbardirnya dengan kata- kata kasar. Entah mengapa. "Kenapa?" Setidaknya dia perlu tahu apa kesalahannya hingga kekasih yang dia cintai bertahun- tahun itu tiba- tiba saja ingin memutuskan hubungan dan bertindak aneh belakangan ini. Hening, tidak ada jawaban. Natalia masih menahan air matanya sedari tadi, dia tidak mau terlihat semakin lemah. Meskipun hatinya telah tercabik- cabik dan terpuruk. "Davi... aku salah apa?" Lagi dia bertanya. Memikirkan apa kiranya kesalahannya selama ini sehingga snag kekasih memilih untuk berlaku kasar dan bahkan hendak meninggalkannya sekarang—setelah semua yang dia beri dan beragam kesulitan yang dil
"Yakin bisa ikut?" Sagara meneliti Natalia yang tengah memasukkan barangnya ke mobil. Wanita itu memang sudah nampak sedikit lebih segar, mungkin juga efek ditimpa riasan yang menyamarkan wajah pucatnya. Natalia mengenakan kaos dengan tulisan yang sama dengannya. Layaknya pakaian couple, tapi sayangnya bukan. Ini adalah seragam outbond kantor. Bosnya itu mengangguk, "bisa, lagipula aku nggak bakal ikutan lomba macam- macam disana. Aman," ujarnya tanpa melirik Sagara kembali. Wanita itu telah memasukkan satu tas jinjing ke bagasi mobil, satunya lagi membawa tas bahu berukuran kecil berisi dompet dan ponsel. Natalia melangkah lebih dulu menuju kursi penumpang depan, diekori oleh Sagara yang mengambil posisi untuk menyetir. Hari ini mereka berangkat bersama. Tentu nanti Sagara akan menurunkan diri sekitar beberapa kilo dari pintu masuk kantor. Natalia akan beralih mengemudi, sementara dia akan berjalan kaki untuk masuk. Berbeda dengan wanita yang cenderung membawa dua tas dan cuk
Hamparan hijau rumput yang dirawat, berpadu dengan pemandangan perbukitan yang hampir disembunyikan oleh awan. Sementara itu, jika melihat jauh ke bawah, ada semacam danau kembar yang mengelilingi lokasi tersebut. "Okay guys, we need to warm up first since its cold here!" Komando dari David selaku ketua panitia acara outing hari ini. Dia bersama dengan staf senior lainnya memulai untuk memberi arahan, merapikan barisan dan pemanasan ringan agar tubuh mereka tidak terlalu kedinginan. Selain itu, setelah ini mereka masih harus mengikuti serentetan games yang akan menguras energi. Sagara berbaris di belakang, bersama dengan Mario dan komplotan anak laki- laki lainnya. Sembari mengikuti instruksi senam, tentu saja matanya masih mengekori jajaran pimpinan yang kini duduk dibawah semacam kanopi. Natalia duduk berbincang disana, menyaksikan acara yang difokuskan pada staf perusahaan hari ini. Sekitar lima belas menit melakukan senam pemanasan, mereka mulai duduk melingkar di rerumputan.
"Ibu serius mau main itu?" Deana bertanya untuk kesekian kalinya pada sang atasan yang kini berjalan masuk mengikuti barisan peserta bungee jump. Alih- alih ATV, Natalia justru memilih untuk melakukan bungee jumping? Deana tersenyum kikuk, "maksud saya, pimpinan yang lain juga banyak yang tidak ikut, bu. Jadi kalau ibu masih tidak enak badan, apa tidak sebaiknya menunggu disini saja?" Deana memberi pertimbangan. Natalia mengangguk untuk kesekian kalinya. Tekadnya sudah bulat, selain karena pada outbond sebelumnya ia sudah mencoba ATV, Natalia suka tantangan baru. Bungee Jump ini salah satunya. "Nggak apa kok saya sendiri aja kesana, kamu nggak harus ikutan," ujar Natalia saat Deana mengekori. Tapi bagaimana bisa? Sebagai asisten siaga yang setia, Deana tidak akan membiarkan atasannya berada dalam satu lingkungan sendiri. Apalagi ini dalam kegiatan perusahaan, masih dalam jam kerja.Pada akhirnya Natalia dan Deana ikut registrasi bungee jumping. Seperti dugaan, hanya ada sedikit
Benda persegi yang menempel di dinding berwarna putih itu menunjuk angka 2, sudah menjelang pagi. Lelaki dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter itu tiba- tiba saja membuka mata dan tidak bisa tidur lagi. Salahnya karena begitu masuk ke dalam kamar pukul delapan petang tadi dia justru langsung lelap. Meninggalkan Mateo dan Mario yang sejak sore sibuk berdebat berdua tentang beragam teori konspirasi, anime, hingga memeprebutkan anggota girlgroup Korea yang katanya menjadi favorit mereka. Efek samping tumben tidur cepat, bangunnya juga jadi cepat. Sagara frustasi karena justru terbangun di jam- jam rawan begini. Melirik duo yang kini sudah terlelap pulas, Sagara memutuskan untuk keluar kamar. Dia hanya meraih ponsel dan rokok elektriknya. Mungkin sedikit udara dingin dan game di ponsel bisa membuatnya kembali mengantuk. Lelaki itu duduk di balkon belakang kamar, ada kursi panjang disana. Memilih untuk menyamankan diri sebelum pada akhirnya membuka ponsel yang telah dianggurkan