Davian melemparkan pakaian mahalnya sembarangan. Wajah lelaki itu benar-benar merah sekarang. Penampilan rapinya sudah tak tersisa, lelaki itu tidak bisa menyembunyikan kemarahan yang mengelilinginya sekarang. "Sialan!" Umpatan demi umpatan meluncur terus dari bibirnya. Lelaki itu hampir menghancurkan seisi kamar kalau saja dia tidak mendengar suara mobil lain yang kini memasuki pekarangan. Tidak bisa, Davian belum bisa bertindak sejauh itu sekarang. "Semua kepemilikan Ibu Viona sudah dibekukan. Ibu sudah tidak memiliki hak lagi terhadap perusahaan." Kalimat itu terus menggema di kepalanya. Sial, bagaimana bisa hak milik Viona justru dibekukan? Apa yang Viona miliki selama ini ternyata justru belum resmi menjadi miliknya? Jadi apakah pernikahan ini akan sia-sia dan hanya akan merugikan Davian? Dia menikahi janda yang ternyata kaya karena harta titipan saja? Viona memasuki kamar mereka dengan wajah masam. Wanita itu tidak jauh berbeda darinya. Kacau dan syok saat mendengar ke
"Lia! Tunggu!" Natalia yang tadinya hampir meraih pintu mobil kini kembali berbalik badan. Menemukan sang nenek berjalan tergopoh kearahnya, tentu saja Natalia tidak bisa tidak menghampiri. Angin malam tidak baik untuk kesehatan, apalagi untuk sang nenek yang nekat keluar tanpa syal ataupun pakaian hangat lainnya. Mobil yang mengantar Samuel sudah beranjak lebih dulu menuju apartmen yang katanya sudah dibelinya lebih dulu. Ada beberapa orang penjaga dan kepercayaan keluarga Xavier yang mengawasi. Tentu saja karena mereka tidak akan membiarkan Samuel berada dalam bahaya kali ini. "Besok malam datang, ya!" Sang nenek menyerahkan kartu nama yang berisi alamat dan nomor telepon disana dengan senyuman teduhnya. Natalia menghela nafasnya lelah, upaya perjodohan lagi. "Nenek, Lia kan sudah bilang tidak mau dijodoh-jodohkan!" Tolak Natalia halus. Nenek Natalia menggeleng, "sekali ini saja. Tolong temui dia besok! Setidaknya, kalau kalian memang tidak berjodoh, kamu akan menemukan se
"Sudah makan?" Perjalanan dari minimarket menuju kediaman Natalia seharusnya hanya memakan waktu lima menit. Namun dengan kecepatan yang justru sengaja Sagara lambatkan dan keheningan yang menguar, Natalia hampir berpikir bahwa dia berada dalam mobil selama lebih dari tiga puluh menit. Tak hanya itu, Natalia memang merasa tidak nyaman setelah hantaman perasaan aneh yang menderanya di minimarket tadi. Wanita itu sesungguhnya hanya ingin cepat-cepat membenamkan dirinya di bawah guyuran shower untuk menjernihkan pikirannya yang terlanjur tidak waras. Berada dalam satu mobil bersama Sagara jelas sama sekali tidak membantu. Nyerinya masih terasa. Ingatan bahwa gadis lain dengan santai menyentuh Sagara membuatnya terbakar amarah. Natalia berdehem tak nyaman saat Sagara secara terang-terangan melirik kearahnya. "Kenapa?" Tanya Natalia pada akhirnya. Sagara melepaskan satu tawa sinis pendek, "tidak dengar pertanyaanku?" Jurus yang membuat Natalia entah mengapa kembali berdesir aneh.
Its all about Samuel, iya kan?Secara sederhana Natalia dapat artikan bahwa brondongnya ini tengah cemburu pada Smauel. Pria bule yang cukup menggegerkan kantor dan apalagi secara terang-terangan duduk bersamanya di kantin. Jadi rupanya Sagara merisaukan hal ini?Pantas saja sikapnya agak sedikit berbeda hari ini. Katakanlah dia egois, tapi entah mengapa ada perasaan senang yang membuncah ketika mendengar secara langsung bahwa brondong kesayangannya itu tengah cemburu. Dia suka melihat Sagara cemburu. Padahal dia sendiri juga sebenarnya sangat terganggu dan mudah cemburu terhadap kehadiran gadis lain yang hinggap dekat dengan Sagara. Sayangnya dia tidak bisa mengatakannya segamblang Sagara. Natalia tidak mau menyakiti pria muda dihadapannya itu lebih jauh dari ini."Kamu bahkan pulang bersamanya tadi," tambah Sagara lagi. Natalia kembali pada senyuman miring kecilnya, ternyata Sagara bahkan melihatnya tadi? Padahal mereka sudah memastikan untuk keluar kantor dengan aman sepulang k
"Masih magang kok sudah berani terlambat? Anak magang zaman sekarang memang selalu seenaknya, ya?"Sindiran keras dari lelaki parubaya dibelakangnya berusaha diabaikan Sagara. Lelaki itu hanya tersenyum kecil sembari mengangguk sopan sebagai tanggapan. Telinganya panas—begitupula hatinya yang sudah teramat geram. Apa yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah mengabaikan sindiran- sindiran pedas yang kalau dia ladeni bisa berpotensi mengoyak jejak karirnya. Untuk saat ini, biarkan saja lelaki tua yang masih memandanginya dari atas sampai bawah itu menggonggong sendirian.Tag nama yang tergantung di lanyard miliknya jelas menerangkan statusnya sebagai anak magang di perusahaan ini. Juga penampilannya dengan kemeja flanel dan jeans hitam yang nampak kasual—kontras dengan kebanyakan karyawan yang tampil klimis. Bagian ini jelas bukan sebuah kesalahan, baik karyawan tetap ataupun karyawan megang di divisi fototografi memang berpenampilan sepertinya, kok.Tangannya sibuk membenahi backpack hi
"Apa mama bilang?! Temen kamu itu penipu!"Ini baru hari ketiga dan Sagara sudah menghela nafas kasar entah untuk keberapa ribu kalinya. Lelaki itu mengusap telinganya yang hampir berdengung setelah kembali mendengarkan ocehan dari sang mama. Sembari menggeret koper sedang dibelakangnya, Sagara berhenti sebentar lalu mengengok kebelakang setelah berhasil keluar dan berjalan kurang lebih 100 meter dari rumah indekos yang sempat dihuninya selama 3 hari kemarin."Masa magang belum dimulai dan kamu bahkan sudah hampir kehabisan uang! Pergaulan ibukota memang keras, ditambah anak blangsak itu juga kurang ajar! Sudah syukur mama nggak melaporkan dia ke polisi!" Cukup sial atau sangat sial? Mati- matian Sagara meminta restu dari mamanya yang sangat overprotektif itu agar diizinkan merantau ke ibukota guna mengikuti program magang yang sudah lama dia apply. Tapi baru sampai saja dia sudah kena tipu?Sagara memang berencana untuk menempati rumah kos yang dulunya ditempati oleh salah satu tem
Sagara Adinata memulai paginya dengan semangat baru. Ini adalah hari pertamanya menjejakkan kaki sebagai pegawai magang di salah satu perusahaan ternama yang telah lama dia impikan.The Cassiluxe.Sebuah perusahaan yang menyediakan jasa produksi dan publikasi yang tak tergeser dari top 3 perusahaan jasa media terbaik di negeri ini. Berani bersaing baik dalam negeri maupun di kancah internasional.Sagara patut berbangga diri. Meskipun hanya program magang, namun dia adalah satu- satunya mahasiswa dari kotanya yang berhasil menembus program magang di perusahaan impiannya itu. Sebagai seorang pemagang yang berfokus pada desain visual dan juga fotografi, Sagara berharap bisa mendapat kesempatan- kesempatan luar biasa dengan bergabung disini. Dengan kinerja yang baik, siapa tahu Sagara bisa mendapatkan akses untuk melanjutkan karirnya disini kedepannya.Setelah melapor pada bagian administrasi, para anak magang dikumpulkan dalam satu ruangan khusus untuk pembekalan awal. Tidak banyak, ad
Baru hari pertama sudah party. Akhirnya Sagara membuktikan sendiri motto hidup khas anak- anak muda hedon ibukota. Belajar, bekerja lalu pelariannya berpesta pora. Oh astaga! Mereka baru saja diterima magang, namun jalan yang dipilih untuk menjalin keakraban adalah justru dengan open table? Budaya dari mana ini?Sagara mengiyakan ajakan sesama rekan magangnya untuk makan malam bersama. Katanya mereka hanya akan makan malam di salah satu resto dekat kantor sebagai bentuk ucapan selamat karena telah diterima magang dan sekaligus mengakrabkan diri. Jadilah sepuluh orang muda mudi itu beriringan masuk menikmati makan malam dengan menyenangkan. Namun Sagara tidak pernah tahu bahwa akan ada acara lanjutan setelahnya. Dia tidak pernah tahu bahwa acara makan malam yang tadinya diisi riuh tawa kini berubah jadi gemerlap malam berisik ditemani belasan botol alkohol berjejer rapi diatas meja.Entah sudah berapa botol yang tandas tak bersisa. Sagara hanya bisa mengamati dan berusaha bersosiali