"Yakin bisa ikut?" Sagara meneliti Natalia yang tengah memasukkan barangnya ke mobil. Wanita itu memang sudah nampak sedikit lebih segar, mungkin juga efek ditimpa riasan yang menyamarkan wajah pucatnya. Natalia mengenakan kaos dengan tulisan yang sama dengannya. Layaknya pakaian couple, tapi sayangnya bukan. Ini adalah seragam outbond kantor. Bosnya itu mengangguk, "bisa, lagipula aku nggak bakal ikutan lomba macam- macam disana. Aman," ujarnya tanpa melirik Sagara kembali. Wanita itu telah memasukkan satu tas jinjing ke bagasi mobil, satunya lagi membawa tas bahu berukuran kecil berisi dompet dan ponsel. Natalia melangkah lebih dulu menuju kursi penumpang depan, diekori oleh Sagara yang mengambil posisi untuk menyetir. Hari ini mereka berangkat bersama. Tentu nanti Sagara akan menurunkan diri sekitar beberapa kilo dari pintu masuk kantor. Natalia akan beralih mengemudi, sementara dia akan berjalan kaki untuk masuk. Berbeda dengan wanita yang cenderung membawa dua tas dan cuk
Hamparan hijau rumput yang dirawat, berpadu dengan pemandangan perbukitan yang hampir disembunyikan oleh awan. Sementara itu, jika melihat jauh ke bawah, ada semacam danau kembar yang mengelilingi lokasi tersebut. "Okay guys, we need to warm up first since its cold here!" Komando dari David selaku ketua panitia acara outing hari ini. Dia bersama dengan staf senior lainnya memulai untuk memberi arahan, merapikan barisan dan pemanasan ringan agar tubuh mereka tidak terlalu kedinginan. Selain itu, setelah ini mereka masih harus mengikuti serentetan games yang akan menguras energi. Sagara berbaris di belakang, bersama dengan Mario dan komplotan anak laki- laki lainnya. Sembari mengikuti instruksi senam, tentu saja matanya masih mengekori jajaran pimpinan yang kini duduk dibawah semacam kanopi. Natalia duduk berbincang disana, menyaksikan acara yang difokuskan pada staf perusahaan hari ini. Sekitar lima belas menit melakukan senam pemanasan, mereka mulai duduk melingkar di rerumputan.
"Ibu serius mau main itu?" Deana bertanya untuk kesekian kalinya pada sang atasan yang kini berjalan masuk mengikuti barisan peserta bungee jump. Alih- alih ATV, Natalia justru memilih untuk melakukan bungee jumping? Deana tersenyum kikuk, "maksud saya, pimpinan yang lain juga banyak yang tidak ikut, bu. Jadi kalau ibu masih tidak enak badan, apa tidak sebaiknya menunggu disini saja?" Deana memberi pertimbangan. Natalia mengangguk untuk kesekian kalinya. Tekadnya sudah bulat, selain karena pada outbond sebelumnya ia sudah mencoba ATV, Natalia suka tantangan baru. Bungee Jump ini salah satunya. "Nggak apa kok saya sendiri aja kesana, kamu nggak harus ikutan," ujar Natalia saat Deana mengekori. Tapi bagaimana bisa? Sebagai asisten siaga yang setia, Deana tidak akan membiarkan atasannya berada dalam satu lingkungan sendiri. Apalagi ini dalam kegiatan perusahaan, masih dalam jam kerja.Pada akhirnya Natalia dan Deana ikut registrasi bungee jumping. Seperti dugaan, hanya ada sedikit
Benda persegi yang menempel di dinding berwarna putih itu menunjuk angka 2, sudah menjelang pagi. Lelaki dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter itu tiba- tiba saja membuka mata dan tidak bisa tidur lagi. Salahnya karena begitu masuk ke dalam kamar pukul delapan petang tadi dia justru langsung lelap. Meninggalkan Mateo dan Mario yang sejak sore sibuk berdebat berdua tentang beragam teori konspirasi, anime, hingga memeprebutkan anggota girlgroup Korea yang katanya menjadi favorit mereka. Efek samping tumben tidur cepat, bangunnya juga jadi cepat. Sagara frustasi karena justru terbangun di jam- jam rawan begini. Melirik duo yang kini sudah terlelap pulas, Sagara memutuskan untuk keluar kamar. Dia hanya meraih ponsel dan rokok elektriknya. Mungkin sedikit udara dingin dan game di ponsel bisa membuatnya kembali mengantuk. Lelaki itu duduk di balkon belakang kamar, ada kursi panjang disana. Memilih untuk menyamankan diri sebelum pada akhirnya membuka ponsel yang telah dianggurkan
“Semalem lo kemana?”Baru saja menguap lalu menyuap nasi goreng pagi, tiba-tiba saja Mario datang dengan sebuah pertanyaan. Sagara bersikap santai, seolah kepulangannya ke kamar pukul lima pagi itu adalah hal biasa yang tidak disaksikan oleh siapapun. “Gue bangun jam tiga gitu, lo nggak ada di kasur,” tambah Mario. Sagara fokus pada makanannya, “nyebat bentar keluar.”Tak ada tanggapan lebih lanjut dari Mario, sepertinya laki-laki itu sudah cukup dengan jawaban Sagara. Keduanya melanjutkan sarapan mereka, sarapan terakhir sebelum rombongan kembali ke ibukota. Netranya melirik gerombolan wanita yang baru saja memasuki area resto hotel. Salah satunya ada Natalia yang tampil cantik dengan jeans warna gelap dan atasan ditutup outer serta syal. Sagara mengulas senyuman tipis. Tentu saja, mau bagaimana lagi Natalia harus keluar kalau semua tandanya kemarin terukir penuh hingga leher bagian atas? Sempat bersitatap sebentar sebelum akhirnya Natalia memalingkan wajah lebih dulu. “Outbond
Teh panas yang masih mengepul menggelitik hidung sang putri Xaviera. Rambutnya digulung asal dengan kacamata kerja membingkai wajahnya. Bibir yang tadinya pucat sudah mulai merona kembali. Bersamaan dengan ambisi kerjanya yang menggebu lagi.Natalia memutuskan untuk mengambil beberapa dokumen di ruang kerjanya dan memboyong mereka ke rumahnya. Kembali dari outbond siang tadi, Natalia tak mau buang-buang waktu lagi dan mentitahkan Deana untuk membawa berkas-berkas itu kedalam mobilnya. Sejujurnya Deana telah berulangkali menjelaskan padanya bahwa sebagian besar dari berkas-berkas tersebut masih bisa Natalia kerjakan perlahan di kantor. Namun apa daya? Memangnya siapa yang bisa mencegah Natalia Xaviera dan segala ambisinya?Wanita itu memendam rasa bersalah setelah menggunakan beberapa harinya untuk istirahat di tengah huru-hara dan ramainya proyek yang baru masuk—meskipun itu semua memang dapat diselesaikan dengan baik oleh timnya. Usai membersihkan diri dan sempat tidur selama kur
"Kamu yakin sudah periksa proposal dengan teliti sebelum ajukan ke saya?" Natalia lincah mencoret-coret lembaran proposal yang baru saja diserahkan kembali oleh salah satu stafnya. Draf tersebut seharusnya untuk salah satu proyek terbaru mereka. Namun dari apa yang Natalia baca semalaman dan hingga kini, belum ada yang lolos kualifikasi standarnya. Natalia punya standar yang cukup tinggi untuk projek kali ini. "Sudah, bu." Koordinator itu berkeringat dingin. Timnya telah mengerjakan proposal itu selama lebih dari seminggu, namun karena Natalia sempat tidak berada di kantor, mereka baru bisa mendapatkan feedback hari ini. Natalia mendesah pelan, dia membuka kacamata kerjanya dan menatap lurus kearah pria berdasi dihadapannya. Wanita itu mengetuk-ngetukkan pulpen yang digunakannya tadi. "Begini—divisi dua, tim perencanaan," Natalia menutup berkas, sepertinya tidak akan melanjutkan untuk membaca draf tersebut lagi. "Saya berharap banyak pada kalian. Selama ini perusahaan kita
Setelan baru karya tangan desainer ternama dan tampilan rambut klimis sempurna membuat penampilan Davian menyala luar biasa pagi ini. Dekorasi mewah dan tamu undangan yang berasal dari kalangan atas, Davian pikir dia tidak akan punya kesempatan berada dalam pesta mewah seperti ini. Tapi lihat? Justru kali ini dialah pemeran utamanya. Lelaki itu berdiri dengan percaya diri. Memperhatikan satu per satu tamu undangan yang nampak memandangnya lalu berhenti pada kedua orang tuanya yang duduk dengan tenang di bangku paling depan. Memberikan senyum terbaik meskipun dia tahu apa yang tengah dirasakan oleh mereka. Menahan sesak di dadanya, Davian tahu kedua orang tuanya itu berusaha keras memaksakan senyum. Telinga siapa yang tidak gatal? Ayah dan ibunya mati-matian menahan diri di tengah pesta megah yang sebenarnya justru menginjak-injak harga diri keluarga mereka. Omongan-omongan buruk para tamu telah sampai ke telinga keduanya. Terang saja, belum rela putra semata wayangnya menikahi