"Om, Jangan! Ini sakit!"
Shanaya bingung dengan apa yang terjadi padanya. Saat ini gadis itu sedang terbaring di atas ranjang kamar sebuah hotel sambil menahan dada seorang pria agar tidak mencium bibirnya.“Om, lepaskan!”Pria itu lagi-lagi berhasil mencumbu ceruk leher Shanaya, meninggalkan tanda merah keunguan yang kentara. Kepala Shanaya terasa berat, dia tahu ini salah tapi tubuhnya malah menggeliat seolah menikmati sentuhan pria itu.Dengan sisa kewarasan yang dimiliki, Shanaya berusaha menolak. Ia menggeleng, tapi tangannya malah memegang erat lengan pria asing itu."Aku sudah membayarmu mahal! Seharusnya kamu tidak mabuk atau mengonsumsi stimulant seperti ini.”“Membayar mahal?” Kata-kata itu terlukis jelas di kepala Shanaya. Ia menggeleng kemudian memohon untuk yang kesekian kali,” Om, aku … “Bibir Shanaya terbungkam oleh ciuman yang sedikit kasar dari pria itu. Untuk beberapa saat mata mereka bersirobok. Meski pandangan Shanaya sedikit kabur, tapi dia sadar tidak seumuran dengan pria yang sedang berada di atas tubuhnya."Aku mohon lepaskan!" Pinta Shanaya di sisa harapan agar malam itu masih bisa menjaga kehormatannya.“Apa ini salah satu trik yang diajari mamimu? Bertingkah sok polos?”Pria itu malah menganggap Shanaya sedang berakting. Dia memulas seringai, kabut birahi sudah menghilangkan akal sehat.Pria itu lagi-lagi mengumpat karena tingkah Shanaya semakin membuat gairahnya naik sampai ke ubun. Dia tak peduli. Lagi pula dirinya sudah membayar mahal untuk menikmati tubuh seorang perawan seperti apa yang diinginkan."Banyak wanita yang ingin tidur denganku, jadi jangan menolak dan nikmati saja! Kamu pasti tidak akan melupakan malam ini, tidak akan ada pelangganmu nantinya yang sehebat permainanku."Pria itu mengecup dada, sehingga tanpa sadar Shanaya mendesah. Shanaya lengah, setelah sentuhan itu dia memekik tertahan dengan buliran kristal bening yang mengalir di sudut mata.Sementara dirinya merasa sakit, pria yang sudah merenggut kesuciannya tampak sangat puas, sudah lama dia tidak mendapatkan wanita malam dengan status perawan seperti ini.Pria matang itu tampak tersenyum bangga mendapati gadis yang tengah dia tiduri mulai hilang kendali. Jika saja Oriaga tidak ingat memiliki status sosial yang tinggi, dia berminat menjadikan Shanaya sugar baby.“Cantik,” pelan Oriaga berkata melihat wanita yang berada di bawahnya. Dia terpesona dengan wanita itu.Oriaga memeluk tubuh Shanaya. Mencium kembali bibir dengan rakus lantas tersenyum bangga. Pria berumur 41 tahun itu masih terus berusaha menuntaskan gairah, bahkan tidak puas hanya sekali menikmati.Shanaya sendiri terus bertanya-tanya di sisa kesadaran yang dimiliki. Mimpikah ini semua? Namun, dia bisa merasakan dengan jelas gerakan tubuh pria di atasnya.Shanaya masih menganggap apa yang terjadi padanya hanyalah mimpi, sampai saat dia terbangun di pagi hari dengan sekujur tubuh yang terasa tidak nyaman. Shanaya menarik selimut, bercak merah di sprei membuatnya sadar kejadian semalam adalah kenyataan.Gadis itu menangis memeluk lutut, berada di posisi yang sama sampai lelah dan merasa tangisannya sia-sia.Setelah mampu meredam sesak di dadanya, Shanaya pun bangkit dari ranjang untuk mengumpulkan baju yang berceceran di lantai. Dia melihat tasnya berada di atas meja kopi dan mendekat. Di sana, Shana, biasa orang-orang memanggilnya, mendapati segepok uang yang ditinggalkan Oriaga."Aku bukan pelacur,”gumamnya.Shanaya kembali menangis, merasa jijik dengan diri sendiri. Dia datang ke hotel itu kemarin untuk menghadiri ulangtahun teman kuliahnya, tapi setelah menenggak minuman yang disajikan tiba-tiba Shanaya kehilangan setengah kesadaran. Dia diantar masuk ke dalam lift oleh temannya dan malah berakhir mengalami nasib buruk dinodai pria tak dikenal.Di sisi lain, Oriaga datang ke kantor dengan wajah sumringah. Ia pernah menikah, tetapi bercerai, namun ia belum pernah merasakan perasaan senikmat ini selama pernikahannya dulu."Kenapa mukamu masam seperti itu? Apa kamu sudah bosan menjadi sekretarisku? Kalau iya bilang saja, aku akan minta dicarikan sekretaris baru.” Presiden direktur Pradipta Grup itu menatap dingin pada sang lawan bicara.Aston menggeleng cepat. Ia menggaruk belakang kepalanya, Aston bukan bosan menjadi sekretaris atasannya ini, tetapi ia hanya bingung. Pekerjaannya adalah sekretaris, tetapi Oriaga gemar memberi pekerjaan aneh di luar tugas pokoknya sebagai sekretaris.Aston baru sadar, pantas tidak ada yang betah menjadi sekretaris presdirnya ini lebih dari tiga bulan, karena ternyata selain mengatur jadwal dan pekerjaan, sebagai sekrertaris juga harus mengurus kebutuhan lainnya.Aston juga merasakan hal itu kemarin ketika Oriaga meminta dicarikan wanita malam yang masih perawan."Pak, em ... anu — ""Apa?"Oriaga bertanya tanpa menoleh. Ia melepas jas lantas menggantungnya di tempat biasa, bibirnya tiba-tiba memulas senyum manis memikirkan percintaan panasnya semalam.Oriaga menyerongkan tubuh kemudian berkata,” Oh ya, kamu ternyata pandai melakukan tugas mencarikanku kupu-kupu malam. Aku merasa sangat terhibur. Jadi hari ini aku akan membiarkanmu pulang lebih awal.""Apa, Pak?"Aston terperanjat mendengar ucapan Oriaga. Padahal baru saja dia ingin meminta maaf dan menjelaskan kalau wanita malam yang sudah dia pesan tidak bisa dihubungi, bahkan memblokir nomornya setelah diberi duit pangkal.“Tapi jika dipikir miris sekali. Zaman sekarang gadis semuda itu sudah memilih pekerjaan menjadi pelacur,” ucap Oriaga."Pak, maaf! Sebenarnya semalam saya sudah menghubungi Anda, tapi Anda tidak menerima panggilan itu. Saya ingin memberitahu kalau wanita yang sudah saya booking untuk Anda memblokir nomor setelah diberi DP," papar Aston lalu menunduk ketakutan."Apa kamu bilang?"Tentu perkataan Aston membuat Oriaga terperanjat. Semalam wanita bayaran itu jelas-jelas datang ke kamar yang memang dikhususkan untuknya di hotel. Mereka bahkan bercinta sampai pagi."Jangan bercanda! Wanita itu datang bahkan sudah menungguku di depan pin .... "Oriaga melebarkan manik mata. Dia seketika panik mengingat bagaimana tingkah Shanaya yang memang berbeda dari wanita-wanita malam yang biasa dia tiduri.“Tunggu! Apa kamu punya foto gadis yang sudah memblokir nomormu itu?” Tanya Oriaga. Ia menarik napas mencoba untuk tenang meski terasa sedikit sulit.Aston bergegas mendekat untuk menyodorkan ponsel. Tak lama sekretaris berkacamata minus itu tersentak mundur karena kaget mendengar sang atasan mengumpat. Oriaga tampak bingung lalu melempar ponsel Aston ke meja.“Bawakan aku rekaman kamera pengawas King hotel semalam! Aku harus mengecek siapa gadis yang tidur denganku!”Kepala Oriaga mendadak pening. Ia seketika malas bekerja, bahkan sekadar membubuhkan tanda tangan di berkas yang sudah diperiksa pun enggan.Pria itu hanya duduk menunggu Aston sambil mengingat malam menggairahkan yang dilaluinya bersama Shanaya. Ia terlalu nafsu sampai tidak curiga kenapa seorang wanita bayaran mabuk dan menenggak obat perangsang saat melayani pelangganSatu jam kemudian Aston datang membawa rekaman yang dia minta.Tanpa menyuruh si sekretaris, Oriaga menyalakan laptop dan menghubungkan flash disk ke lubang USB. Tangan kanannya mulai sibuk menggeser kursor untuk membuka data rekaman, sedangkan tangan kirinya mengetuk-ngetuk meja untuk meredam kegelisahan.“Gadis ini … “Oriaga sampai mendekatkan wajah ke layar untuk memastikan. Ia melihat rekaman yang menunjukkan Shanaya berjalan dari lobi menuju area kolam renang beberapa jam sebelum dirinya datang.“Gadis itu sepertinya menghadiri pesta yang diadakan keponakan Anda,” ucap Aston.“Dari mana kamu sampai semalam tidak pulang? Melacur?”Bentakan Ariani membuat Shanaya diam mematung di ruang tamu. Ibu tirinya itu terlihat murka bahkan memasang muka garang. Shanaya hanya bisa menunduk, tak berani membantah karena sadar sudah melakukan kesalahan.Perlakuan seperti ini sebenarnya sudah Shanaya dapat sejak berumur delapan tahun. Lebih tepatnya saat Nugroho — sang ayah menikah lagi dengan Ariani. Namun, bagi Shanaya rasanya tetap saja menyakitkan dibentak seperti ini meski sudah kerap mengalami.“Dasar anak tidak tahu diuntung!”Suara Ricky kakak tiri Shanaya terdengar dari arah ruang makan. Pria itu mendekat sambil memakai jaket hanya untuk ikut memaki.“Sana cepat gantikan istriku membantu ayah makan! Sejak semalam Rahma repot karena kamu tidak pulang. Istriku itu hamil anak kembar. Dia butuh banyak istirahat, bukannya malah sibuk mengurus ayah. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Rahma, apa kamu mau tanggungjawab?”Shanaya tak membalas, lebih memilih pergi ke kamarnya
Shanaya duduk berhadapan dengan Oriaga. Sementara dirinya takut pria itu meminta kembali uang yang ditinggalkan untuknya, Oriaga takut jika sampai Shanaya melaporkannya dengan tuduhan melakukan pemerkosaan. “Bagaimana Anda bisa tahu saya bekerja di sini?” Tanya Shanaya setelah itu menundukkan kepala. “Sepertinya ucapanku ke wanita yang menyerangmu tadi cukup jelas, sangat mudah bagiku melakukan apapun yang aku inginkan. Seperti sekarang, aku ingin membuat kesepakatan denganmu untuk melupakan kejadian kemarin,” ucap Oriaga. “Aku tahu siapa nama lengkapmu, ayah, ibu, alamat rumah dan di mana kamu kuliah,” imbuhnya. Shanaya terkesiap sampai mengangkat kepala untuk memandang Oriaga. Dia pikir pria itu masih memiliki sifat baik karena sudah menolongnya tapi ternyata keliru. Oriaga sangat sombong setelah dia setuju bicara empat mata seperti ini. “Bodoh! Mana mungkin pria baik suka meniduri wanita yang bukan istrinya?” Gumam Shanaya di dalam hati. “Aku tahu kamu ke King hotel untuk mengh
“Apa yang Anda katakan? Apa saya tidak salah dengar? Saya masih berpikir Anda berbeda dari pria tadi, tapi ternyata sama saja!”Suara Shanaya bergetar, takut setengah mati karena sadar sudah melukai Oriaga dengan membuat bibir pria itu berdarah. Shanaya hendak keluar saat pintu lift terbuka, tapi pria matang itu menghadang dan menutup pintu lift lagi.“Mari kita bicara dulu!” Pinta Oriaga.“Apa yang Anda mau, Pak? Bukankah Anda meminta agar saya tidak menampakan diri di depan muka Anda lagi?” Tanya Shanaya yang mulai frustasi.Gadis itu mendengar ucapan Oriaga ke pria mesum tadi soal hotel itu yang merupakan miliknya. Shanaya tak habis pikir berapa banyak hotel yang dimiliki Oriaga di kota ini, selain King Hotel tempat mereka pertama kali bertemu dua bulan lalu.“Aku benar-benar serius soal menjadi sugar baby-ku. Bagaimana?”“Anda pasti sudah gila, Anda sama saja seperti tamu tadi. Anda pasti berpikir saya tidak punya harga diri setelah menerima uang lima puluh juta itu.”Shanaya mund
“Anda bisa pergi! Untuk apa terus di sini?”Shanaya duduk di atas ranjang pesakitan. Dia menatap dingin Oriaga lantas membuang muka saat pria yang sedang sibuk dengan ponselnya itu menoleh.“Aku memang akan pergi, tapi pertimbangkan tawaranku tadi!”“Untuk orang miskin seperti saya, harta yang paling berharga hanya harga diri,” ucap Shanaya. “Jadi tanpa mempertimbangkan, Anda jelas sudah tahu jawaban saya.”Oriaga hanya diam memandang wajah Shanaya yang pucat. Berpikir gadis itu ternyata sedikit keras kepala.“Aku meminta sekretarisku pergi ke rumahmu untuk menyampaikan bahwa kamu sedang tugas ke luar kota, jadi sebaiknya kamu tetap di sini. Kalau kamu pulang sekarang jelas malah akan membuat keluargamu curiga.”Shanaya tak membalas ucapan Oriaga, memilih berbaring lalu memejamkan mata. Dia tak peduli lagi pria itu benar-benar pergi atau masih berada di sana.Shanaya berpikir sejenak kemudian memutuskan, memang lebih baik dia berada di rumah sakit dulu untuk memulihkan kondisi, karena
Ariani melongo tak menduga dari mana datangnya pria yang tiba-tiba ingin mengambil tanggung jawab atas biaya rumah sakit suaminya. Dia tersenyum mencibir, tapi tak lama menyadari penampilan Oriaga yang begitu elegan.Ariani memandang sepatu dan jam tangan mewah yang dikenakan Oriaga lantas membaui parfum pria itu yang wanginya berbeda. Dia menatap Shanaya kembali kemudian bertanya,"Apa dia atasanmu yang mengajakmu ke luar kota?"Shanaya menelan ludah susah payah. Ada dokter dan beberapa pasang mata yang memerhatikan mereka. Shanaya takut Ariani mempermalukannya lagi, meskipun dia sadar sudah tak memiliki harga diri setelah apa yang wanita itu lakukan tadi.Oriaga tak memedulikan tingkah Ariani. Dia menoleh dokter memintanya melakukan yang terbaik. Oriaga juga memanggil Aston untuk mengurus semua yang dibutuhkan Nugroho."Tempatkan ayah Shana di kamar VVIP, aku ingin beliau mendapat fasilitas dan perawatan terbaik.”Aston mengangguk lantas pergi bersama dokter. Sedangkan Ariani sendir
Pagi itu Oriaga berhasil membuat jantung Shanaya hampir berhenti berdetak. Setelah kemarin Oriaga tiba-tiba mengajaknya makan di restoran mewah, dan malamnya mengunjungi sang ayah untuk meminta izin menikah, sekarang Oriaga sudah mengulurkan buku nikah padanya.“Meskipun kamu sedang sibuk, jika aku menginginkan itu darimu maka kamu harus menjadikan keinginanku prioritas, aku tidak suka diminta menunggu apalagi ditolak, kecuali saat kamu datang bulan.”Kalimat Oriaga itu terdengar seperti perintah dari pada penjelasan.“Masih banyak aturan dariku yang harus kamu patuhi, tapi akan terlalu panjang jika aku mengatakannya di sini. Aku akan menuangkannya di sebuah dokumen.” “Apa Anda datang ke sini hanya untuk memberikan ini?” Tanya Shanaya. “Kamu pikir untuk apa? Aku heran, bagaimana bisa kemarin kamu begitu berani membalas ucapan Olivia, tapi sekarang seperti anak kucing yang baru saja tersiram air,” hina Oriaga. Shanaya diam tak bisa menjawab, matanya terus saja memandangi dua buku ni
Semua orang menoleh ke sumber suara. Mereka memandang seorang gadis seumuran Shanaya yang tampak mematung dengan raut wajah kebingungan."Bersikaplah yang sopan! Jangan seenaknya memanggil namanya karena dia adalah bibimu," balas Oriaga."Ki ... Kirana?" Lirih Shanaya.Gadis bernama Kirana itu mendekat dengan kening terlipat halus, memandang Masayu yang merupakan ibunya lalu Shanaya. Kirana memaksakan senyuman, lantas duduk setelah pelayan memersilahkan."Aku tahu dia teman kuliahmu, tapi sekarang dia istriku," kata Oriaga.Mulut Kirana menganga, dia menggeleng membuang muka dan berakhir menatap linglung Oriaga. "Istri? Apa Paman bercanda? Apa paman tahu seperti apa dia?" Pertanyaan Kirana membuat semua orang kaget dan secara bersamaan memandang ke arahnya kecuali Oriaga. "Paman, dia itu .... "Oriaga baru mengangkat kepala dan menatap tajam Kirana saat keponakannya itu membuka mulut lagi. Tanpa menunjukkan reaksi yang berlebihan Oriaga lantas melirik Shanaya, ia menyadari ada gura
"Bagaimana bisa Paman menikah lagi tanpa memberitahu kita?" Kirana tampak kesal, setelah Oriaga juga Shanaya pergi gadis itu mulai bicara lantang ke ibu dan tantenya."Apa Mama tidak ingin melakukan apa-apa? Apa tante Arumi juga akan diam melihat Paman tiba-tiba membawa orang asing ke sini?" Amuk Kirana. Gadis itu tak peduli banyak telinga pelayan yang mendengar ucapannya."Jaga mulutmu Kirana! Kamu seharusnya sudah paham betul sifat Pamanmu." Masayu memperingatkan sang putri, dia sendiri bingung kenapa tiba-tiba Oriaga menikah tanpa memberitahu mereka. Arumi sendiri terlihat lebih tenang. Wanita yang berprofesi sebagai perancang perhiasan itu memilih menyantap steak yang dihidangkan dengan khidmat. Meskipun di dalam hatinya Arumi juga bertanya-tanya, tapi dia tak ingin bersikap reaksioner seperti Kirana."Lagipula kenapa kamu terlambat pulang? Untung saja pamanmu tidak marah," ucap Masayu seraya melempar tatapan kesal ke anaknya."Kenapa? Bahkan Andra juga tidak datang," balas Kira