dengan mata sekeras kristal. Rasa harga diri membuat Azura tak mau memohonmohon, apalagi ia yakin kalaupun ia memohon, lelaki itu tidak akan tergerak sedikit pun.Dibukanya kancingnya satu per satu.
”Cepat!” Azura menatap lelaki telanjang yang hanya berdiri beberapa meter darinya itu.Rodriguez dengan tenang Membalas tatapan marahnya. Sengaja Azura berlama-lama melepaskan kancing-kancingnya, untuk menguji kesabaran si lelaki. Akhirnya semua kancing sudah dibuka.”Lepaskan pakaianmu.” Rodriguez membuat gerakan tegas dengan pisaunya.Sambil menunduk Azura melepaskan blusnya, tapi lalu menggunakannya untuk menutupi dadanya.”Turunkan.” Tanpa menatap lelaki itu, Azura menjatuhkan blusnya ke lantai.Setelah melewati keheningan yang panjang, lelaki itu berkata,”Sekarang yang lainnya.” Saat itu sedang musim panas di San Francisco. Azura menutup studionya lebih awal sore itu, sebab ia tak punya janji temu lagi. Setelah berolahraga di klub kesehatan, ia pulang hanya mengenakan rok, blus, dan sandal santai, karena tak ingin memakai stoking.”Roknya, Azura,” kata lelaki itu dengan tekanan tegang pada suaranya.Azura Merasa terhina Mendengar lelaki Itu menyebutkan nama depannya. Kemarahannya semakin memuncak. Dengan geram dibukanya kaitan roknya dandibiarkannya Rok itu jatuh ke lantai. Mendengar suara tersekat dari mulut lelaki itu, mengangkat kepala. Wajah lelaki tampak sangat tegang, dan matanya menelusuri tubuh Azura seperti sepasang obor yang berkelap-kelip.Memang tidak Transparan, Tapi sangat bagus dan tidak menyisakan apa pun untuk imajinasi orang yang melihatnya. Pemandangan ini tentunya akan sangat berpengaruh bagi orang yang baru kabur dari penjara.”branya.”Sambil berusaha menahan air matanya, Azura menurunkan tali bra, melepaskannya dari lengannya, dan memegangi bagian depannya sebelum melepaskan kaitan di bagian depan.Rodriguez mengulurkan tangannya. Azura terlompat releks.”berikan padaku,” kata lelaki itu dengan suara serak.Tangan Azura gemetar saat menyerahkan bra sutra berenda itu padanya. Pakaian dalam itu jadi tampak semakin feminin di tangan Rodriguez yang sangat maskulin. Lelaki itu merasa bahan halus bra yang masih terasa hangat tersebut. Suatu perasaan aneh merambati Azura saat memandangi jemari lelaki itu menggosok-gosok bahan pakaian dalam di tangannya.”Dari sutra,” guman Rodriguez dengan suara pelan.Diangkatnya bra itu ke wajahnya dan didekatkannya ke hidungnya. Lalu ia mengerang sambil memejamkan mata dan mengernyit sejenak.”Aromanya… aroma perempuan yang enak.” Azura baru menyadari bahwa lelaki itu sedang bicara pada diri sendiri, bukan padanya, juga bukan tentang dirinya.Rupanya bagi orang itu perempuan manapun sama saja. Azura tidak tahu apakah ia jadi lebih ketakutan atau justru lebih tenang mendengarnya.Saat-saat menegangkan itu berakhir ketika Rodriguez melemparkan bra tersebut dengan gerakan marah. ”Ayo,sisanya.””Tidak, kau mesti membunuhku dulu.” Lama lelaki itu memandanginya.Azura tidak tahan menantang matanya yang menjelajahi sekujur tubuhnya, jadi ia memejamkan mata.”Kau cantik sekali.” Azura tegang, mengira lelaki itu menyentuhnya. Tapi Rodriguez justru berbalik membelakanginya, kelihatannya kebingungan, entah karena sikap keras kepala Azura atau karena mendadak merasa tidak sampai hatiApa pun yang dirasakannya, yang jelas lelaki itu kini sangat marah. Ia mengaduk-aduk isi beberapa buah laci, dan akhirnya menemukan apa yang dicarinya. Ia beranjak kembali ke arah Azura dengan dua pasang stoking.”berbaring.” Ia menyibakkan penutup tempat tidur di belakang Azura yang berdiri kaku ketakutan.Azura berbaring, tubuhnya tegang karena ngeri, dan ia terbelalak ketakutan ketika lelaki itu berlutut di atasnya. Tapi Rodriguez sama sekali tidak memandanginya. Wajah lelaki itu kaku dan tegang saat ia menarik satu lengan Azura ke arah besi kepala tempat tidur.”Kau mau mengikatku?” tanya Azura dengan suara gemetar.”Ya,” sahut lelaki itu dengan singkat.Diikatnya pergelangan tangan dengan stoking itu dan disambungkannya ke besi tempat tidur.”Ya Tuhan!” berbagai bayangan mengerikan memenuhi benak Azura.Lelaki itu tersenyum sinis, seolah bisa membaca pikirannya dan melihat ketakutannya.”Tenang, Miss Azura. Sudah kubilang aku cuma ingin makanan dan istirahat, dan itulah yang akan kulakukan.” Masih tetap kaku oleh rasa takut.Azura berbaring Diam ketika lelaki itu mengikatkan pergelangan tangan satunya ke pergelangannya sendiri, dengan stoking yang sebuah lagi. Setelah mereka saling terikat, Azura memandangi lelaki itu dengan heran.Rodriguez mematikan lampu dan berbaring di sampingnya, memunggunginya.”Kau bangsat!” Azura menyentakkan, stoking yang mengikat mereka.”Lepaskan aku!””Tidurlah.””Kubilang lepaskan aku!” teriak Azura sambil mencoba duduk.Lelaki itu berbalik dan menariknya dengan kasar, hingga ia berbaring lagi. Meski tak bisa melihat sosoknya dalam gelap, Azura bisa merasakan ancaman dari tubuh orang yang berbaring begitu dekat dengannya itu.”Aku tak punya pilihan lain. Aku mesti mengikatmu.””Kenapa kau menyuruhku membuka pakaian?””Supaya kau tidak bisa melarikan diri. Aku yakin kau tidak bakal kabur malam-malam dalam keadaan begini. Selain itu…””Selain itu apa?” tanya Azura dengan marah.Setelah diam sejenak, jawaban lelaki itu terdengar dalam gelap, seperti seekor kucing hitam yang mengendap diamdiam,”Selain itu, aku ingin melihatmu begini.”* * * * *”BANGUN!” Dengan enggan Azura membuka mata.Ia tak ingat, kenapa ia merasa takut untuk terbangun. Kemudian ia merasa bahunya diguncangguncang dengan kasar, dan ia baru ingat apa yang terjadi. Ia membuka mata dan setengah terduduk sambil menutupi tubuhnya yang telanjang dengan selimut. Disibakkannya rambutnya yang acak-acakan dari mata dan ia menatap wajah Rodriguez yang tampak samar-samar. Semalam lama sekali ia baru bisa tidur. Ia cuma berbaring di samping lelaki itu, mendengarkan suara napasnya yang teratur.Ia tahu bahwa lelaki itu tidur nyenyak. Ia sudah berusaha melepaskan lengannya dari ikatan, sampai seluruh tubuhnya sakit, tapi usahanya sia-sia. Sambil menyumpah-nyumpah akhirnya ia menyerah dan berusaha menenangkan diri. Akhirnya ia tertidur juga.”bangun,” ulang Rodriguez dengan garang.”Kenakan pakaianmu. Kita berangkat.” Kedua pasang stoking yang semalam digunakan untuk mengikatnya sudah tergeletak di kaki tempat tidur.Kenapa ia tidak terbangun ketika ikatannya dilepaskan? Apakah sentuhan lelaki itu begitu halus dan ringan? Samar-samar ia ingat merasa sangat kedinginan saat subuh tadi. Apa lelaki itu kemudian menyelimutinya?Ia juga merinding membayangkan itu.Ia lega melihat Rodriguez sudah mengenakan pakaiannya yang kemarin. Sebagai ikat kepala, lelaki itu menggunakan bandana katun milik Azura. Anting-anting dan kalungnya masih ada, berkilau di kulitnya yang kecokelatan. bisa mencium aroma sampo di rambut hitamnya yang kelam.Azura memusatkan pikiran pada keadaan saat ini.”berangkat? Ke mana? Aku tidak mau ke mana-mana denganmu.” Lelaki itu menunjukkan sikap tak peduli.Ia membuka lemari Azura dan mulai memeriksa pakaian di gantungan. Gaun-gaun rancangan desainer dan blus-blus dari sutra dilewatkannya. Ia mengambil sepasang celana jeans lusuh dan kemeja biasa, lalu melemparkannya ke tempat tidur, ke arah Azura.Lalu ia membungkuk untuk memilih sepatu, dan mengambil sepasang sepatu bot bertumit pendek. Ditaruhnya sepatu itu di lantai dekat tempat tidur.”Kau bisa berpakaian sendiri atau…” Ia diam sejenak, mata kelabunya menelusuri sosok Azura di balik selimut.”…aku yang memakaikan semuanya padamu. Pokoknya lima menit lagi kita berangkat.” Gaya berdirinya sangat menantang.kaki terentang, dada membusung, dagu terangkat tinggi. Keangkuhan dan rasa percaya diri terpancar di wajahnya. Tapi Azura tidak mau menyerah begitu saja.”Kenapa kau tidak membiarkan aku tetap di sini?””Pertanyaan tolol, Azura. Tidak pantas kau bertanya begitu.” Azura membenarkan dalam hati.begitu lelaki ini pergi, ia pasti akan lari sambil menjeritjerit, sampai seseorang mendengarnya. Polisi akan bisa melacak jejaknya sebelum ia mencapai batas kota.”Kau adalah jaminanku. Semua napi pelarian yang pintar akan membawa sanderanya.”Azura maju selangkah. ”Dan kesabaranku padamu sudah semakin tipis. bangun dari ranjang itu!” bentaknya.Meski merasa marah, Azura menuruti perintahnya. Ia bangun sambil tetap menutupi tubuhnya dengan selimut.”Setidaknya berbaliklah sementara aku berpakaian.” Satu alis hitam lelaki itu terangkat sedikit.”Kau meminta seorang Napi untuk berlaku sopan?””Aku tidak punya prasangka rasial.” Lelaki itu memandangi rambut pirang Azura yangacak-acakan dan tersenyum mengejek.”Tidak, kurasa memang tidak. Aku malah ragu kau sadar akan kehadiran kami di luar sana.” Lalu ia berbalik dan keluar dari kamar itu.Dengan marah Azura mengambil pakian yang sudah dipilihkan lelaki itu. Ia menemukan sebuah bra dan celana dalam di tumpukan pakaian yang dilemparkan lelaki itu ke lantai setelah mengobrak-abrik semua lacinya semalam.Begitu selesai mengenakan jeansnya, Azura bergegas ke jendela dan membuka kerai-kerai. Ia meraih kait jendela dan membukanya, tapi sebuah lengan cokelat Yang kuat terulur dari belakangnya dan mencengkerampergelangan tangannya.”Aku mulai bosan dengan segala ulahmu ini,Azura.””Dan aku juga mulai muak dengan caramu yang kasar,” teriak Azura sambil mencoba melepaskan lengannya.Lelaki itu melepaskannya setelah mengunci jendela dan menutup semua kerainya kembali. Dengan kesal Azura memijat-mijat pergelangannya sambil melotot marah. Ia tidak pernah suka pada orang yang kasar.”Dengar, Nona, kalau bukan karena memerlukanmu sebagai sandera, aku tidak bakal membiarkanmu hidup. Jadi, jangan banyak ulah.” Ia membalikkan tubuhAzura dan mendorong sambil memegang tengkuknya.”Jalan!” Ia menyuruh Azura ke dapur, lalu mengambil termos dan sekantong makanan.”Rupanya kau sudah mengumpulkan keperluanmu,” Sindir Azura.Dalam hati ia menyumpahi diri sendiri karena tidur terlalu nyenyak. Padahal ia mungkin bisa meloloskan diri dari jendela kamar ketika lelaki itu sedang membuat kopi dan menjarah lemari makanannya.”Kau akan senang aku membawa makanan ini ke tempat tujuan kita.””Ke mana kita mau pergi?””Ke tempat kaumku tinggal.”Ia tidak menjelaskan lebih lanjut. Sambil mencengkeram lengan atas Azura, dibawanya gadis itu ke garasi. Ia membuka pintu penumpang mobil Azura, lalu menyuruh masuk. Ia sendiri duduk di belakang kemudi.Termos dan kantong makanan itu diletakkannya di kursi, di antara mereka.Dimundurkannya kursinya agar kakinya yang panjang bisa ditempatkan dengan lebih nyaman. Lalu dibukanya pintu garasi dengan remote yang selalu diletakkan Azura di dasbor. Setelah mobil berada di luar, ia menutup pintu garasi dengan cara yang sama. Di ujung jalan, dengan cekatan ia mengarahkan mobil ke tengah arus lalu lintas di jalan besar.”berapa lama aku dibawa pergi?” tanya Azura.Pertanyaannya biasa saja, sama sekali tidak sesuai dengan matanya yang sibuk memandang ke sana kemari.Tapi Rodriguez sengaja tidak mau berlamalama mendekatkan mobilnya dengan mobil lain, sehingga Azura tidak sempat mengadakan kontak mata dengan pengemudi atau penumpang kendaraan di sekitarnya. Tidak ada mobil polisi di dekat mereka. Rodriguez mengemudi dengan hati-hati, dalam batas kecepatan yang diizinkan. Ia tidak bodoh.Ia juga tidak banyak bicara. Ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Azura.”Orang-orang akan mencariku. Aku punya usaha sendiri di rumah. Kalau aku tidak muncul, orangorang akan mencariku.””Tuangkan kopi.” Azura ternganga mendengar perintah yang diucapkan dengan angkuh itu.seolah-olah lelaki itu seorang pahlawan, sedangkan ia adalah pelayannya.”Persetan.””Tuangkan kopi.” Kalau lelaki itu berteriak kepadanya atau marah-marah, mungkin ia akan melawan dengan kegarangan yang sama. Tapi lelaki itu bicara dengan suara pelan dan tenang, seperti ular yang melata keluar dari gua. Azura merinding ngeri mendengar nadanya. Sejauh ini lelaki ini tidak menyakitinya, tapi orang ini jelas berbahaya.Pisau dapur itu masih terselip dipinggangnya. Sekali pandang ke mata kelabunya yang keras sudah cukup untuk membuat Azura yakin bahwa orang ini Adalah musuh yang tidak boleh disepelekan.Di depan bar ada sederetan kursi tinggi dengan alas vinil merah. Setidaknya dulu pernah berwarna merah, meski sekarang hanya tampak berwarna gelap kotor dan berminyak. Hanya tiga kursi yang diisi. begitu pintu tertutup kembali, tiga pasang mata jahat menoleh dan menelusuri sosok mereka dengan curiga. Salah satu di antara ketiga orang itu adalah seorang perempuan pirang bermakeup tebal yang duduk mengangkat kaki ke kursi di sampingnya. Ia sedang mengecat kuku jari kakinya.”Hei, Ray, ada tamu,” teriaknya. Ray adalah lelaki tambun yang ada di belakang bar.Ia sedang asyik menonton opera sabun di televisi yang dipasang tinggi di sudut, sepasang lengannya yang sangat besar bertumpu di kulkas.”Kau saja yang melayani,” ia balas berteriak tanpa mengalihkan mata dari layar.”Kukuku belum kering.” Ray memaki dengan ucapan kotor yang dikira Azura hanya bisa dibaca di temboktembok WC umum di pelabuhan.Ray beranjak meninggalkan kulkas dan menatap mereka dengan pandangan marah. Azura melihatny
SAMbIL membuka topi, polisi itu mengusap dahinya yang berkeringat dengan bagian lengan seragamnya. Azura duduk tegak dan memperhatikan. Seragam yang dikenakan orang itu adalah seragam sherif, setidaknyaseragam seorang deputi.”Stella, satu bir untukku,” seru lelaki itu begitu pintu tertutup di belakangnya.Si pramusaji berambut pirang menoleh dan tersenyum lebar melihatnya. Rupanya mereka sudah akrab.”Hm, coba lihat siapa yang datang.” Si pramusaji bersandar di bar, dengan pose yang membuat payudaranya yang besar tampak sangat mengundang.Sherif itu tersenyum mesum padanya.”Kangen aku, ya?””Huh, tidak,” sahut si pramusaji sambil merangkul leher Sherif yang kemerahan ketika lelaki itu mencondongkan tubuh ke arahnya dari kursi tingginya.”Kau kan tahu aku. Tidak ketemu, ya tidak dipikirkan.””Sudah dua hari ini aku mencaricari seorang buronan sialan yang sama sekali tidak ketahuan di mana batang hidungnya. Aku butuh bir dingin dan perhatian yang manis.””bir dan perhatian? Urusanny
”Sedikit apa?””Sedikit perempuan yang menghabiskan lebih dari satu malam bersamaku.””Jangan harap aku merasa tersanjung mendengarnya.””Tidak. Aku yakin perawan kulit putih seperti kau tidak bisa membayangkan hal yang lebih buruk selain dipeluk oleh seorang lelaki .””Kau sangat vulgar. Dan aku bukan perawan.””Kau sudah menikah?””belum.””Kalau begitu, kau hidup bersama dengan pacarmu?””Tidak.””Punya hubungan istimewa?””bukan urusanmu.” Azura lebih suka mati daripada menceritakan pada orang ini bahwa hanya pernah ada satu lelaki dalam hidupnya.Itu pun tidak layak diingatingat, karena apayang dialaminya dulu sangat mengecewakan, dan ia melakukannya terutama sekadar untuk memuaskan rasa ingin tahunya.Di antara dirinya dan lelaki yang dulu menjalin hubungan dengannya hanya terjalin sedikit rasa suka, sedikit komunikasi, tanpa kehangatan atau kedekatan, bahkan tidak terlalu banyak gairah. Sesudahnya ia sangat kecewa, dan ia merasa pasangannya pun merasakan hal yang sama.Ia tid
”Rodriguez!” teriaknya panik.”Rodriguez!””Ada apa, Azura?””Pintunya tidak bisa dibuka.””Memang.” Azura ternganga kaget.Lelaki itu sengaja menguncinya di dalam.”bukakan!” jeritnya sambil menggedorgedor pintu.”Akan kubukakan begitu aku kembali.””Kembali? Kembali? Kau mau kemana? Jangan berani-beraninya meninggalkan aku terkunci di sini!””Terpaksa. Aku tidak mau kau menggunakan telepon yang purapura tidak kaulihat itu. Kau akan kulepas begitu aku kembali."”Kau mau ke mana?” tanya Azura lagi.Ia putus asa membayangkan terkurung dalam toilet ini entah untuk berapa lama.”Kembali ke mobil. begitu slang airnya sudah kuganti, aku akan kembali untuk menjemputmu.””Ke mobil? Kau mau kembali ke mobil? bagaimana caranya kau ke sana?””Aku akan lari.””Lari?” Azura mengucapkan kata itu tanpa suara.Lalu sesuatu terlintas dalam pikirannya dan ia mengatakan.”begitu pemilik tempat ini datang kembali jamempat, mereka akan menemukan aku. Aku akan menjerit sekeras mungkin.””Aku sudah kem
Rodriguez ingin cepatcepat kembali. Matanya yang tajam melayang dan menyimpan denah keseluruhan wilayah itu. Ia tahu bahwa ia tinggal menempuh beberapa kilometer lagi. Paling banyak lima kilo meter. Ditekannya pedal gas mobil tersebut. Untunglah kendaraan itu bereaksi. Mobil itu bisaberfungsi kembali dengan baik. Tidak sukar mengganti slangslangnya. Yang sulit adalah berlari sepanjang jalan untuk mencapai mobil itu tadi, dengan membawa peralatan berat di saku, berikut segalon air untuk menggantikan yang merembes keluar. Rodriguez sudah biasaberlari, bahkan dalam udara terik pertengahan musim panas sekalipun. Tapi membawa tambahan beban berat memang merupakan tantangan.Rodriguez bersukur mendapat kesempatan untuk berpikir, sementara mobilnya melaju. Angin panas menerpa pipi dan rambutnya. Ia lebih suka menikmati angin pada pasir dari jendela mobil yang dibuka, daripada kesejukan buatan dari AC. Hanya karena adaperempuan itu ia mau menutup kaca jendela mobil.Perempuan itu…Ia me
Setelah terpotong, dilemparkannya kemeja itu kembali pada Azura.”Kenakan itu. Kita sudah cukup banyak buang-buang waktu di sini.” Ia keluar dan memutar ke kursi pengemudi.Dalam diam Azura memandangi bagian belakang kepala lelaki itu. Sementara mobil melaju di jalanan yang tidak rata, Azura berusaha memikirkan berbagai cara untukmengalahkan lelaki itu. Tapi semua cara yang terpikir olehnya dicoretnya dari rencananya. Ia terpikir untuk membuat tali jerat dari salah satu lengan kemejanya, untuk mencekik lelaki itu dari belakang. Tapi lalu bagaimana dengan nasibnya sendiri? Ia akan seorang diridi tengah tempat terpencil ini, tanpa peta ataupun air. bensin di mobil itu lamakelamaan pasti akan habis. Kalaupun ia berhasil melumpuhkan Rodriguez, kesempatannya sendiri untuk bisa bertahan di belantara inisangat tipis.Jadi, Azura terus berdiam diri, sampai rasa lelah merayapinya dan sekali lagi ia jatuh tertidur. Ia terbangun ketika mobil itu berhenti perlahanlahan. Dengan susah payah i
”benarkan dia penjara tiga tahun karena perbuatan kriminal yang sebenarnya tidak dia lakukan?””Ya,” sahut Alice.”Satu-satunya kesalahan Rodriguezadalah karena dia mengorganisir demonstrasi di tangga gedung pengadilan di Phoenix. Dia sudah melalui semua jalur yang resmi. Dia sudah mendapat izin untuk berdemo. Dan mestinya demo itu tidak berubah menjadi kekerasan.””Apa yang terjadi?””beberapa peserta demo yang lebih keras daripada Rodriguez membuat keributan. Sebelum Rodriguez bisa mengendalikan situasi, berbagai fasilitas umum sudah dirusak,dan timbul perkelahian yang berkembang menjadi keributan besar. beberapa orang, termasuk polisi, terluka.””Parah?””Ya. Karena sudah mendapat reputasi sebagai pengacau, Rodriguezlah yang pertama-tama ditangkap.””Kenapa dia tidak mengatakan bahwa dia mencoba menghentikan kekerasan itu?””Dia menolak menyebutkan nama orang-orang yang bertanggung jawab atas kekerasan itu. Dia mewakili dirinya sendiri pada pengadilan atas dirinya, dan tidak
Azura tahu ucapan lelaki itu benar, jadi ia tidakmengatakan apa-apa.“Aku masuk fakultas hukum. Aku sangat ingin buka praktik, untuk membantu masyarakat Indian yang dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan pertambangan dan semacamnya. Dan aku berhasil memenangkan beberapa kasus, tapi tidak cukup banyak. Aku mulai tidak percaya dengan sistem hukum yang ternyata sama politisnya dengan segala hal lain di dunia. Tapi keadilan itu sendiri tidak buta.“ Maka aku juga mulai bermain keras. Aku jadi jauh lebih berani berbicara dengan bersikap kritis.Aku mengorganisir para pemrotes dari kalangan Indian, supaya suara mereka lebih didengar. Aku menyusun demonstrasi damai. Tapi segala kegiatan itu malah membuatku di-cap sebagai pembuat masalah yang perlu diawasi. Ketika ada kesempatan untuk menangkap dan memenjarakankuuntuk waktu lama, mereka pun melakukannya.”Rodriguez kembali bersandar di kursinya dan memandangi Azura dengan kaku.“Nah, sudah puas sekarang?Sudah tahu apa yang ingin kauketa