Share

Terbangun Menjadi Nyonya Prakoso
Terbangun Menjadi Nyonya Prakoso
Penulis: Viona Xi

Asing

“Nyonya, anda harus bangun!” ucap suara wanita yang berjalan masuk ke kamar dan suara tirai yang terbuka. Cahaya matahari masuk membuat kedua mata wanita yang tertidur lelap itu mengerjap kemudian membuka matanya perlahan.

“Ibu, aku libur hari ini! Lagipula, dosen pembimbingku belum merespon chatku! Biarkan aku tidur ....” gumam wanita di tempat tidur itu dengan kesal.

Dia baru saja begadang tadi malam untuk mengerjakan naskah novelnya dan chat yang dia kirim pada dosen pembimbingnya kemarin masih belum dibalas seharian. Entah kapan dia akan mendapat balasanya.

Hari ini adalah hari liburnya, tidak bisakah dia mendapatkan tidur sepuasnya?

“Apa maksud Nyonya? Dosen pembimbing apa? Ibu? Saya Bi Nilam, Nyonya! Bukankah ibu Nyonya tidak tinggal di sini?” jawab wanita paruh baya yang membuka tirai kamar tadi.

Samar-samar, Sandra Aiman, wanita di tempat tidur itu akhirnya mencerna apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar.

Dia melihat wanita yang ada di dekat tirai memandangnya bingung. Tetapi dia bahkan jauh lebih bingung.

Dia melihat ruangan dimana dia terbangun.

Ruangan yang sama sekali tak dia kenal.

Furnitur di ruangan ini serba kayu, dengan nuansa putih dan coklat. Di sebelah kiri terdapat nakas kecil  berwarna coklat dan di atasnya terdapat lampu tidur. Selain itu terdapat jendela lebar yang terbuat dari kaca dengan kusen berwarna putih persis di belakang wanita itu.

Terdapat lemari dengan desain minimalis berwarna putih coklat di sebelah kanan tempat tidur.

‘Ini bukan kamarku ...,’ pikirnya tiba-tiba merasa merinding.

“Kamu siapa? Ini di mana?!” seru Sandra itu pada wanita di hadapannya dengan tatapan curiga. Bi Nilam? Dia tak pernah kenal nama itu!

Dia memperhatikan di luar jendela kamar itu. Terdapat seperti kebun yang terdiri dari banyak pohon dan bunga-bunga. Dia juga merasa tempat ini sangat sepi.

Hanya terdapat suara kicau burung. Tak ada suara bising kendaraan bermotor, ini artinya rumah ini bukan di kota atau di pinggir jalan.

Terlalu sepi.

‘Apa aku sedang diculik?’

Sandra melebarkan kedua matanya.

Tempat seperti ini sangat cocok untuk menyembunyikan korban penculikan karena jauh dari keramaian.

Jangan salah, walau dia dari keluarga yang sangat sederhana, namun potensi untuk diculik itu tetap ada!

Terakhir dia ingat, banyak sekali kasus orang hilang yang akhirnya ditemukan tanpa organ dalam, alias jadi korban yang diculik untuk diambil organnya!

Harga organ dalam itu mahal sekali. Apalagi di zaman banyak sekali orang sakit. Yang jadi sasaran penculikan bukan lagi anak orang kaya saja, tetapi anak orang miskin!

‘Aku harus kabur dari sini!’ pikir Sandra karena instingnya merasa sangat terancam.

Dia tak tahu ini dimana dan siapa wanita di hadapannya itu.

Tetapi yang pasti, dia jauh dari keluarganya!

Dia harus kembali ke rumah, apapun yang terjadi.

Ketakutan yang menyergapnya, membuatnya tak bisa berpikir jernih. Sandra dengan cepat membuka selimutnya, berdiri dari tempat tidur dan tanpa mempedulikan wajah wanita di depannya yang terlihat terkejut, dia berlari ke luar kamar.

“Nyonya!” panggil wanita dari belakangnya.

Dia merasakan sakit kepala, mungkin darah rendahnya kambuh karena begadang tadi malam.

‘Sial!’ umpatnya dalam hati.

Kadang rasa sakit datang di saat yang sangat tidak tepat.

Saat dia melihat cermin yang ada di dinding kamar tepat sebelum keluar dari kamar itu, dia reflek mundur perlahan. Salah satu telapak tangannya menutupi mulutnya yang menganga karena melihat pantulan dirinya yang ada di cermin itu.

Dia menyentuh rambutnya.

“Kapan aku memotong rambutku? Kenapa aku memotong rambutku? Aku yakin semalam rambutku tetap panjang!” gumam Sandra sambil rasanya ingin menangis.

Rambut panjang yang sangat dia sayangi tiba-tiba menghilang dan dia tak tahu siapa yang memotongnya!

Rambut panjang yang dia butuh waktu bertahun-tahun untuk menumbuhkannya, hilang dalam sekejap!

“Nyonya? Nyonya!” panggil Bi Nilam pada Sandra yang terpaku menatap pantulan di cermin yang sangat tidak masuk akal.

“Siapa yang memotong rambutku? Apa ibu yang memotongnya semalam? Rambut panjangku hilang!” protes Sandra pada Bi Nilam sambil tetap menahan tangis.

Bi Nilam kembali heran dengan pertanyaan nyonyanya itu.

“Rambut panjang apa, Nyonya? Apa Nyonya masih terbawa mimpi?” tanya Bi Nilam sambil memperhatikan wajah Sandra yang saat ini sangat muram.

“Tidak, rambutku ini sampai semalam masih panjang!” sanggah Sandra sambil memegang rambutnya yang basah.

Bi Nilam menarik tangan Nyonyanya menuju laci di nakas dalam kamar itu. Bi Nilam kemudian mengeluarkan sebuah album dan menyerahkannya pada Sandra.

“Lihatlah! Semua foto Nyonya dua tahun ini hanya berambut pendek! Tidak ada yang berambut panjang. Kapan Nyonya berambut panjang?” tanya Bi Nilam.

Sandra melihat lembar demi lembar album foto itu.

Tidak ada foto lain selain dirinya di album foto itu. Dan benar saja, semua fotonya berambut pendek.

“Foto-foto itu sengaja dikumpulkan tuan karena tuan sangat mencintai Nyonya. Album itu diberikan tuan sebagai hadiah ulang tahun Nyonya bulan April kemarin,” jelas Bi Nilam.

“Tuan? Tuan siapa?!” seru Sandra.

“Tentu saja suami Nyonya! Siapa lagi?” balas Bi Nilam semakin bingung.

“Tidak! Aku sama sekali tidak punya suami! Aku ini belum lulus kuliah, bagaimana bisa memiliki suami!” tolak Sandra dengan keras. Dia menggelengkan kepala tak ingin mempercayai ucapan wanita yang tak dikenalnya itu.

Enak saja menuduhnya sudah menikah!

Jika dia sudah menikah, pasti itu nikah paksa! Atau lelaki itu menculiknya semalam! Bagaimana bisa dia menikah saat dia sudah bangun?

Tiba-tiba memiliki suami, dalam semalam?

Ini bukan dongeng, menikah pun butuh persiapan ini itu surat-surat juga banyak sekali persyaratannya.

"Astagfirullah, nyebut Nyonya, nyebut! Apa Nyonya ingin bercerai dengan tuan? Kasihan sekali tuan jika memang begitu," ucap pelayan itu sambil memandangku dengan tatapan prihatin.

Sandra melongo. Ini, dia yang gila atau ibu yang di hadapannya ini yang gila?

‘Tunggu ....’ Sandra kemudian mulai sadar tentang sesuatu. Dia melihat sekali lagi isi album yang dipegangnya, setiap foto terdapat tanggal yang menunjukkan bahwa foto itu diambil dari tahun 2021 hingga 2023.

“Sekarang tahun 2023?” seru Sandra tidak percaya.

Bi Nilam mengangguk.

“Tentu saja, Nyonya. Memangnya tahun berapa lagi?” balas Bi Nilam.

Sandra menggeleng keras dan tangannya menjatuhkan album itu ke lantai.

Dia pasti bermimpi.

Benar, dia pasti sedang bermimpi buruk!

Dia harus bangun! Dia tak boleh di sini.

Di sini hanya ilusi dan semua ini bukan kenyataan! Dia tak boleh percaya ini semua!

Dia berusaha untuk mencubit lengannya dengan keras.

Tapi berakhir dengan meringis karena kesakitan akibat ulahnya sendiri.

“Nyonya!” teriak Bi Nilam panik.

Bi Nilam mendekati dan memegang kedua bahu Sandra.

“Nyonya! Nyonya kenapa? Sadarlah!” seru Bi Nilam sambil mengguncang kedua bahu Sandra yang terlihat seperti sedang gila.

Sandra di matanya tiba-tiba mencubit lengannya sendiri dengan keras kemudian menampar pipinya sendiri seolah orang kerasukan sambil bergumam berulang-ulang kalimat, “Bangunlah! Ini semua mimpi!”

“Mimpi apa maksud Nyonya? Ini kenyataan, bukan mimpi!” seru Bi Nilam.

Sandra menggeleng sambil menitikkan air mata.

“Tidak, ini pasti mimpi! Tidak mungkin seperti ini! Ini bukan kenyataan! Aku sama sekali tak percaya semua ucapanmu, Bu!” balas Sandra sambil berusaha mendorong Bi Nilam dari dirinya.

“Nyonya, saya bersumpah ini kenyataan! Nyonya lihat sendiri kan, Nyonya kesakitan saat mencubit dan menampar diri sendiri, butuh bukti apa lagi?” balas Bi Nilam berusaha menyadarkan Sandra yang histeris.

Sandra tetap menggelengkan kepala sambil bersimpuh di lantai. Dia menutup kedua matanya berharap jika dia membuka matanya, maka dia akan kembali kepada kenyataan yang dia ingat.

Tetapi saat dia membuka mata kembali, tak ada yang berubah. Dia tetap di kamar ini.

“Bu, aku mau pulang. Aku mohon, aku ingin pulang!” pinta Sandra sambil terus menangis dan mencengkram erat bagian depan pakaian Bi Nilam hingga buku jarinya memutih.

Bi Nilam menggenggam kedua tangan Sandra yang mencengkram pakaiannya itu.

“Pulang ke mana, Nyonya? Ini rumah Nyonya!” jawab Bi Nilam sambil berusaha menepuk dan mengelus punggung Sandra agar dapat menenangkannya.

“Tidak. Ini bukan rumahku! Rumahku bersama dengan ibuku! Aku ingin pulang!” ucap Sandra sambil gemetaran karena tangisnya yang membuncah.

“Kenapa Nyonya bisa berpikir begitu? Nyonya sudah menikah, jadi rumah Nyonya pasti dengan suami Nyonya,” jelas Bi Nilam.

Sandra mengangkat wajahnya yang tertunduk kemudian menatap Bi Nilam dalam-dalam.

“Tidak, ini bukan kenyataan. Seharusnya sekarang bukan tahun 2023, seharusnya sekarang masih tahun 2018!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status