Share

Bab 3

Melihat bagaimana orang tuanya mengusahakan dirinya untuk tetap ikut membuat Lyona merasa membebani. Ia pun memutuskan untuk mencari kerja paruh waktu yang bisa ia lakukan disela-sela sekolahnya. Ada beberapa pekerjaan yang bisa ia lakukan saat ini. Namun, ia pikir jika dirinya melakukan ini terang-terangan, maka orang tuanya akan marah.

          Lama ia berlarut dalam pikirannya. Pada saat itu, ia mendengar teman-temannya sedang membicarakan tentang les dan juga bayaran les adik Karine. Lyona pun seperti mendapat sambaran petir dalam dirinya. Dengan senyum bahagianya, ia pun bertanya tentang les itu.

          “Maaf menyela, les kayak gitu diadakan kapan?” Lyona bertanya langsung pada intinya. Ia menunggu jawaban temannya dengan penuh harap.

          “Ah, kalau itu tergantung yang minta sih. Bisa juga buat janji dulu, bisanya yang ngasih les kapan dan yang les bisanya kapan.” Okky menjawab pertanyaan Lyona.

          “Kamu mau les juga nih?” goda Sekta.

          “Ah, bukan gitu, cuma mau tanya aja.” Lyona agak ternganga.

          “Lyo mah meskipun gak les juga dah pinter kali. Gak kayak kamu,” sahut Karine mengejek Sekta.

          “Ya elah, ya udah aku les ke Lyona aja. Gimana Lyo?”

          “Kalian lebih pintar dari aku kok. Lagian aku belum pantas jadi guru.”   

          “Jangan merendah gitu dong.”

          Lyona hanya tertawa kecil menanggapi godaan teman-temannya.

          Bel masuk pun berbunyi, dan pelajaran pun dimulai ketika guru mata pelajaran hari itu masuk kelas. Dalam hati, Lyona berusaha membulatkan tekadnya untuk menjadi guru les. Ia berpikir bahwa menjadi guru les jauh lebih baik dan aman ketimbang pekerjaan yang lainnya. Ia pun juga tidak keberatan dan malah menganggap hal tersebut memang sudah bidangnya.

          Pada saat jam istirahat, Lyona memutuskan untuk membeli makanan di koperasi ketimbang kantin. Ia menolak ajakan teman-temannya, namun mereka tidak memberatkan hal tersebut. Setelah mengisi perut dengan makanan yang ia beli, Lyona pun menuju perpustakaan. Di perpustakaan, ia mencari buku tentang pekerjaan ringan yang mungkin bisa ia lakukan tanpa memberatkan dirinya. Namun ia mengurungkan niatnya tersebut dan mencari buku fisika. Lyona duduk di pojok dengan bangku tunggal. Ia membuka-buka buku tersebut dan teringat akan niatnya tadi. Lyona pun mengeluarkan ponselnya dan mencari tempat ia bisa mendaftarkan menjadi guru les. Ia menggulir-gulirkan layer sambil membaca judul artikel-artikel itu dengan cepat.

          Lyona merasa tidak ada yang cocok dengan waktu yang ia miliki saat ini. Kebanyakan tempat-tempat tersebut mencari guru les permanen dan juga guru les panggilan yang artinya Lyona harus punya banyak waktu dan selalu siap sedia ketika ada yang menghubunginya. Namun ia tidak bisa melakukannya, karena dengan demikian ia bisa ketahuan oleh orang tuanya dan akan dimarahi.

          Lyona mengetuk-ngetukkan jarinya pelan di atas meja. Beberapa saat kemudian, ia pun menemukan ide untuk membuka sendiri situs les miiliknya. Dengan begitu ia bisa menyewakan jasanya dan bisa menyesuaikan sendiri dengan waktu yang ia punya. Ia pun membuka G****e dan memasukkan keyword tentang bagaimana caranya membuat situs untuk menawarkan jasa. Dengan cepat G****e menampilkan pencariannya. Ia menggulir-gulir lagi layarnya dan membuka salah satu artikel, ia membaca dengan seksama. Senyum cerah pun tersinggung dari bibirnya dan matanya sedikit berbinar. Sebelum akhirnya bel berbunyi.

          Bel pulang berbunyi, dan guru mata pelajaran terakhir pun berpamitan. Seluruh murid kelas dengan segera memasukkan semua barang-barang mereka ke dalam tas, dan mereka pun berhamburan keluar kelas berbaur menjadi satu dengan kelas lainnya. Lyona yang telah memasukkan semua barang-barangnya menunggu Jian yang sedang berberes. Jian menyadari hal tersebut dan tersenyum kepada Lyona.

          “Kamu gak bosen kah nungguin aku terus tiap hari kayak gini?” tanya Jian masih dengan senyumannya.

          “Ah enggak kok, aku malah seneng,” balas Lyona dengan senyum malu-malu.

          “Nungguin orang kok malah seneng? Ada-ada aja kamu ini.” Mereka berdua pun tertawa.

          Setelah Jian selesai, mereka pun turun bersama dan di koridor terlihat teman-teman mereka yang lain sedang menunggu sambil mengobrol dengan obrolan yang kelihatannya seru. Lyona dan Jian pun melambaikan tangan kepada mereka ketika mereka menoleh kea rah Lyona dan Jian.

          “Ini dia yang ditunggu. Lama banget deh, untung aku tadi dicegah Karine buat pulang duluan,” ucap Sekta sedikit ketus.

          “Bukannya kamu ya yang nyuruh kita nunggu?” kata Okky tiba-tiba.

          “Lah iya. Malah aku yang diseret-seret,” imbuh Karine.

          “Alah, udah. Ayo pulang. Terima kasih lho udah nungguin kita,” sela Jian melihat teman-temannya.

          “Iya, sama-sama,” jawab Okky.

          Mereka berlima pun berjalan bersama melewati gerbang keluar sekolah. Mereka berpisah dan melambaikan tangan satu sama lain. Rumah mereka berbeda jalan kecuali Sekta dan Karine yang searah. Lyona pun berjalan dengan perlahan sambil diterpa angin sepoi-sepoi. Ia merasakan angin-angin itu masuk ke dalam kulitnya melewati pori-pori, sangat segar dan sejuk. Ia berhenti sejenak di bawah pohon besar dan menutup matanya untuk merasakan terpaan angin. Ia bernapas teratur dan dalam hatinya ada rasa syukur bahwa ia bisa merasakan sejuknya angin.

          Lyona pun melanjutkan jalannya sambil bersenandung pelan. Ia selalu berkata kepada dirinya bahwa ia harus selalu bahagia dan tersenyum dalam keadaan apa saja. Karena apa yang ia miliki sekarang sangat berharga ketimbang harus mengharapkan sesuatu yang belum tentu dapat ia miliki. Walau dalam benaknya ia masih harus mencari uang untuk biaya study tour dan juga biaya sekolah yang lain. Ia tidak bisa selamanya mengandalkan orang tuanya yang sudah membiayainya sejak kecil, apalagi ia pindah sekolah. Pasti orang tuanya mengeluarkan uang yang sangat banyak. Ia tidak menutup mata akan semua yang telah terjadi. Ia tahu persis seperti apa perjuangan orang tuanya dan seberapa banyak uang yang mereka keluarkan. Oang tuanya memang rela melakukan apa pun dan mengeluarkan uang sebanyak apa pun bahkan sampai simpanan pribadi mereka. Ia melihat dan merasa bersalah, namun ia juga tidak bisa melakukan apa pun dan itu lebih membuatnya merasa bersalah.

          Lyona membuka pintu rumahnya dan memberi salam. Rumahnya kosong dan ia pun menutup kembali pintu rumahnya. Ia menaruh sepatu dan masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju. Perutnya keroncongan karena ia hanya makan makanan ringan di koperasi. Namun ia merasa malas untuk makan dan lebih memilih untuk merebahkan dirinya. Dirasakannya sangat nyaman dan ia merasa lebih enggan untuk beranjak untuk makan ketimbang tadi. Ia menatap langit-langit kamarnya dan hanya berkedip-kedip. Hal tersebut ia lakukan hingga setengah jam. Ia tidak memikirkan apa pun hanya melamun dan bernapas saja. Lyona sering melakukan hal tersebut dan ia merasa tenang dan nyaman saja.

          Lyona pun bangkit dari ranjangnya dan berjalan menuju ruang makan dan mengambil makanan. Ia selalu takjub dengan ibunya yang selalu memasak bermacam-macam menu padahal ia harus bekerja dan semua masakan ibunya sangat enak. Baginya tidak ada makanan yang bisa mengalahkan rasa masakan ibunya. Ia makan dengan lahap dan tersenyum saar makan. Ia mengambil lauk yang ini dan itu lalu tambah lagi.

          Selesai makan dan minum, ia pun berdiri dan menuju dapur untuk mencuci piring dan gelas bekasnya itu. Ia mencuci sambil bersenandung, ia merasa sangat sunyi maka dari itu ia bersenandung. Setelah itu, ia meletakkan piring dan gelas tersebut di tempat masing-masing. Ia melihat jam dinding dan menunjukkan pukul 4 sore. Ia pun kembali ke kamarnya.

          Sesampainya di kamar, ia membuka ponsel dan menjawab beberapa pesan dari teman-temannya. Lalu ia ingat bahwa ia ingin membuka layanan les pribadi. Ia mengetik-ketikkan kata-kata untuk situs yang akan ia buat di laptopnya. Sambil melihat tata cara di ponselnya.

          “Ah, susah ternyata,” desahnya sambil terus berusaha.

          Lyona mengetuk-ketukkan jarinya di atas touchpad laptopnya. Ia bingung harus memuat apa saja dalam situsnya agar terlihat meyakinkan bagi orang yang membacanya. Ia terus mengetik lalu dihapus lalu mengetik lagi dan dihapus lagi sampai menurutnya pas. Sudah lewat setengah jam ia terus mengetik dan akhirnya ia selesai. Ia membaca dari atas sampai bawah dengan seksama dan akhirnya ia merasa sudah pas. Lalu ia menambah layanan lesnya hanya berlaku online saja. Menurutnya itu lebih mudah, karena pasti lebih banyak orang yang akan menghubunginya dibandingkan jika ia menyediakan les offline. Ia terus berdoa agar banyak orang yang tertarik dan menghubunginya.

          Dengan doa ia mengunggah situs miliknya dan menyalin link untuk dibagikan di media sosial miliknya. Pada media sosial ini, ia tidak berteman dengan teman-teman sekolahnya dan ia memiliki lumayan banyak pengikut. Karena ia suka membagikan materi-materi dalam postingannya. Ia menghela napas panjang setelah selesai melakukannya dan merebahkan dirinya kembali ke ranjang. Jam menunjukkan pukul 5 sore lebih 12 menit dan ibunya pulang bekerja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status