Sampai di apartemen Sonya, Adi mencoba menerobos masuk ke kamar. Namun, saat akan membuka pintu kamar itu ternyata passwordnya telah diubah oleh Sonya. Tentu saja itu membuat Adi semakin geram karena tidak berhasil masuk.“Sonya … buka pintunya!” teriak Adi, ia sangat kesal karena Sonya mengganti password kamar itu tanpa memberitahunya.Melihat tidak ada tanda-tanda jika pintu kamar itu akan dibuka, membuat Adi semakin menggila. Perasaannya sudah tak menentu hari ini, di kantor ia sudah kehilangan asisten yang sangat berarti baginya. Ya, Yogi telah mengundurkan diri menjadi asisten pribadinya karena ia sangat kecewa dengan sikap Adi.***Sementara di Panti Asuhan, Risa tampak senang menikmati hari pertamanya di sana. Menghabiskan waktu bersama anak-anak membuat ia melupakan semua masalah yang terjadi dalam hidupnya. Senyuman, canda tawa penuh keceriaan kembali hadir menghiasi wajah cantiknya. Tak ada lagi air mata yang menetes, tak ada lagi kesedihan yang ia rasakan meski baru satu ha
Sudah tiga hari Risa menghilang, kepergiannya tidak hanya membuat ibu dan ayah mertuanya yang cemas dan khawatir. Adi pun merasa kehilangan dan merindukan istrinya. Selama tiga hari ini, pria itu terus berusaha mencari keberadaan Risa. Ia bahkan sampai mengabaikan kekasihnya karena merasa takut dengan ancaman Pak Arya beberapa hari yang lalu. Adi tidak takut pada siapa pun kecuali ayahnya, ia tidak ingin kejadian saat masih sekolah dulu terulang kembali.“Kemana lagi saya harus mencari kamu, Risa? Siapa yang membawa kamu pergi? Apa jangan-jangan dia?“ ucap Adi yang tiba-tiba teringat dengan seseorang yang dicurigai ada kaitannya dengan kepergian Risa.Tak ingin membuang waktu, ia segera meluncur untuk menemui seseorang yang diduga menjadi dalang atas menghilangnya Risa. Jika kecurigaannya terbukti benar, maka ia tidak akan segan-segan untuk menghancurkan orang itu.Dua puluh menit kemudian, Adi sudah sampai rumah sakit. Ia bergegas turun dari mobilnya lau masuk ke dalam rumah sakit.
“Anda mengusir saya? Lihat saja, Anda akan menyesal karena telah berani menantang saya,” kata Adi dengan mengacungkan jari telunjuknya pada dokter Reyhan, lalu keluar dari ruangan itu dengan membanting pintu.Setelah Adi keluar dari ruangannya, Reyhan kembali teringat dengan ucapan Adi yang mengatakan bahwa Risa pergi dari rumah. Reyhan membuka laci meja lalu mengambil bingkai foto yang selalu dibawa ke manapun ia pergi.“Cha, kamu di mana? Apa yang terjadi sama kamu sebenarnya? Apa laki-laki itu selalu menyakitimu? Kenapa kamu bisa menikah dengannya?” Reyhan menatap foto Risa dengan tatapan sendu.Ada rasa sesal di hati Reyhan, kenapa dulu ia tidak mengungkapkan perasaannya pada Risa yang ternyata juga memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya. Di saat dia merasa pantas bersanding dengan gadis itu, takdir malah tidak berpihak padanya. Perempuan yang sangat ia cintai itu sekarang sudah menjadi istri orang.Reyhan akan ikhlas jika Risa benar-benar mencintai suaminya, begitu pula seb
Ibu Airin jadi panik melihat darah yang terus mengalir di kaki Sonya. Buru-buru ia meraih ponsel yang ada di meja, lalu menghubungi seseorang.“Ayolah, Adi ... kenapa tidak diangkat, sih?” Ibu Airin semakin panik melihat wajah Sonya yang sudah pucat.“Tante ... sakit banget, Tan. Tolong aku,” ucap Sonya dengan suara yang semakin melemah.“Bi Ratih, tolong panggilkan pengawal!” perintah Ibu Airin.“Baik, Nyonya.” Bi Ratih segera keluar dari rumah untuk memanggil pengawal.Tak lama kemudian tampak tiga orang pria bertubuh tegap masuk ke dalam rumah bersama Bi Ratih. Mereka juga kaget melihat Sonya yang meringis kesakitan.“Kenapa kalian hanya diam saja? Ayo, bawa dia ke mobil! Bi Ratih ikut saya ke rumah sakit,” ujar Ibu Airin.“Baik, Nyonya,” sahut Bi Ratih dan tiga orang pengawal secara bersamaan.“Ambilkan tas saya di kamar, Bik!” titah Ibu Airin.“Iya, Nyonya.” Bi Ratih berlari menaiki tangga menuju kamar majikannya.Pengawal langsung membawa Sonya ke mobil dan diikuti oleh Ibu Airi
“Iya, Tante. Kandungannya memang sudah lemah, sepertinya dia mengkonsumsi alkohol terlalu banyak. Ditambah lagi karena benturan keras yang dialaminya hari ini,” jelas dokter Leni.“Tante tidak tahu, Len. Apakah Tante harus sedih atau bahagia dengan berita ini. Tante memang membenci wanita itu, tetapi jika memang benar itu adalah anaknya Adi, berarti itu adalah cucu Tante juga,” ujar Ibu Airin dengan sendu.“Tante, kita tidak boleh percaya begitu saja. Aku tidak yakin kalau janin itu adalah anaknya Adi, tapi aku nggak bisa berbuat apa-apa karena Adi terlalu mencintai Sonya. Dia akan selalu mempercayai apapun yang dikatakan oleh wanita itu,” tutur dokter Leni.“Tante juga tidak mau mempercayai itu, Len. Tetapi entah kenapa, naluri Tante mengatakan iya. Tante memang membenci ibunya, namun, tidak dengan bayinya. Meskipun itu bukan anaknya Adi, Tante tetap sedih karena sekarang janin tak berdosa itu telah tiada,” ujar Ibu Airin.“Sabar ya, Tan. Semua sudah kehendak Tuhan,” kata dokter Leni
“Sekarang Tante puas? Ini yang Tante mau selama ini, ‘kan?” tanya Sonya sambil menatap Ibu Airin dengan tajam.“Sonya … jangan melewati batasanmu!” bentak Adi tak terima jika kekasihnya itu berkata kasar pada ibunya.“Jaga bicara kamu, Sonya! Apa seperti ini cara kamu berbicara pada orang yang lebih tua? Adi, sekarang kamu lihat sendiri bagaimana sikap dan perilaku wanita yang selalu kamu banggakan selama ini.” Dokter Leni menatap Sonya sambil tersenyum mengejek.“Pergi kalian semua dari sini! Aku muak lihat kalian berdua!” pekik Sonya seraya melempar bantal ke arah dokter Leni.“Tenanglah, Sonya. Kamu baru saja keguguran, jadi jangan terlalu banyak bergerak. Itupun kalau kamu ingin cepat sembuh,” ujar dokter Leni mengingatkan.“Aku tidak butuh simpati dari kamu! Aku mau keluar dari sini, aku tidak sudi dirawat sama orang sepertimu,” kata Sonya dengan ketus.“Aku juga tidak sudi merawatmu kalau bukan karena tanggung jawabku sebagai dokter,” ujar dokter Leni dengan sinis.“Len, tolong
“Sama-sama. Ayo, aku antar kamu ke mobil,” ujar Anita seraya merangkul Risa, lalu berjalan menuju mobil.“Ayo!” seru Risa bersemangat.Sampai di mobil, Risa tersenyum di balik masker seraya melambaikan tangannya. Perlahan mobilnya pun semakin menjauh dari area pemakaman. Anita juga melajukan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu, ia berharap secepatnya bisa bertemu lagi dengan Risa.“Semoga kamu segera menemukan kebahagiaan, Risa. Kamu orang baik, aku yakin ada seseorang yang akan membahagiakanmu suatu saat nanti,” gumam Anita sambil menyeka air matanya.Mobil Risa melaju dengan kecepatan sedang menuju panti asuhan. Sementara di belakangnya, ada sebuah mobil yang terus mengikutinya sejak dari area pemakaman. Risa melihat dari kaca spion dan ia merasa ada yang mengikutinya, tetapi ia tidak mau ambil pusing. Bisa saja mobil itu hanya kebetulan searah dengannya.“Aku tidak boleh berprasangka buruk dulu, bisa saja ini hanya kebetulan. Lagi pula, aku sudah menukar plat nomor kendaraan
“Cinta adalah tindakan memaafkan tanpa batas. Aku telah berjanji akan mencintaimu dalam setiap langkahku. Aku bisa mengetahui apa itu cinta, itu semua karenamu. Hanya ada satu kebahagiaan dalam hidupku, yaitu mencintaimu dan berharap balasan cinta darimu. Cintaku padamu layaknya jumlah pasir di bumi.” Reyhan Pratama Sanjaya.*** Bu Sukma bisa melihat raut wajah Reyhan yang berubah seketika setelah mengetahui satu kebenaran lagi tentang Risa. Ia tahu Reyhan pasti terluka, tetapi mau bagaimana lagi. Sepertinya takdir tidak menginginkan mereka untuk bersama.Risa juga telah membersihkan diri dan berganti pakaian, ia keluar dari kamarnya untuk bergabung bersama Reyhan dan Bu Sukma. Sudah tidak ada jalan lain selain menemui Reyhan. Risa yakin jika Reyhan tidak akan mengatakan kepada siapa pun kalau dirinya ada di panti asuhan itu saat ini.“Bu, anak-anak pada istirahat, ya?” tanya Risa seraya mendudukkan dirinya di depan Reyhan.“Iya, Neng. Mereka semua lagi istirahat,” sahut Bu Sukma.“K