Ibu Airin jadi panik melihat darah yang terus mengalir di kaki Sonya. Buru-buru ia meraih ponsel yang ada di meja, lalu menghubungi seseorang.“Ayolah, Adi ... kenapa tidak diangkat, sih?” Ibu Airin semakin panik melihat wajah Sonya yang sudah pucat.“Tante ... sakit banget, Tan. Tolong aku,” ucap Sonya dengan suara yang semakin melemah.“Bi Ratih, tolong panggilkan pengawal!” perintah Ibu Airin.“Baik, Nyonya.” Bi Ratih segera keluar dari rumah untuk memanggil pengawal.Tak lama kemudian tampak tiga orang pria bertubuh tegap masuk ke dalam rumah bersama Bi Ratih. Mereka juga kaget melihat Sonya yang meringis kesakitan.“Kenapa kalian hanya diam saja? Ayo, bawa dia ke mobil! Bi Ratih ikut saya ke rumah sakit,” ujar Ibu Airin.“Baik, Nyonya,” sahut Bi Ratih dan tiga orang pengawal secara bersamaan.“Ambilkan tas saya di kamar, Bik!” titah Ibu Airin.“Iya, Nyonya.” Bi Ratih berlari menaiki tangga menuju kamar majikannya.Pengawal langsung membawa Sonya ke mobil dan diikuti oleh Ibu Airi
“Iya, Tante. Kandungannya memang sudah lemah, sepertinya dia mengkonsumsi alkohol terlalu banyak. Ditambah lagi karena benturan keras yang dialaminya hari ini,” jelas dokter Leni.“Tante tidak tahu, Len. Apakah Tante harus sedih atau bahagia dengan berita ini. Tante memang membenci wanita itu, tetapi jika memang benar itu adalah anaknya Adi, berarti itu adalah cucu Tante juga,” ujar Ibu Airin dengan sendu.“Tante, kita tidak boleh percaya begitu saja. Aku tidak yakin kalau janin itu adalah anaknya Adi, tapi aku nggak bisa berbuat apa-apa karena Adi terlalu mencintai Sonya. Dia akan selalu mempercayai apapun yang dikatakan oleh wanita itu,” tutur dokter Leni.“Tante juga tidak mau mempercayai itu, Len. Tetapi entah kenapa, naluri Tante mengatakan iya. Tante memang membenci ibunya, namun, tidak dengan bayinya. Meskipun itu bukan anaknya Adi, Tante tetap sedih karena sekarang janin tak berdosa itu telah tiada,” ujar Ibu Airin.“Sabar ya, Tan. Semua sudah kehendak Tuhan,” kata dokter Leni
“Sekarang Tante puas? Ini yang Tante mau selama ini, ‘kan?” tanya Sonya sambil menatap Ibu Airin dengan tajam.“Sonya … jangan melewati batasanmu!” bentak Adi tak terima jika kekasihnya itu berkata kasar pada ibunya.“Jaga bicara kamu, Sonya! Apa seperti ini cara kamu berbicara pada orang yang lebih tua? Adi, sekarang kamu lihat sendiri bagaimana sikap dan perilaku wanita yang selalu kamu banggakan selama ini.” Dokter Leni menatap Sonya sambil tersenyum mengejek.“Pergi kalian semua dari sini! Aku muak lihat kalian berdua!” pekik Sonya seraya melempar bantal ke arah dokter Leni.“Tenanglah, Sonya. Kamu baru saja keguguran, jadi jangan terlalu banyak bergerak. Itupun kalau kamu ingin cepat sembuh,” ujar dokter Leni mengingatkan.“Aku tidak butuh simpati dari kamu! Aku mau keluar dari sini, aku tidak sudi dirawat sama orang sepertimu,” kata Sonya dengan ketus.“Aku juga tidak sudi merawatmu kalau bukan karena tanggung jawabku sebagai dokter,” ujar dokter Leni dengan sinis.“Len, tolong
“Sama-sama. Ayo, aku antar kamu ke mobil,” ujar Anita seraya merangkul Risa, lalu berjalan menuju mobil.“Ayo!” seru Risa bersemangat.Sampai di mobil, Risa tersenyum di balik masker seraya melambaikan tangannya. Perlahan mobilnya pun semakin menjauh dari area pemakaman. Anita juga melajukan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu, ia berharap secepatnya bisa bertemu lagi dengan Risa.“Semoga kamu segera menemukan kebahagiaan, Risa. Kamu orang baik, aku yakin ada seseorang yang akan membahagiakanmu suatu saat nanti,” gumam Anita sambil menyeka air matanya.Mobil Risa melaju dengan kecepatan sedang menuju panti asuhan. Sementara di belakangnya, ada sebuah mobil yang terus mengikutinya sejak dari area pemakaman. Risa melihat dari kaca spion dan ia merasa ada yang mengikutinya, tetapi ia tidak mau ambil pusing. Bisa saja mobil itu hanya kebetulan searah dengannya.“Aku tidak boleh berprasangka buruk dulu, bisa saja ini hanya kebetulan. Lagi pula, aku sudah menukar plat nomor kendaraan
“Cinta adalah tindakan memaafkan tanpa batas. Aku telah berjanji akan mencintaimu dalam setiap langkahku. Aku bisa mengetahui apa itu cinta, itu semua karenamu. Hanya ada satu kebahagiaan dalam hidupku, yaitu mencintaimu dan berharap balasan cinta darimu. Cintaku padamu layaknya jumlah pasir di bumi.” Reyhan Pratama Sanjaya.*** Bu Sukma bisa melihat raut wajah Reyhan yang berubah seketika setelah mengetahui satu kebenaran lagi tentang Risa. Ia tahu Reyhan pasti terluka, tetapi mau bagaimana lagi. Sepertinya takdir tidak menginginkan mereka untuk bersama.Risa juga telah membersihkan diri dan berganti pakaian, ia keluar dari kamarnya untuk bergabung bersama Reyhan dan Bu Sukma. Sudah tidak ada jalan lain selain menemui Reyhan. Risa yakin jika Reyhan tidak akan mengatakan kepada siapa pun kalau dirinya ada di panti asuhan itu saat ini.“Bu, anak-anak pada istirahat, ya?” tanya Risa seraya mendudukkan dirinya di depan Reyhan.“Iya, Neng. Mereka semua lagi istirahat,” sahut Bu Sukma.“K
Sesampainya di kamar, Adi merebahkan tubuhnya di atas kasur seraya menatap langit-langit kamar. Entah kenapa ia merasa hatinya kosong saat ini, pikirannya terbayang dengan sosok Risa istrinya. Sudah hampir satu minggu Risa pergi dan tidak ada kabar sama sekali. Adi sudah berusaha mencarinya, tetapi belum juga membuahkan hasil.“Kenapa aku merasa kehilangan dia? Ada apa dengan perasaanku? Apa karena aku takut sama ancaman Papa? Hingga membuatku terus memikirkannya,” ucap Adi, mencoba mengelak jika ia merasa kehilangan Risa.Ponsel Adi kembali bergetar, membuat ia tersadar dari lamunannya. Tangannya terulur meraih ponsel yang terletak di atas nakas. Lagi-lagi, Adi menatap nanar ponselnya yang masih berdering setelah melihat siapa yang meneleponnya. Ia meletakkan kembali ponsel di atas nakas, lalu bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh dan pikirannya.Tiga puluh menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih fresh. Melangkah menuju walk in closet untuk memili
Tubuh Sonya terhuyung hingga mundur beberapa langkah, dan lebih sial lagi sudut bibirnya mengenai ujung meja. Melihat kekasihnya diperlakukan seperti itu, Adam pun melayangkan pukulan keras ke wajah Adi.“Dasar banci lo, Di! Beraninya main tangan sama perempuan,” ucap Adam dengan geram setelah mendaratkan pukulan di wajah Adi.“Lo itu laki-laki yang tidak punya harga diri! Wanita itu adalah bekas gue,” ucap Adi sambil menatap tajam ke arah Adam.“Hahahaha… bekas lo? Nggak salah, nih? Coba deh, lo pikir-pikir lagi,” ujar Adam dengan santainya sambil melipat kedua tangannya di dada.“Dasar wanita murahan! Aku sudah melakukan banyak hal untukmu, tapi apa yang kamu lakukan padaku?” teriak Adi seraya mengusap kasar sudut bibirnya yang mengeluarkan darah akibat pukulan yang dilayangkan Adam.“Kamu itu pecundang, Adi. Aku muak dengan sikap kamu yang terus mengabaikanku! Apa sekarang kamu sudah mulai mencintai istri kamu yang kampungan itu?” pekik Sonya sambil memegang perutnya yang terasa sa
BRAKK! Suara tabrakan yang tak terelakkan terdengar dari arah kiri jalan. Mobil Adi menghantam trotoar karena menghindari seseorang yang ada di depannya.“Aaaaa!” Adi juga berteriak saat mobilnya tak bisa dikendalikan dan menabrak trotoar.Orang yang tadi nyaris ditabrak oleh Adi langsung menoleh ke arah sumber suara yang terdengar begitu keras, orang itu pun kaget saat melihat mobil Adi sampai mengeluarkan asap. Ia berlari ke arah mobil sambil berteriak minta tolong.“Ya Tuhan, semoga orangnya tidak apa-apa,” gumam orang itu. “Tolong … siapa pun tolong saya!” teriaknya..Para pengendara lain yang lewat di sana akhirnya berhenti dan membantu mengeluarkan Adi dari dalam mobil. Mereka kaget setelah melihat siapa yang sedang mengalami kecelakaan itu.“Pak Adi! Astaga … ini Pak Adi Chandra Winata,” ucap seseorang yang menolong Adi.“Bapak mengenalnya?” tanya yang lain lagi.“Iya, saya mengenalnya. Dia adalah partner kerja saya,” sahut orang itu yang ternyata adalah Andre Kusuma.“Syukurl