Hati Selina berbunga-bunga dan jantungnya terpompa lebih cepat bagai irama perkusi yang bertalu-talu. Betapa tidak, pemuda yang datang taaruf adalah pemuda yang dia sukai sejak pertama kali bertemu. Tidak hanya Selina siapapun gadis akan merasa bahagia jika yang datang untuk melamarnya adalah seorang pemuda yang dia cintai. Bagai durian runtuh, Selina tersipu-sipu hingga membuat rekan kerjanya sesama guru terkejut melihat perubahan rona wajahnya yang bersemu merah karena kentara kulitnya seputih salju.
Pagi tadi Selina mendapat kabar dari sahabatnya Shiza Anisa Hanifah bahwa kakaknya bernama Aqsa akan datang hari ini lebih cepat dari rencananya untuk melakukan taaruf dengan Selina. Shiza sendiri tidak bisa ikut karena harus bekerja. Selina sangat bahagia jika bisa bersanding dengan Aqsa karena selain dia mencintainya dia juga bisa semakin dekat dengan adiknya Shiza yang merupakan sahabatnya sewaktu kuliah di Bandung.
Kedua orang tua Selina tidak memberitahu hal itu tetapi Selina diam-diam pulang lebih awal karena penasaran dengan kedatangan Aqsa dan keluarganya. Dia memarkirkan motor maticnya tanpa suara di halaman belakang rumah. Selina masuk lewat pintu belakang dan mengintip dari dapur, mencuri dengar apa yang keluarganya dan keluarga Aqsa bincangkan. Hening yang terdengar Selina. Lalu Selina beranjak mendekati tirai penghubung ruang tamu dengan ruang keluarga. Dia menajamkan pendengarannya.
“Astagfirulloh, maaf kami tidak bisa melanjutkan proses taaruf, Ustaz Bashor. Kami tidak bisa menerima kalau calon mantu kami, Selina ternyata anak dari seorang pelacur,” ucap seorang pria paruh baya yang seumuran dengan Ustaz Bashor yang berada di hadapannya.
Suasana yang berawal hangat kini berubah hening dan dingin. Semua orang diam tergugu, bingung mau berkata apa karena shocked mendengar kabar pahit yang baru saja terkuak. Sementara Selina yang baru saja mengintip di balik tirai terkesiap dengan apa yang pria itu katakan. Seketika dia berurai air mata dengan tubuh yang bergetar hebat seperti tersetrum ribuan volt. Namun Selina tetap berada di sana berusaha menyimak apa yang mereka sampaikan. Barangkali dia salah dengar.
“Tidak Papa, aku bisa menerimanya. Setiap anak tak pernah meminta untuk dilahirkan dari rahim siapa,” sahut anak dari pria tadi meskipun dia juga tak kalah shocked mendengar kabar tentang gadis yang dia cintai. Namun cintanya lebih besar daripada rasa sakit mendengar fakta tersebut.
Selina tertegun mendengar suara bariton itu. Iya, suara bariton itu suara lelaki yang dia nantikan kehadirannya, suara Mohammad Al Fatih Aqsa.
“Dengarlah, Aqsa, mencari pasangan itu harus dilihat dari bibit, bebet dan bobotnya. Dilihat dari bebet Selina gadis yang baik dan memiliki paras cantik untuk seorang gadis. Juga dari bobot yang berarti Selina memiliki kualitas diri yang bagus, seorang yang berpendidikan dan berakhlak mulia.
Sayang, dari segi bibit atau garis keturunan dia tidak masuk kriteria, ibunya seorang pelacur dan ayahnya siapa tak jelas,” jelas pria itu lagi pada anaknya bernama Aqsa. Mendengar hal itu Aqsa mendengus kesal dan Ustaz Bashor menelan salivanya susah payah.
Aqsa benar-benar tak peduli asal-usul gadis itu. Yang dia tahu Selina dibesarkan oleh seorang alim ulama, ustaz di pesantren dan dia mencintainya sudah lama. Oleh karena itu dia ingin segera menghalalkannya dengan proses taaruf lalu khitbah dan menikah.
Pria yang dipanggil Ustaz Bashor mendongak menatap lampu gentur yang menjuntai, berusaha menahan tangis mendengar respon sahabat lamanya yang hendak taaruf untuk putrinya. Apalagi mendengar kalimat bahwa ‘Selina anak seorang pelacur’. Tidakkah ada kalimat lain yang lebih pantas?
Lalu perlahan Ustaz Bashor mengembuskan nafasnya secara kasar. Dia tak pernah mengira respon sahabatnya akan seperti itu.
“Baiklah, saya tidak akan memaksa anak kamu Bang buat lanjutin taaruf. Lagipula kalian yang datang kemari bukan saya yang meminta. Satu hal lagi ingatlah bahwa, sebagai manusia kita tidak boleh merasa sombong dan lebih baik daripada manusia lainnya.
Memang betul Dewi Rahma, ibu kandungnya Selina seorang wanita tuna susila. Itu yang saya dengar dulu. Tapi saya tidak tahu kondisinya sekarang. Barangkali dia sudah bertobat. Seseorang yang sudah bertobat seperti seorang bayi suci yang baru saja dilahirkan. Mungkin lebih baik dari kita yang meskipun rajin ibadah tapi ada kesombongan dalam hati.
Dan, soal Selina, meskipun dia terlahir dari kedua orang tua yang fasiq, insyallah dia berakhlak baik karena kami telah mendidiknya sedari kecil dengan pendidikan Alquran di pesantren,” papar Ustaz Bashor dengan jujur dan apa adanya.
Air mata Selina langsung meruah tatkala mendengar perkataan Ustaz Bashor atau Abahnya bahwa Selina tidak salah dengar, Selina anak seorang wanita tuna susila. Tubuh Selina seketika roboh ke lantai dengan kedua tangan membekap mulutnya, berusaha keras meredam suara tangisnya.
“Abah … Ummi … jadi aku bukan anak kalian? Aku anak seorang pelacur?”
Hiks … hiks … hiks …
Selina kembali menangis.
“Betul, Bang Rakha, Mbak Ayu dan Mbak Gendis, alhamdulillah kami telah membesarkan Selina dengan cara yang baik, terlepas dari garis keturunannya yang buruk,” seru Ummi Sarah, istri Ustaz Bashor ikut membela sang suami. Dia juga ikut kesal karena merasa keluarga Aqsa memojokkan Ustaz Bashor dan Selina putri kesayangannya.
“Saya merasa dibohongi, Pa. Ustaz Bashor temanmu ini orang berilmu tapi suka berbohong,” kata istri pria tadi bernada geram. “Satu hal lagi, Selina berarti bukan mahramnya Ustaz Bashor, bagaimana ini secara hukum syariat? Seorang yang yang suka ceramah tapi sendirinya tak melakoninya,”
“Betul apa kata Mbak Ayu, Bang, jika aku tak bertanya dan memperlihatkan foto itu mungkin dia akan menutupi semuanya,” timpal Gendis, tantenya Aqsa.
“Ustaz Bashor dan Ummi Sarah tahu tidak? Video syur Dewi Rahma pernah viral. Satu hal lagi yang bikin saya sakit hati, suami sahabat saya Maira direbut oleh dia sampai-sampai Maira hampir melenyapkan nyawanya sendiri,” serunya lagi mendelik pada Ustaz Bashor dan Ummi Sarah bergantian. Suasana di ruang tamu yang sederhana itu menjadi semakin tegang. Gelak tawa reuni antar sahabat lama pun sirna sudah.
Ustaz Bashor dan Ummi Sarah tercengang mendengar kisah Dewi Rahma. Namun dalam kacamata Ustaz Bashor apa yang disampaikan tantenya Aqsa tak sepenuhnya benar. Ada hal baik yang tak terlihat yang dimiliki Dewi Rahma ibu kandungnya Selina di mata umum sehingga menjadi pertimbangan sendiri baginya menerima Selina dalam asuhannya.
“Ckck!” Aqsa menggelengkan kepalanya. Dia merasa amat kecewa melihat respon keluarganya pada anak gadis yang dicintai. Selina tak memiliki salah dan dosa. Hanya saja dia terlahir dari rahim seorang wanita penghibur dengan ayah yang tak jelas siapa.
“Mama dan Papa, Tante juga, aku akan menikahi Selina, bukan ibunya Selina. Selina sama sekali tidak ada hubungan apa-apa dengan apa yang dilakukan oleh ibu kandungnya. Please, kalian jangan berpikir macam-macam. Perkataan kalian melukai hati Ustaz Bashor dan Ummi Sarah,” sergah Aqsa yang sedari tadi menahan amarah, akhirnya meledak juga.
“Aqsa, kamu jangan membantah! Memang Selina dididik dengan baik katanya, tapi ingatlah secara genetik Selina pasti menuruni sifat genetik kedua orang tuanya. Mama tak bisa bayangkan jika dia jadi istri kamu. Tabiat seorang wanita nakal, mungkin dia akan mudah berselingkuh dan bermain dengan pria lain. Dia tidak akan bisa menjaga marwahnya sebagai seorang istri,” cerocos Ayu, ibundanya Aqsa. Wajah Aqsa sampai memerah karena saking kesal dengan perkataan ibunya. Pun, dia merasa malu pada keluarga Ustaz Bashor yang begitu baik menyambut kedatangan mereka.
“Astagfirullah …” gumam Ustaz Bashor mendengar mulut pedas Ayu. Dia tak mengira Ayu akan berbicara sekejam itu padanya. Baik Ayu dan Rakha mereka berdua lulusan pesantren yang terkenal di Jawa Timur bersamanya.
“Astagfirullah dasar mulut laknat …” batin Ummi Sarah juga tak kalah kaget mendengar perkataan Ayu yang menusuk dan melukai hati Ustaz Bashor dan dirinya. Ustaz Bashor dan Ummi Sarah merasa masih beruntung karena mereka menganggap Selina tidak ada di sana, tengah mengajar di sekolah. Andaikata dia mendengarnya maka sudah bisa dipastikan hatinya akan sangat terpukul. Padahal sedari tadi Selina menguping pembicaraan mereka dengan rasa yang perih.
“Mama, sudah jangan bicara ke sana kemari,” lirih Rakha berusaha menenangkan istrinya, Ayu yang tak suka mengontrol diri.
“Maafkan kami, Ustaz Bashor, kami benar-benar tidak bermaksud menyinggung perasaan Ustaz Bashor soal proses taaruf. Barangkali hubungan kita tak perlu diperkuat dengan ikatan pernikahan anak-anak kita. Kita cukup menjaga silaturahim saja,” ucap Rakha pada Ustaz Bashor.
Ustaz Bashor tak banyak bicara ataupun berkomentar karena dia sudah sangat kesal melihat respon mereka.
“Tunggu, Papa, apakah Papa lupa jika dalam Islam ada beberapa kriteria yang harus dimiliki untuk menentukan pasangan hidup?
Ada empat kriteria dalam memilih pasangan hidup. Pertama harta. Kedua nasab atau keturunan ketiga paras dan keempat agama. Namun nabi menganjurkan mendahulukan agama di atas segalanya. Selina memiliki tiga hal tersebut kecuali nasab. Namun dalam agama Selina memenuhi kriteria tersebut. Selina wanita yang salihah …” jelas Aqsa dengan suara yang bergetar. Matanya berembun menahan tangis.
Rakha diam mendengar penjelasan sang anak. Dia sendiri yang mengajarinya tapi terasa sulit untuk melaksanakannya.
“Sudahlah Aqsa, ayo kita pulang!” ajak Ayu pada putranya. Rakha pun hanya menepuk bahu Aqsa dan mengajaknya pulang.
Rombongan keluarga Aqsa pun pulang. Hanya Rakha dan Aqsa yang berpamitan dan bersalaman dengan Ustaz Bashor dan Ummi Sarah sedangkan Ayu dan Gendis pergi begitu saja.
Bersambung,
Suasana kembali hening. Ustaz Bashor dan Ummi Sarah saling terdiam bagai manekin. Hanya terdengar denting jarum jam di ruang tamu yang merangkak ke angka dua siang. Ustaz Bashor sangat menyesal dengan kedatangan sahabatnya itu. Lebih menyesal lagi karena dia terpaksa menceritakan kondisi Selina yang bukan anak kandungnya pada mereka. Namun nasi kadung menjadi bubur. Sesegera mungkin dia harus menceritakan nasab Selina padanya langsung. “Abah, bagaimana ini? Ummi takut kabar ini menyebar. Bagaimana kalau Selina gak bisa dapat jodoh? Kalaupun dapat jodoh Ummi takut keluarganya merendahkan marwahnya sebagai wanita jika mereka tahu ibu kandungnya seorang … ,” lirih Ummi Sarah sembari terisak. “Tenanglah, Ummi, jangan takut apalagi khawatir. Kita tidak sedang berada di daerah konflik di mana kita takut akan bom yang tiba-tiba akan jatuh menimpa rumah kita. Kita hanya diuji soal anak …” papar Ustaz Bashor berusaha menenangkan sang istri. Padahal jauh dalam lubuk hatinya, saat ini hatinya t
“Aduh, Abah, Adam anaknya nekad, nanti malah nambah masalah baru. Masalah Selina saja belum kelar …” keluh Ummi Sarah.“Biarkan saja Ummi! Jangan larang Adam! Abah percaya pada Adam, dia hanya ingin membela kehormatan keluarga, adiknya ...” ucap Ustaz Bashor.“Lah, kok Abah malah ngijinin sih? Apa Abah tidak lihat keluarga Aqsa? Ibunya itu mulutnya pedes kayak mercon, belum lagi Mbak Gendis yang suka ngomporin. Yang ada mereka malah makin buat Adam kesal,” cerocos Ummi Sarah.“Tidak akan Ummi, Adam hanya akan menemui Aqsa bukan ibu atau ayahnya,” sahut Ustaz Bashor.“Mudah-mudahan … tapi Abah, nanti kedatangan Adam malah dikira ngemis cinta lagi?”“Nggak begitu Ummi, Adam mungkin hanya ingin meminta klarifikasi dari Aqsa. Kita belum sempat menjelaskan dia keburu pergi. Biarkan saja nanti dia juga dapat jawaban,” papar Ustaz Bashor. Dia sama sekali tidak mengkhawatirkan soal kemarahan Adam pada Aqsa. Dia hanya mengkhawatirkan Selina. Dalam benaknya mungkin saat ini Selina membencinya k
Malam menjelang, Selina masih belum keluar juga untuk makan malam. Ummi Sarah mencoba memberanikan diri memanggilnya sementara itu Ustaz Bashor sedang mengajar Alquran di masjid.“Selina! Makan malam dulu Sayang!” Ummi Sarah mengetuk pintu kamar berbahan kayu jati Jepara dengan pelan. Namun Selina masih tak merespon.“Duh, Selina jangan kayak gitu …” batin Ummi Sarah.“Assalamualaikum!” sapa Ustaz Bashor tatkala masuk rumah.“Waalaikumsalam warahmatullah,” jawab Ummi Sarah.“Bagaimana Selina sekarang?” tanya Ustaz Bashor melirik pintu kamar Selina yang menutup dari sore.“Ya, seperti yang Abah lihat, belum dibuka, Selina juga gak nyahut dipanggil. Ya Allah, anak ini keras kepala … bagaimana mau menjelaskan duduk perkara, berbicara saja tidak mau,” gerutu Ummi Sarah.“Sudahlah, Ummi biarin dulu dia sendiri, mungkin dia butuh waktu buat nenangin diri. Mudah-mudahan rasa kecewanya takkan lama dan dia pasti akan bertanya. Kalau perlu Abah akan panggil psikolog atau psikiater buat Selina
“Kamu jangan menelpon Teh Hawa. Kamu harus menelpon suaminya,” sahut Ustaz Bashor."Benar yang dikatakan Abah, Adam," ucap Ummi Sarah. Dia lupa jika Fadel suami Hawa begitu posesif sehingga untuk meminta izin keluar saja, ke rumah orang tuanya harus memintanya dengan merajuk.“Teh Hawa nanti pasti minta ijin suaminya Abah,” kata Adam."Baiklah, Abah yang telepon," tukas Ustaz Bashor.Perbincangan soal Selina terus dilakukan. Adam diminta untuk menjemput Hawa agar bisa membujuk dan menasehati Selina.Sementara itu Selina bangun dari tempat tidur dan duduk dengan memeluk kedua tangannya. Tubuhnya lemah seiring dengan tangisannya yang mengering. Beberapa kali Shiza menelponnya tapi dia tidak mengangkatnya. Selina seolah lupa akan perasaannya pada Aqsa. Yang dia pikirkan ialah mengapa Tuhan menakdirkannya untuk terlahir ke dunia ini dari rahim seorang wanita malam yang benar-benar jauh dari pikirannya selama ini. Dia pun akhirnya ketiduran karena lelah setelah menangis terus menerus hingg
“Mau ketemu siapa Mas?” tanya seorang bidan junior yang masih magang.“Bilangin aja Adam datang,” ucap Adam super singkat pada bidan yang masih sangat muda itu. Di hadapan wanita dia begitu terlihat ketus dan sangar. Namun sikapnya yang seperti itu malah menjadi magnet tersendiri yang menarik para gadis. Bidan itu malah salah tingkah melihat Adam yang mempesona.“Keluarga pasien Mas?”“Bukan, adiknya Bu Hawa …” jawab Adam kesal.“Adiknya Bu Hawa? Maaf aku kira keluarga pasien,” ucap bidan itu sembari terus tersenyum. Adam masih memasang wajah datar dan malah kesal mendengar ocehan bidan itu.“Mas Adam, kenapa gak langsung naik ke atas aja?” tawar bidan itu sembari memainkan jemari tangannya, tak bisa diam.“Nggak, aku nunggu di sini,” balas Adam langsung duduk di ruang tunggu bergabung dengan para keluarga pasien yang baru saja melahirkan.“Istrinya lahiran juga?” tanya pria seumuran Adam di sebelahnya.Dahi Adam langsung berkerut. “Enggak,” jawabnya singkat.Bidan itu pun langsung be
Akhirnya Selina keluar dari kamarnya setelah mendengar panggilan Hawa. Dia langsung menghambur memeluk Hawa dan Hawa pun langsung membalas pelukannya. Baik Adam dan Hawa, keduanya menyayangi Selina seperti menyayangi adik kandung sendiri meskipun mereka tahu jika Selina anak adopsi.‘Menangislah adikku! Menangislah jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Lepaskanlah beban itu! Kamu harus yakin bahwa tak ada beban tanpa pundak!”Hawa mengajak Selina berbincang di kamarnya. Dia meminta Selina untuk menceritakan perasaannya saat ini.Mereka berdua duduk di tepi ranjang dan saling menatap penuh sendu.“Maaf, Teh, aku benar-benar syok mendengar semua ini. Rasanya ada sebuah batu meteor yang menghantam kepalaku. Rasanya sakit, sakit sekali …”Selina mengadu, mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya sembari terisak.“Iya, Selin, Teteh ngerti apa yang kamu rasakan …” kata Hawa penuh penekanan tapi keibuan.“Jadi … Teteh sudah tahu? Aa Adam juga sudah tahu? Cuma aku yang tidak tahu?”Sel
Selina kecil terus menangis saat itu seolah memberikan sinyal yang buruk tentang ibunya.“Ummi, kenapa anak ini menangis terus sih?” tanya Ustaz Bashor.“Ya kepengen nyusu Abah,” jawab Ummi Sarah sembari menimang-nimang bayi itu dalam pangkuannya. Dia sebetulnya kesal dengan sikap Ustaz Bashor yang tiba-tiba menerima tamu tengah malam tapi mau tidak mau rasa iba mengabaikannya. Dia kasihan melihat bayi itu.“Kok lama amat sih Dewi. Apa dia nyasar?” gumam Ustaz Bashor.“Abah, susul coba ini bayi malah terus menangis, kasihan. Mana Hawa dan Adam lagi tidur pulas lagi nanti mereka ikut bangun, Ummi yang kewalahan,” cerocos Ummi Sarah.“Iya, Ummi, maafin Abah. Abah mau nyusul dulu Dewi,” ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Ustaz Bashor langsung keluar mencari Dewi ke arah masjid, ke toiletnya.“Dewi!” panggilnya di luar toilet masjid.Ustaz Bashor pun berjalan menyisiri seluruh bagian toilet karena pintu-pintu toilet semua terbuka berati tidak ada orang di dalam. Kobong-kobong p
Ummi Sarah kaget minta ampun tatkala mendengar perkataan Selina yang mencengangkan soal dia akan mencari ibu kandungnya.“Bukan ide bagus …” timpal Adam sembari mendelik pada Ummi Sarah.“Kenapa?” tanya Hawa yang lebih terlihat santai.“Gak usah, Selin. Lupakan soal dia, kamu jangan coba-coba pergi ke sana. Dunia malam sangat berbahaya. Jangan sampai kita menginjakan kaki di tempat laknat itu …” sergah Adam yang jelas-jelas menolak permintaan Selina.“Jika ibu kandungku terpaksa menjalani kehidupan gelap di sana karena paman dan bibi mereka, maka aku akan membawanya kembali pada kehidupan normal. Aku akan membawa ibu bersamaku …”Selina menyeka air matanya dan berkata dengan mantap.“Tapi Selin … kami tidak tahu di mana dia berada …” ucap Ummi Sarah.“Jika ibuku terjebak dalam dunia kelam, aku sebagai anak sudah sepatutnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar. Aku ingin seperti nabi Ibrahim yang berusaha keras mengingatkan ayahnya agar tidak menyembah berhala. Aku pun akan me