Share

Rahasia Masa Lalu

Selia menatap Ardhi dengan tatapan yang penuh kekecewaan. Keluarga Tarendra sudah pergi sejak setengah jam yang lalu, namun Ardhi dan kedua orang tuanya belum beranjak dari posisi masing-masing.

“Ibu dan Ayah kenapa nggak bilang sama saya dulu tentang hal ini?” tanya Ardhi dengan menahan kesal.

“Seharusnya kamu sudah paham, Ardhi. Dua bulan lagi rapat direksi. Kamu sudah harus bertunagan sebelum itu kalau tidak mau menyerahkan posisimu sebagai CEO," ujar Selia dengan gusar. 

Ardhi tak gentar dan menatap ibunya tanpa berkedip. “Tidak akan ada pertunangan, Bu. Saya tidak berniat menikahi Thalia.”

“Cepat atau lambat kamu tetap akan menikah. Dengan Thalia atau  bukan," tegas Selia. Wanita paruh baya itu pun menatap anak semata wayangnya dengan ketegasan yang nyata.

Ardhi menautkan jari-jemarinya. "Saya tahu, Bu. Kalau sudah saatnya menikah, saya akan menikah.”

“Dan sekarang adalah waktu yang tepat,” ujar Selia.

“Saya nggak bisa,” balas Ardhi dengan geraman tipis.

“Kamu jangan keras kepala, Ardhi.” Selia menaikkan suaranya. Lelah dengan bantahan yang dilontarkan putra satu-satunya itu.

Ardhi mendesah keras. Ibunya adalah makhluk keras kepala. Ardhi menyayanginya, namun ada saatnya juga Ardhi sangat ingin melawan wanita yang melahirkannya 32 tahun yang lalu itu.

“Setidaknya bertunangan dulu dengan Thalia, Ardhi. Biar posisimu aman,” sela Randi dengan suara yang pelan dan lambat, namun dapat  terdengar jelas oleh Selia dan Ardhi yang sibuk berdebat sendiri tanpa melibatkan Randi.

“Ayah, saya−”

“Jangan bilang kalau kamu masih belum bisa melupakan Arunika,” tuduh Selia yang langsung membuat tubuh Ardhi membeku.

“Ini tidak ada hubungannya dengan Arunika.” Saat mengucapkan nama itu, mata Ardhi mengkilat. Ada kobaran emosi yang berhamburan di sana.

“Lupakan wanita tidak tahu diri itu! Ibu mau kamu menikahi Thalia. Dia wanita yang baik dan berkelas. Berbeda dengan Arunika."

Saat menyebutkan nama Arunika, nada suara Selia berubah. Terdengar seperti tengah jijik akan sesuatu.

“Berhenti membawa-bawa nama Arunika dalam pembicaraan ini, Bu. Saya mohon, ini semua nggak ada hubungannya dengan dia,” pinta Ardhi sambil menahan emosi. “Dan sekali lagi, saya tidak akan bertunangan dengan Thalia. Apalagi menikahi dia. Tidak akan pernah, Bu!”

“Lalu kamu mau menikah dengan siapa? Apa Ibu perlu kenalkan kamu dengan Saskia Sinuaji? Atau dengan Lupita Candrareja? Kinan Adipura? Fania Sasmito? Atau Endira Subagja?” Selia mengabsen satu per satu anak perempuan dari rekan bisnis keluarganya yang masih belum menikah.

Ardhi mendesah lelah. “Cukup, Bu.”

“Terserah kamu. Kamu bisa pilih mau menikah dengan siapa pun dan Ibu tidak akan keberatan selama mereka setara dengan keluarga kita.”

Pernikahan bisnis atau bukan, Ardhi tidak terlalu suka kalau harus diatur oleh keluarga. Meski sudah menjadi turun temurun bahwa si kaya harus menikahi si kaya untuk membangun generasi yang tak putus, namun Ardhi tidak ingin menciptakan keluarga dengan paksaan seperti itu.

“Ibu, saya benar-benar tidak bisa.”

“Kalau kamu membantah Ibu sekali lagi, Ibu terpaksa membuat kamu mau dan menurut. Ibu yang akan mengurus semuanya."

Ardhi marah. Sangat marah, namun tidak bisa melampiasakannya di depan kedua orang tuanya meski mereka adalah penyebab kekacauan dalam hidupnya. Ia berdiri dan pamit undur diri. “Saya ada meeting penting setelah ini. Saya pamit.”

Laki-laki itu pergi tanpa menyalamai tangan kedua orang tuanya seperti biasa. Ia hanya terlalu marah dan kecewa.

***

Ardhi melajukan mobilnya dalam kecepatan di atas rata-rata. Jalanan Jakarta yang anehnya lengang di jam-jam menuju pulang kerja membuat Ardhi leluasa menguasai jalan. Kepalanya penuh dengan bayangan masa lalunya dengan Arunika. Mantan terburuknya yang membuat Ardhi berubah menjadi tidak mempercayai manusia berwujud wanita.

Arunika Maheswari. Nama yang begitu cantik milik seorang wanita yang berparas bak seorang dewi. Sempurna. Tanpa celah. Ardhi adalah laki-laki beruntung yang bisa mendapatkan limpahan cinta dan kasih oleh wanita keturunan Jawa-Bali itu.

Ardhi dan Arunika bertemu saat keduanya sedang menempuh pendidikan S2 di Australia. Mereka berada di satu kelas yang sama pada beberapa mata kuliah yang mereka ambil. Saat itu, Arunika berusia 25 tahun dan Ardhi 23 tahun.

Tidak butuh waktu lama bagi keduanya untuk saling jatuh cinta. Mereka berdua memiliki chemistry yang begitu kuat. Ada magnet tak kasat mata yang menyatukan keduanya hingga selalu saling menempel ke mana-mana. Keterikatan kuat itu tetap bertahan sampai keduanya lulus S2 dan kembali ke Indonesia.

Ardhi dan Arunika adalah pasangan yang sangat serasi. Saling melengkapi satu sama lain. Mereka berdua layaknya soulmate yang sudah saling menemukan.

Sayangnya, itu hanya menjadi kenangan belaka. Mereka bukan soulmate. Ardhi hanya terjebak dengan wanita jahat nan licik yang menyamarkan diri menjadi sang dewi.

“Aku mencintamu, Ardhi,” kata Arunika dahulu.

Nyatanya, ungkapan cinta itu hanyalah bualan. Ungkapan cinta palsu yang terkadang masih sulit Ardhi terima. Sudah empat tahun lamanya. Namun sakitnya masih terasa.

Pengkhianatan yang dilakukan oleh wanita itu menghancurkan Ardhi hingga remuk tak bersisa. Hatinya sudah mati. Ia meragu, apakah hatinya yang telah terbakar hangus itu masih bisa hidup lagi.

“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu.”

Lima kalimat itu juga terucap oleh bibir Arunika yang ranum dan merah. Bagian favorit di wajah wanita itu yang selalu Ardhi cumbu dengan begitu manis. Kalimat yang bagai mantra itu membuai Ardhi. Dengan menaruh kepercayaan, Ardhi menjatuhkan hatinya. Seluruhnya. Kepada Arunika.

“Aku selalu mencintaimu meski kita harus berpisah.”

Itu adalah kalimat ajakan putus paling menyakitkan yang harus Ardhi terima saat memergoki Arunika sedang bersama laki-laki lain di apartemen milik Ardhi yang biasa mereka tempati untuk memadu kasih.

Tempat terkutuk itu, adalah yang sekarang ditempati oleh Sera. Istri rahasianya yang ia sembunyikan dari dunia.

“Berbahagialah, Ardhi.”

Itu adalah salam dan doa terakhir dari Arunika sebelum melenggang pergi bersama laki-laki asing yang sekarang telah menjadi suami Arunika.

Sayangnya, Ardhi sudah mati. Kebahagiaan yang diharapkan oleh Arunika kemungkinan tidak pernah bisa ia raih. Karena hatinya sudah terberangus api pengkhianatan Arunika. Juga tikaman pisau dari wanita itu yang menusuk ulu hatinya. Ia remuk redam.

“Bajingan!” teriak Ardhi entah kepada siapa.

Kepalanya pening karena didesak ingatan tentang Arunika yang semakin memperkeruh suasana hatinya. Tangannya mengerat pada setir mobilnya hingga buku-buku jarinya memutih. Ardhi sangat membenci keadaannya yang serapuh ini. Membuatnya menjadi lemah dan emosional berlebihan.

***

Ardhi menghentikan mobil di parkiran apartemen dengan gerakan kasar. Ia keluar dengan terburu-buru. Kemarahan masih menguasai dirinya. Membawanya naik ke apartemen dengan nomor 509, menggedornya dengan penuh emosi.

Tidak ada tanggapan berarti dari dalam dan ini membuat Ardhi berang. Tangannya merogoh saku, untuk mengeluarkan dompet dan mengambil access card. Setelah mendapat apa yang ia inginkan, Ia langsung menempelkan kartu tipis itu di pintu dan dalam sedetik pintu terbuka.

“Sera!” teriaknya setelah masuk ke dalam apartemen.

Ardhi mencari keberadaan itu di seluruh ruangan. Namun, tidak ada tanda-tanda kehidupan di apartemen mewah itu. “Ke mana dia?” geramnya.

Laki-laki itu menyalakan ponselnya dengan luwes dan menghubungi Adi.

“Kenapa Sera tidak ada di apartemen?!” sembur Ardhi begitu saja.

Sungguh aneh. Padahal yang perlu ia lakukan adalah menghubungi Sera langsung. Bukan malah mengganggu Adi yang posisinya sedang menggantikan Ardhi meeting. Untung saja, sifat Ardhi yang berubah-ubah ini sudah dikenal Adi dengan baik sehingga laki-laki itu tidak mengeluh.

"Ibu Sera belum kembali dari kursus, Pak. Beliau belum menghubungi saya lagi sejak tadi,” ucap Adi yang langsung mengingatkan Ardhi tentang pagi tadi.

Sera sudah meminta izin kepada dirinya untuk mengikuti kelas merangkai bunga. Ardhi tidak mengiakan dengan gamblang. Laki-laki itu hanya mengatakan, “Terserah,” dengan cuek. Adi juga sempat memberitahunya saat Sera pamit pergi.

Begitu Ardhi mematikan sambungan secara sepihak, laki-laki itu menjatuhkan badan di sofa cokelat yang nyaman. Dengkusan keras lolos dari bibirnya yang menggelap karena terlalu sering bersentuhan dengan rokok. Ia begitu frustrasi sekarang.

Kepalanya berdenyut nyeri. Memikirkan tentang Arunika yang mengikatnya dengan masa lalu yang begitu buruk dan ingin ia lupakan. Tentang Thalia yang menjadi pilihan orang tuanya untuk dijadikan istri Ardhi. Juga tentang Sera, wanita yang mungkin saja telah tersakiti berkali-kali olehnya. Karena kelakuan bajingan dirinya demi memuaskan ego. Menyalurkan dendam yang sejatinya ditujukan untuk Arunika.

Sungguh ironis. Laki-laki itu dengan sadar menjadi seorang bajingan tak berperasaan kepada sosok wanita yang tidak mempunyai salah apa-apa.

Semua itu disebabkan oleh Arunika.

to be continued.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status