Sera tersenyum lebar saat menginjakkan kaki di sebuah rumah minimalis bergaya bohemian bercat cokelat yang di depannya terdapat berbagai tanaman bunga yang amat sangat cantik. Sera bisa mengenali beberapa jenis bunga di sana.Di antaranya ada bunga krisan, mawar dengan berbagai jenis warna, lili, gerbera, carnation, matahari, gardenia, daffodil, dan hydrangea. Sudah seperti toko bunga saja. Sera tersenyum. Terasa sangat menyejukkan mata.Tempat kursus merangkai bunga itu terlihat lengang. Sera membuka pintu dan langsung terdengar lonceng di atasnya.Di ruangan yang cukup lebar itu tertata beberapa baris meja yang di setiap mejanya terdapat bunga-bunga yang sempat Sera lihat di depan. Sudah ada empat orang perempuan yang datang. Sera tersenyum menyapa mereka.“Mau ikut kursus merangkai bunga juga?” tanya perempuan yang mengenakan jilbab berwarna merah muda.“Iya,” jawab
Sera kaget saat masuk ke dalam apartemen dan mendapati Ardhi tertidur di sofa dalam posisi duduk. Laki-laki itu masih mengenakan baju kerja yang sama dengan yang ia kenakan tadi pagi. Bahkan sepatunya tidak dilepas. Benar-benar kebiasaan yang sesungguhnya tidak Sera sukai. Namun, Sera jelas tak punya kuasa untuk meminta Ardhi untuk menuruti wanita itu agar mau melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang tepat berada di dekat pintu masuk. Bisa-bisa Sera malah disembur dengan kata-kata menyakitkan karena laki-laki itu tidak suka diatur.Tidak suka diatur tapi hobinya mengatur orang lain. Yah, begitulah Ardhi.Sera geleng-geleng kepala kecil melihat Ardhi di posisi itu, kemudian memilih untuk langsung ke kamar untuk bersih-bersih badan yang terasa lengket dan gerah karena keringat. Meninggalkan Ardhi yang masih lelap bahkan saar Sera keluar dari kamar dalam keadaan yang sudah segar.Menuju ke dapur, Sera membuka kul
Keanehan Ardhi masih belum usai. Laki-laki itu mengatakan akan tetap tinggal dan tidur di apartemen lagi. Laki-laki itu bahkan menwarakan untuk makan malam bersama setelah berhubungan seks yang luar biasa sore tadi.Sera bingung bagaimana caranya menolak. Karena sebagian besar hatinya mengaminkan keberadaan Ardhi di apartemen ini adalah jawaban dari Tuhan atas doanya yang mengharapkan pernikahan yang normal. Ya, Sera sedikit merevisi doanya. Tidak lagi mengharapkan pernikahan yang harmonis, namun cukup sebuah pernikahan normal seperti saat ini. Dengan Sera yang duduk berseberangan dengan Ardhi di pantry.Mereka memutuskan makan di pantry karena Sera protes saat Ardhi mengusulkan makan di ruang makan. Ruangan yang masih ada jejak-jejak percintaan, setidaknya di kepala Sera yang makin ternodai.“Mendapat pelajaran apa saja tadi?”“Hah?”“Tadi kamu bilang pergi kurs
“Hasan ke mana?” tanya Ardhi melihat ke sekeliling. Mood-nya menurun drastis ketika ia sampai di kantor dan tidak menemukan keberadaan Hasan padahal sudah hampir pukul setengah sembilan. Jelas saja Ardhi sewot, mobilitas di kantor itu sudah harus aktif sejak pukul delapan dan saat ini sudah lewat dari setengah jam namun batang hidung Hasan belum tampak juga. “Masih di perjalanan, Pak. Kendaraannya sempat mogok,” “Alasan basi. Awas saja, setelah ini saya pecat dia!”Ardhi berdecak malas. Baru kemarin dirinya menggebu karena ingin segera mencalonkan Hasan menjadi Manajer Pemasaran, hari ini rasanya Ardhi ingin membatalkan niatnya itu karena kesal. Waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menunggui anak buahnya itu padahal sudah ia ingatkan kemarin untuk ikut melakukan kunjungan ke mall yang berada di Kelapa Gading. Mall yang resmi dibuka saat Ardhi ditunjuk sebagai CEO menggantikan ayah
Orang suruhan Ardhi benar-benar datang saat Sera baru saja selesai mandi dan berpakaian. Sera kira hanya akan ada satu orang, tetapi ternyata yang datang ada tiga orang. Mereka semua laki-laki dan dua di antaranya adalah orang yang sama dengan laki-laki yang mendatangi rumah Sera beberapa minggu lalu bersama Adi.Sera juga mengira bahwa pakaian yang dimaksud Ardhi hanya satu atau dua koper. Ternyata lebih dari itu. Meskipun begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena wardrobe room yang terisi pakaian-pakaian Sera itu masih kosong separo. Lebih tepatnya sengaja dikosongkan. Sera pun tidak keberatan karena sebagian besar pakaian yang awalnya ada di sana itu kelewat seksi dan Sera benar-benar malas untuk mengenakannya.“Maaf, Bu, kami izin masuk,” ucap salah satu dari ketiga laki-laki−yang berambut cepak dengan garis muka sangar−dengan gerakan yang sopan.“Silakan masuk.”
Ardhi mendapat rentetan pesan yang dikirimkan oleh Selia. Juga belasan panggilan tak terjawab dari ibunya itu namun sebisa mungkin Ardhi abaikan. Ardhi tahu pasti kalau ibunya hanya akan mengomel masalah pembatalan perjodohan sepihak yang dilakukan oleh Ardhi melalui Adi.Saat ini, Ardhi sedang berada di sebuah bar. Memesan satu ruang VVIP ditemani berbotol-botol bir yang ia minum sendiri. Dengan harapan dengan masuknya alkohol itu ke dalam tubuhnya bisa membuatnya merasa nyaman dan bisa menghapus tiga sosok wanita yang membuatnya hampir gila. Yang pertama adalah Arunika.Pertemuan siang tadi membuat mood Ardhi jatuh hingga saat ini, menjelang tengah malam.“Wanita sialan!” teriaknya menggema dalam ruang lebar itu.Ardhi meneguk bir langsung dari botolnya lalu membanting botol itu hingga mengenai tembok dan pecah berkeping-keping.Ia sangat frustrasi karena bayangan senyum Arunika terus melekat di kepala. Sudah ia usir berkali-kali namu
Ardhi masuk ke unit apartemennya yang berada di lantai 22 dengan langkah gontai. Begitu ia masuk, ia langsung disambut oleh kegelapan. Tangannya kemudian meraba-raba tembok untuk mencari saklar. Saat tangannya sudah menmukan apa yang dia cari, beberapa detik kemudian lampu menyala terang. Mmebuat Ardhi leluasa melihat sekitar.Setelah melepas sepatu dengan asal, Ardhi kembali melangkahkan kaki dengan gontai, langsung menuju ke tempat tidur.Berbeda dengan apartemen super mewah yang ditempati Sera, apartemen ini bertipe studio. Apartemen yang tidak cukup luas itu hanya terdiri dari satu ruangan tanpa tembok pemisah kecuali untuk kamar mandi. Ruangan itu cukup sempit dengan posisi ranjang berada di dekat tembok lalu diberi sekat lemari untuk memisahkan area tempat tidur dengan ruang TV. Di sebelah ruang TV terdapat pantry yang menyatu dengan dapur mini. Dapur yang nyaris tidak pernah Ardhi gunakan. Ardhi hanya sering menggunakan pantry untuk menyeduh teh atau meracik kop
Hari Kamis tiba dan ini adalah hari pertama Sera akan mengunjungi panti jompo. Terbangun dengan tanpa Ardhi di sisinya setelah dua hari berturut-turut tidur di atas ranjang yang sama membuat perasaan aneh di hati Sera menguat.Menyebalkan sekali rasanya ketika tahu bahwa perasaan aneh itu adalah bagian dari sedikit rasa kehilangan yang sempat hadir saat Ardhi pamit pergi entah ke mana.Sera turun menuju lobi apartemen. Menuju sebuah mobil yang disiapkan oleh Adi lengkap dengan supirnya, yang akan mengantarkan Sera pergi.“Selamat pagi, Bu Sera,” sapa supir yang tampak seusia Ardhi. Masih muda dan gagah.Laki-laki itu bersikap sangat sopan dengan membukakan pintu belakang untuk Sera dengan gerakan yang luwes. Tampak sangat terbiasa.Sera masuk dengan kikuk setelah menjawab sapaan itu dengan ramah. Meski suasana hatinya sedang aneh, ia tidak akan memperlakukan orang yang sudah baik padanya dengan bersikap sebaliknya.“Ke pant