Tubuh Tria diempas kuat ke atas ranjang. Pria hidung belang itu tertawa membahana sembari berkacak pinggang seolah berkuasa. Gadis itu berniat untuk bergerak dalam posisinya, tapi sebelum itu terjadi, si pria bernama Hadi itu sudah lebih dulu melompat naik mengunci pergelangan tangan Tria yang ia rentangkan dua-duanya.
“Mau ke mana gadis manis?” tatap Hadi berkilat.
Tria menangis. Matanya bergerak liar, berusaha mencari akal agar ia bisa melepaskan diri dari pria tua berbahaya ini. Dia tidak sudi jika tubuhnya tersentuh sedikit pun oleh pria semacam Hadi. Tria lebih memilih untuk mati ketimbang masa depannya yang harus hancur akibat perbuatam Merlin yang melemparkan dirinya ke tangan si hidung belang yang kini tengah menatapnya penuh nafsu.
Tidak! Tria takut. Dalam hatinya ia merapalkan sejumlah doa agar dia bisa terselamatkan dari bahaya yang akan segera menyerangnya.
Esa.
Hanya nama itu yang terucap dalam doanya. Dia berharap lelaki i
Ting tong.Tria terhenyak sendiri di tengah waktu santai dan rebahan nyaman di atas kasurnya ketika dentingan bel terdengar dari balik pintu utama di luar sana.Ia melirik jam bulat yang menempel di sudut dinding kamarnya. Bahkan saat jarum jam masih bertengger di angka 10, rumah minimalisnya malah sudah didatangin tamu saja."Siapa sih, lagi mager gini kok malah ganggu?" gumam Tria mendumel sembari menaruh novel romance yang sedang dibacanya di atas bantal.Lalu dengan malas ia pun beringsut menuruni ranjang dan menyeret kaki cantiknya menuju pintu yang masih menghasilkan bunyi dentingan bel yang entah ditekan oleh siapa.Ting tong—CKLEK.Pintu lalu ditarik terbuka oleh nona rumah, karena sebutan tuan hanya dikhususkan untuk seseorang bergender laki-laki."Morning!" sapa seseorang di balik bucket mawar putih yang sengaja ia tutupkan menghalangi wajahnya."Esa?" tebak Tria langsung tahu, karena mau ditutupi ol
"YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat
"YUHUUUU!! AKU BISA NAIK SEPEDA, SAAA!" teriak Tria girang sambil memutari badan Esa dengan kayuhan sepedanya.Akhirnya, setelah hampir berkali-kali jatuh saat diajari bersepeda dan sudah hampir kurang lebih dua jam Esa mengajari tata cara mengayuh sepeda yang baik dan benar. Tria pun bisa juga mengatur keseimbangan tubuhnya dan hal itu membuat ia semakin mudah untuk mengendalikan sepeda yang dinaikinya. Dan kini, Tria benar-benar sudah lancar menggowes sepedanya tanpa harus dipegangi lagi oleh Esa."AKU BISA NAIK SEPEDA YEEE!" sorak Tria lagi membuat semua mata memandang aneh ke arahnya.Meskipun menjadi pusat perhatian, Tria tidak memperdulikan hal itu. Justru dia malah kegirangan sendiri, layaknya anak balita yang baru saja bisa berjalan dengan lancar. Begitupun juga dengan Tria, pada akhirnya dia bisa mengenyahkan rasa takut dan traumanya untuk belajar bersepeda.Hingga kini ia pun bisa mengendalikan kayuhannya dengan baik, dan itu semua berkat
"I LOVE BEACH!!" teriak Tria penuh bahagia sambil berlompat-lompat girang saat tahu Esa mengajaknya ke pantai.Sepulang kuliah Esa tidak langsung mengantar gadisnya pulang. Justru dia malah membawa sang gadis ke sebuah pantai yang cukup lenggang. Mengingat ini bukan hari libur, jadi tidak banyak orang yang mengunjungi pantai tersebut."Yang!" panggil Esa sedikit menyenggol bahu gadisnya.Yang disenggol pun melirik kesal, "Ih, apa sih senggol-senggol," protesnya lantas mendelik."Hehe maaf, di sengaja...." Kekeh Esa membuat Tria semakin kesal."Kamu nih, ngerusak mood aja," gerutunya. Lalu dengan langkah dientak Tria pun melenggang menjauhi sang pacar yang sudah merusak moodnya."Yang, mau ke mana?" seru Esa tanpa mengejar."Ke mana aja lah, yang penting gak ada kamu!" sahut Tria asal, yang Esa ketahui saat ini gadisnya itu sedang dilanda kekesalan sesaat.Keadaan pantai di sore hari membuat semilir angin berhembus kencang, mene
Pov 1Hari ini adalah hari pertama aku menjejakkan kedua kakiku di sebuah kampus. Akhirnya masa ospek yang melelahkan dan memusingkan itu selesai juga. Semua senior yang ikut terlibat ternyata nano-nano, maksudnya, karakter mereka bermacam-macam. Ada yang galak ada juga yang baik. Entah mungkin memang seperti itu barangkali perlakuan umum para senior kepada juniornya. Namun semula, aku pikir bakalan mudah bersosialisasi dengan mereka. Tapi ternyata lumayan sulit juga untuk sekadar mengakrabkan diri dengan mereka.Aku berjalan menyusuri taman fakultas yang begitu rimbun, taman yang dialasi oleh rerumputan yang masih segar dengan warna khasnya yang menyegarkan mata. Kutengokan pula kepala ke kiri dan ke kanan, mencari sosok yang kukenal tapi tidak kunjung kutemukan.Huh, aku melenguh pendek sambil mendudukkan diri di atas bangku besi yang berukuran panjang."Ck, Si Viona kebiasaan deh. Dia telat mulu,"
"SERIUS LO ?" pekikku membelalak.Viona mengangguk mantap dan kini aku menggigit ujung jariku. Ternyata oh ternyata, lelaki yang sudah dua kali bertabrakan denganku itu adalah mahasiswa terpenting di kampus ini. Bukan hanya seniorku, tapi dia adalah ketua senat yang mempunyai peranan penting di kampus ini.Astaga!Aku refleks memukul jidat berkali-kali. Kenapa aku bisa seceroboh tadi? Dan kenapa harus dengan dia aku selalu bertabrakan.Pertama, di taman fakultas, kedua di kantin. Lalu setelah itu, apa akan terus bertabrakan? Jangan sampai Ya Tuhan...."Mendingan lo minta
Aku baru saja keluar dari kamar, menyeret langkahku lesu dengan muka yang semrawut. Sungguh, aku malas sekali melewati hari ini, karena sesuai perkataan mama kemarin hari ini aku akan dimutasi ke rumah teman mama.Memang sih, kata mama tante Netha--temannya itu-- baik dan pastinya welcome banget. Tapi kan aku gak tahu situasi di rumahnya seperti apa. Kalau saja membangkang pada orang tua itu tidak durhaka, maka tidak akan kuturuti keputusan mama. Kalau perlu, aku kabur saja dan memilih numpang sama Viona.Aku menyusuri pagar tangga yang berbahan kayu jati dengan sebelah tanganku. Tak terasa, langkahku pun sudah sampai di anak tangga paling bawah. Lekas, ku hampiri mama yang sedang sibuk berkutat dengan menu-menu sarapan pagi yang sudah mengisi meja makan."Pagi, Ma!" sapaku dengan lemas.Sontak, Mama pun menoleh dengan senyuman manis yang tersungging di bibir. Kemudian, beliau pun meraih kepalaku dan mulai mem
Di tengah perjalanan pulang, tahu-tahu ponselku pun berdering. Dari siapa lagi kalau bukan dari orang yang sejak pagi tadi tak bosan mengingatkanku akan hal yang sama. Ya, mamaku lah yang meneleponku tanpa henti. Membuat mood-ku semakin memburuk hingga aku jadi sedikit ketus saat menjawab panggilan tersebut."Ya?" sambutku teramat singkat."Kamu lagi di mana? Kenapa belum pulang juga udah jam segini? Buruan pulang dong, Sayang. Kita kan harus segera pergi ke rumah Tante Netha," cerocos mama tanpa jeda.Sontak menyebabkanku refleks memutar bola mataku jengah tanpa sepengetahuan mama yang saat ini tidak tahu apa-apa mengenai isi hatiku. "Iya, iya, ini juga lagi di jalan. Ya udah, sampai ketemu di rumah nanti ya. Bye!" putusku mengakhiri percakapan.Aku tahu itu sedikit tidak sopan. Tapi bagaimana? Aku sangat kesal dengan sikap mama yang selalu menyuruhku untuk buru-buru di saat aku sendiri pun sedang berus