Share

TERPAKSA MENIKAHI JURAGAN TUA
TERPAKSA MENIKAHI JURAGAN TUA
Author: Evie Yuzuma

Bab 1

“Kamu itu harus tahu balas budi, Nur. Sejak almarhum ayah kamu meninggal. Ibu kamu nitipin kamu ke Bibi. Ya, sekarang sudah saatnya kamu balas budi dengan menyenangkan kami. Juragan Arga kan gak jelek-jelek amat, meskipun sudah tua tapi kan setidaknya hidup kamu bisa terjamin. Jadi gak apa-apalah harusnya kamu terima saja. Kamu harus rela menggantikan Nirina---adik sepupu kamu itu kan sudah punya pacar. Jadi memang selayaknya kamu yang menikah. Kamu juga masih jomblo sampai sekarang.”

Nuri menunduk. Sesak sebenarnya yang terasa. Namun mau gimana lagi, memang benar sudah sejak kelas satu SMA dirinya menumpang di rumah Paman Nursam dan Bibi Lela---adik kandung Ibulah dirinya menumpang hidup sambil menyelesaikan sekolah SMA. Ibu masih belum pulang menjadi TKW di luar negeri. Nuri tak tahu jika setiap bulan, uang upah Ibu dikirimkan pada Bibi Lela. Dia pun tak tahu uang itu dipakai buat apa saja. Bahkan dia tak bisa berkomunikasi dengan Ibu karena dirinya tak memiliki gawai. Nuri tak tahu nomor mana yang harus dihubunginya. Dia pun tak tahu jika awalnya Juragan Arga berniat melamar Nirina, tetapi Nirina menolaknya dan meminta sang ayah menikahkan juragan dengannya. Nirina sudah punya Rudi---lelaki tambatan hatinya.

Dua orang utusan juragan Arga menatap pada Nuri, Bibi Lela dan Paman Nursam. Sementara itu, Nirina sudah melenggang pergi karena dijemput oleh Rudi---kekasihnya. Dia begitu bahagia ketika tahu jika Nuria lah yang akan dijodohkan. Awalnya dia sudah hendak melarikan diri ketika mendengar ayahnya berbicara jika juragan melamarnya.

“Jadi gimana? Apakah pinangan kami diterima?” tanya Suryadi. Lelaki berusia lima puluh tahun yang merupakan tangan kanan juragan Arga. Di sampingnya duduk satu orang lainnya yang sama-sama mengenakan setelan pakaian berwarna hitam.

“Iya, kami terima. Nuri juga sudah lulus sekolah, kok. Jadi silakan ajak keluarga juragan Arga untuk datang kemari. Lagian istri juragan Arga juga sudah meninggal, jadi harusnya Nuri bisa bahagia.”

Bibi Lela tersenyum dengan sumringah. Dia tak peduli pada apa yang dirasakan oleh keponakannya. Yang penting dirinya bisa kecipratan kekayaan juragan Arga yang memang tak diketahui dari mana asalnya. Namun di kampung mereka, sudah terkenal jika keluarga tertutup itu kaya raya. Santer berhembus kabar jika juragan Arga itu pelaku bandar narkoba dan bisnis terlarang. Namun tak ada yang tahu kebenarannya.

Mereka pun sebetulnya belum bertatap muka langsung dengan sang juragan, hanya saja kerap mendengar jika ajudannya sedang mencarikan istri untuk juragan.

“Kalau begitu, bersiap saja. Mungkin mingu depan kami bersama keluarga juragan Arga akan datang ke sini lagi dan kita langsung tentukan hari pernikahannya.”

“Iya, dengan senang hati. Kami akan menunggu kedatangannya. Asalkan hutang-hutang saya bisa dianggap lunas.” Paman Nursam tak kalah semangatnya.

Sudah hampir tiga puluh juta dia berhutang pada juragan Arga. Hutang yang dipakainya untuk memanjakkan Nirina yang gaya hidupnya mengikuti kalangan sosialita. Ponsel selalu ganti setiap ada keluaran terbaru, belum lagi sepeda motor yang dimintanya dan juga berbagai pakaian mewah agar tak memalukan karena dirinya calon menantu perangkat desa.

“Baik Pak Nursam, akan saya sampaikan padanya.” Kedua utusan itu pun berpamitan.

“Nur, cepetan beresin ini gelas dan piring kotor bekas tamu. Setelah itu, kamu jangan lupa nyari pakan buat kambing-kambing kita. Jangan sampai mereka kelaparan.” Bibi Lela melirik Nuria lalu berjalan meninggalkan keponakannya itu ke kamar. Dia duduk dan mengambil uang dari lacinya. Uang kiriman dari Fatma---Ibu Nuria yang jadi TKW dari luar negeri. Dia tak pernah menceritakan padaa Nuri terkait uang itu, dia simpan dan pakai untuk kebutuhannya sendiri.

“Hmmm buat beli mobil masih kurang banyak. Semoga nanti dapat tambahan dari juragan Arga. Namun biar dia tertarik, aku harus memoles dulu si Nuria biar gak burik dan malu-maluin,” tukasnya seraya mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan.

***

Satu minggu berjalan dengan terasa sangat cepat. Nuria tak tahu harus berbuat seperti apa. Hidup di kampung dan tak memiliki akses digital membuatnya benar-benar ketinggalan informasi. Meskipun awalnya dirinya sudah hendak ikut dengan Firda---teman sekelasnya yang akan merantau ke kota. Namun dia pun bingung harus memulainya seperti apa. Firda baru hendak berangkat bulan depan. Sedangkan minggu ini pinangan resmi dari keluarga juragan Arga akan datang. Mau melarikan diri pun dia bingung mau lari ke mana?

Keesokan harinya, Bibi Lela mengajaknya ke salon untuk perawatan. Seminggu ini lumayan tugasnya sedikit berkurang. Tak lagi dibiar berpanas-panasan di lapangan mencari rumput segar untuk pakan kambing. Meskipun semua pekerjaan rumah, tetap saja dia harus kerjakan.

Hari yang ditunggu datang. Wajahnya sudah begitu cantik dipoles make up yang membuatnya begitu menawan. Pakaiannya yang biasa hanya memakai kaos lusuh kini berganti dengan kebaya terusan yang disewanya dari salon kecantikan. Bibi Lela sengaja mendandaninya dengan maksimal agar Juragan Arga tertarik dengan kecantikan paripurna yang keponakannya tampilkan.

Paman Nursam mempersilakan keluarga besan untuk menduduki ruang tengah yang sudah digelari oleh karpet. Berbagai kue terhidang agar tak mengecewakan.

“Selamat datang di kediaman kami, Juragan!” Paman Nursam menunduk hormat pada lelaki yang baru saja menginjakkan kaki di ruang tengah rumahnya itu.

Juragan Arga hanya mengangguk. Usianya memang tak lagi muda, sudah empat puluh lima tahun kini, tetapi tak dapat dielakkan kalau garis ketampanan masa muda masih tersisa di sana. Hidung mancungnya masih bertengger gagah, alisnya tebalnya bak ulat bulu. Bibirnya tampak merah natural dan garis rahangnya tampak membingkai tegas. Bahkan penampilannya kini bisa menyembunyikan umurnya yang sudah kepala empat dan duda beranak tiga.

“Selamat datang di kediaman kami, Juragan. Kami berterima kasih banyak atas niat baik juragan yang akan meminang Nuria---putri almarhum Haidar menjadi istri juragan. Semoga pertemuan ini bisa menjadi awal kebaikan untuk kedua belah pihak.” Paman Nursam berbicara dengan panjang lebar. Juragan Arga mengangguk. Lalu dia menatap Nuria dengan sorot mata yang tak bisa terbaca.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Mampir thoorr
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status