Share

NGERJAIN VANO.

Pukul sepuluh pagi Raffa terbangun dari tidurnya. Pemuda itu baru bisa tidur pukul tiga pagi, usai melayani Tante Rika yang sekarang ini masih terlelap di sampingnya tanpa mengenakan sehelai kain. Hanya selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya.

Raffa beranjak dari ranjang dengan hati-hati, agar Tante Rika tidak merasa terganggu. Dia lantas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum pulang ke apartemen.

Membasuh seluruh tubuhnya yang kekar di bawah kucuran air shower, sembari merenungi semua kelakuannya selama ini. Dalam benaknya, selalu tersirat rasa penyesalan, seusai melayani para kliennya. Raffa merasa, harus sampai kapan dirinya melakoni profesinya ini.

"Andai Ayah enggak ngremehin gue. Mungkin gue enggak akan jadi kayak sekarang." Bibirnya bergumam dalam guyuran air dingin yang berasal dari shower. Mendinginkan otak dan hatinya yang memanas, bila mengingat kejadian tiga tahun yang lalu.

Raffa menyudahi ritual mandinya yang tidak hanya menyegarkan tubuhnya, tetapi juga mampu merelaksasi otot-ototnya yang agak kaku. Tante Rika selalu meminta dipuaskan berkali-kali, hingga dirinya harus bekerja ekstra lebih keras untuk itu.

Dia keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk yang hanya menutupi sebagian tubuhnya. Bagian atas pemuda itu terekspos sangat jelas dan terlihat menggiurkan bagi siapa saja yang memandang. Perut sixpack, postur tubuh yang tegap, ditambah tetes-tetes air yang jatuh dipermukaan kulitnya yang bersih, semakin menambah kesan seksi.

Raffa mengusak rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil, dia melangkah lalu memilih duduk di pinggir ranjang, membelakangi Tante Rika yang dia pikir masih tidur.

"Morning, Baby ..." Tangan Tante Rika tiba-tiba melingkar di pinggang polosnya dari belakang. Wanita itu sengaja menempelkan dadanya di balik punggung Raffa dengan erat. "Kamu udah mandi?" tanyanya seraya mengecup lekuk leher Raffa yang menguarkan aroma sabun.

Punggung Raffa yang polos bertemu dengan dada Tante Rika yang polos, menimbulkan sengatan bak aliran listrik, yang seketika membuat pusat tubuh pemuda itu menegang. Dada montok Tante Rika begitu terasa, menggesek permukaan kulitnya yang masih agak basah.

Raffa menelan ludahnya sendiri, menekan sesuatu di bawah sana yang semakin meronta.

"Hem," Dia menanggapi Tante Rika dengan gumaman kecil sambil sibuk mengeringkan rambutnya. "Habis ini Raffa langsung pulang ya, Tan?"

"Kok cepet, sih?" Tante Rika seakan tidak rela melepas Raffa untuk pulang. "Harusnya kamu terima tawaran tante, Raf. Kamu minta bayaran berapa, pasti tante kasih," tawar Tante Rika yang semakin mengeratkan pelukannya di punggung pemuda itu.

"Maaf, Tan. Raffa enggak bisa nerima tawaran Tante. Raffa enggak mau hidup dalam kendali seorang perempuan." Jawaban yang sama, ketika Tante Rika memintanya untuk menjadi suami kontrak. Raffa tidak menginginkan hal semacam itu.

Tante Rika sontak melepaskan tangannya dari pinggang Raffa, penolakan yang kesekian kali cukup membuat hatinya ngilu.

"Ya udah. Tante enggak akan maksa kamu lagi," ujarnya dengan nada terdengar tidak rela sama sekali. Raut wajahnya memberengut seperti anak kecil yang tidak dituruti permintaannya.

Raffa berbalik badan menghadap Tante Rika yang menundukkan kepala.

"Tan. Jangan sedih dong ... kita, 'kan masih bisa ketemu walau Raffa enggak bisa jadi suami Tante Rika." Dia menyentuh dagu Tante Rika lalu mengangkatnya perlahan. Menatap manik mata berwarna cokelat itu yang nampak sedih. "Raffa janji bakalan tetep ada buat Tante. Tapi maaf, kalau Raffa enggak bisa nerima tawaran Tante."

Helaan napas panjang berembus dari hidung mancung Tante Rika.

"Enggak apa-apa, Raf," ucapnya dengan suaranya yang seksi. Namun, kesedihan akan penolakan Raffa masih kentara di matanya.

"Tante enggak marah sama Raffa, kan?"

Tante Rika menggeleng. "Mana bisa tante marah sama kamu," sergahnya.

Memang itu kenyataanya. Tante Rika tidak mungkin bisa marah kepada Raffa—pemuda yang selama ini menghangatkan ranjangnya.

Raffa tersenyum sekilas, dia kemudian mengecup bibir Tante Rika lalu memagutnya dengan lembut dan hangat.

"Makasih, Tan. Karena Tante udah mau ngertiin aku," ucapnya setelah melepas pagutannya.

"Sama-sama." Tante Rika mengelus pipi Raffa lalu mengecupnya. "Nanti uangnya tante transfer, ya?"

"Kan udah di transfer Mami Kumala?" Raffa bingung.

"Enggak apa-apa. Anggap aja itu bonus dari tante, karena semalem kamu udah bekerja keras, hihi." Wanita berambut merah tersebut terkikik.

"Makasih, ya, Tan." Raffa mengecup bibir Tante Rika sekali lagi, dia lalu berdiri dan berganti baju di depan wanita itu tanpa malu.

Tante Rika beranjak dari ranjang, berjalan menuju kamar mandi tanpa penutup sama sekali. Dia sengaja memamerkan lekuk tubuhnya di depan Raffa yang berada di belakangnya. Sementara Raffa meliriknya sekilas, dan berpura-pura sibuk mengancingkan kemejanya.

"Ck!" Raffa berdecak pelan. "Tahan, Raf ... tahan," bibirnya terus bergumam.

#####

Raffa dalam perjalanan menuju apartemennya. Namun tiba-tiba ponselnya yang ada di saku kemeja bergetar, seperti ada pesan masuk. Dia lantas mengeceknya sebentar, membaca pesan masuk yang ternyata notif transferan masuk ke rekeningnya.

"Lumayan." Bibirnya tersenyum ketika melihat nominal jumlah uang bonus yang ditransfer Tante Rika. Lima digit cuma untuk bonus, belum uang jasa yang nominalnya tidak sedikit.

Dalam semalam Raffa mengantongi sekitar sepuluh juta. Itu baru dari Tante Rika. Belum dari tante-tantenya yang lain. Sungguh, pekerjaan paling gampang dan instan untuk menjadi orang kaya. Dalam kehidupannya yang dulu, dia sama sekali tidak pernah membayangkan akan hidup mewah seperti sekarang ini, tanpa bantuan ayahnya.

*****

Perjalanan menuju apartemen tidak memerlukan waktu yang lama, cuma sekitar dua puluh menit dari hotel tempatnya menginap semalam. Raffa memarkir mobil di basemen apartemen, lalu bergegas menuju lantai tujuh, tempat unitnya berada.

Raffa tiba di depan pintu apartemen, lalu menekan kode akses masuk. Pada saat dia melangkahkan kaki menuju arah pantry, matanya terfokus menatap pintu kamarnya yang terbuka.

"Kok kamar gue kebuka, sih?" Matanya memicing sambil menebak-nebak sendiri. Dia pun mengurungkan niatnya yang semula ingin menuju pantry, kini melangkah menuju kamarnya.

Begitu pintu kamar terbuka lebar, Raffa sontak mendengkus kasar.

"Sialan! Gue pikir ada maling. Tahunya si kampret! Woi! Bangun, woi! Udah siang! Enak aja lu tidur di sini!" Raffa mengguncang tubuh temannya yang tertidur pulas di ranjangnya yang empuk.

Namun sepertinya temannya itu tidak merasa terganggu sama sekali. Temannya tersebut tidak bergerak sedikit pun atau membuka matanya. Padahal Raffa mengguncang punggungnya dengan sangat keras sambil terus berteriak.

"Eh, bangke! Bangun enggak, lu! Gue siram juga, nih!" Raffa melempar bantal ke kepala temannya, hingga lelaki itu membuka matanya.

Menatap Raffa yang berdiri sambil berkacak pinggang, teman Raffa yang bernama Vano itu lalu berdecak,

"Ck! apaan sih? Berisik lu!" umpatnya yang kemudian menutup telinganya rapat-rapat dengan bantal.

"Sialan! Yang punya rumah enggak dianggep!" Raffa mendengkus lagi merasa kesal lantaran tidak dianggap keberadaannya oleh Vano.

'Gue kerjain juga, nih!' Raffa membatin. Ide gila seketika muncul di otaknya. Dia berpura-pura mengangkat telepon.

"Halo? Iya, Mam. Oh, ada pelanggan buat Vano? Nih, anaknya lagi tidur." Sembari melirik ke arah Vano yang sontak terperanjat dari tempatnya berbaring.

"Eh, bawa sini bawa sini! Bilang gue udah bangun." Vano mencoba merebut ponsel Raffa.

Namun Raffa malah terbahak-bahak sambil melempar benda pipih miliknya ke Vano.

"Makan tuh hape! Giliran denger B.O-an aja langsung bangun. Gue yang dari tadi teriak-teriak lu cuekin."

Vano mengecek ponsel Raffa yang mati karena kehabisan daya.

"Jadi lu tadi bohongin gue?" Matanya memicing sambil bersungut-sungut.

Raffa mengedikkan bahunya tak acuh. Dia lantas berlalu meninggalkan Vano yang terbengong-bengong dengan perasaan dongkol.

"Sialan emang si Raffa. Ganggu orang tidur aja." Vano bersungut-sungut sembari beranjak dari tempat tidur Raffa, menyusul sang sahabat yang sudah berada di pantry.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status