"Mbak Yuli!" Kaget Azzam melihat kedatangan Yulia."Mama, kenapa ke sini? Emang ayah Ashraf udah balik lagi?" heran Daffa pun bertanya."Belum. Tapi ada Aska sama Om juga nenek kakeknya," jawab Yulia. Rupanya keluarga Ashraf datang membesuk Kayla."Oh, terus kenapa Mama malah ke sini?" Kembali Daffa bertanya sebab tak tahu alasannya."Ya Mama nggak enak lah. Kan Mama bukan bagian keluarga mereka," kata Yulia.Karena merasa kangen dengan Aska, Daffa akhirnya pamitan pada Azzam untuk menemui adik sambungnya. Daffa janji akan menemui kembali ayahnya itu."Kamu hati-hati ya, Nak!" pesan Azzam disambut anggukan kepala Daffa.Kini tinggallah Yulia dan Azzam saja di ruangan itu. "Mbak Yul, gimana kabarnya?" Azzam berbasa basi.Dalam diam, Azzam merasa kasihan dengan Yulia. Melihat kelakuan Bayu di luar dugaan. Azzam baru tahu kalau sifat Bayu seperti itu. Dan Azzam pun baru menyadari kalau ternyata Bayu menaruh hati pada mantan istrinya."Zam, saya minta maaf atas kesalahan suami saya ya," u
Sebulan kemudian setelah Kayla benar - benar pulih dari rasa traumanya.Proses persidangan Bayu telah dilakukan. Dia juga telah dijatuhi hukuman penjara selama sepuluh tahun. Yulia pada akhirnya benar-benar menggugat cerai suaminya itu dan sudah siap menjalani hidup sendirian mengingat usia tak muda lagi jikapun memutuskan menikah ke dua kali.Sementara Azzam telah kembali ke Bandung dan siap menyambut Daffa untuk menuntut ilmu di kota kelahiran ayah kandungnya.Malam itu, Kayla baru saja membereskan semua pakaian Daffa yang akan di bawa ke Bandung."Abang, Bunda pesan, jaga diri baik-baik. Jangan sampai salah pergaulan. Harus ingat niat awal yaitu nuntut ilmu yang bermanfaat untuk masa depan.""Jangan kecewakan Bunda dan ayah ya," sambung Kayla lagi. Daffa yang tengah memainkan laptopnya hanya mengangguk dengan pandangan lurus ke layar yang menyala di hadapanya."Sayang, udah malam. Daffa pasti capek. Biarkan dulu dia istirahat," tegur Ashraf yang tiba- tiba muncul di ambang pintu ka
Daffa menjalani hari-harinya di kota Bandung ditemani Yulia dengan tenang. Sesekali ia video call dengan Aska yang super bawel kalau abangnya tak ada kabar.Putra sulung Kayla pun kini sudah tahu kalau hubungan ayah kandung dan ibu sambungnya mengalami kemajuan yang lebih baik. Sebagai anak sudah dewasa, Daffa tak akan menghalangi mereka selagi keduanya menemukan kecocokan satu sama lain.Hingga di malam itu. Daffa tengah membaca buku dikejutkan dengan kedatangan Azzam ayahandanya.Sementara Yulia belum pulang dari acara pengajian tak jauh dari kompleks itu."Ayah, kok malam-malam ke sini, ada apa? Gimana kabar nenek?" Heran Daffa dengan dahi sudah melipat."Hmm ... kabar nenek baik, Nak. Ayah ke sini mau ada perlu sama mama Yul, boleh?" tanya Azzam ragu-ragu. Ia merasa tak enak hati sekaligus malu pada anak bujangnya."Ciyee ... yang lagi kangen sama calon istri," celetuk Daffa menggoda ayahnya.Sadar mendapat candaan dari putranya, Azzam menggaruk tengkuk yang tak gatal. Wajah Azza
"Assalamu'alaikum." "Wa'alaikum salam. Maaf, cari siapa ya Mbak?" tanya ku ketika seorang wanita mengucapkan salam."Mas Azzam-nya Ada?" tanyanya. Aku tertegun sesaat lamanya. Ku perhatikan wanita yang kini berdiri di hadapan ku."Heh! Ada tamu bukannya disuruh masuk malah bengong ajah!" tegur Mama mertuaku cukup mengejutkan."Eh? Iya, maaf, Mah. Mari silahkan masuk, Mbak!" sambutku meskipun hati diliputi sejuta pertanyaan yang memantik rasa penasaranku. Aku menebak jika itu saudara jauh dari keluarga Mas Azzam suamiku. Karena Aku sendiri tak memiliki saudara kandung atau saudara yang cukup dekat apa lagi mau mencari jauh-jauh untuk mendatangi yang berbeda kabupaten."Kayla, buatkan minum saja sana! dari pada bengong kaya gitu," omel Mama. Wanita itu itu menyambut tamu dan mengajaknya masau lalu duduk di kursi ruang tamu."Baik, Mah!" Aku pun berjalan menuju dapur berniat untuk membuatkan minuman untuk tamu sesuai perintah nyonya ratu.Ketika aku masih sibuk di dapur. Terdengar Ma
Jantungku seolah ingin lepas dari tempat. Mulut tanpa sadar sudah ternganga lebar. Tak percaya apa yang baru saja aku dengar. Laksana petir menyambar di siang hari. Kabar yang benar-benar mengejutkan membuatku merasa miris sendiri akan nasib yang aku alami. Satu atap dengan keluarga toxic membuat hidupku seakan tak berati. Ingin rasanya aku menjerit, menagis dan berteriak sekuat tenaga. Menumpahkan kekecewaan dan kekesalahan akan kenyataan yang harus aku terima. Ketika kesetiaan berbalas pengkhianatan sedemikan rupa. Saat awal menikah, sudah kedatangan tamu yang entah siapa. Masih bisa aku bersabar dan bertahan. Segala hinaan dari Mama mertua sudah biasa aku terima hari-harinya. Ketika Daffa baru berusia tujuh bulan lahir. Aku ditinggal Mas Azzam merantau ke Palembang. Satu tahun setengah tanpa ada kabar dan berita. Aku tanya semua teman-teman Mas Azzam yang pergi bersama. Mereka semua sudah bisa pulang di hari raya. Tetapi, Mas Azzam sendiri tidak pulang tidak juga berkiriman uang
Plak! plak! Dua kali Mas Azzam menampar wajahku. Selama ini, Mas Azzam jika marah hanya sekedar membentak. Tetapi, kali ini. Dia sudah berani main fisik. Oke, suamiku ini sudah menabuh gendrang perang. "Maksud kamu apa? menemukan alat pengaman." Tanya Mas Azzam terlihat panik. "Aku menemukan ko**om di saku celana kamu," dengan tegas aku menjawab. Si gundik pun berlari keluar. Setelah aku berkata demikian. Sungguh, sepertinya banyak sekali rahasia yang Mas Azzam sembunyikan. "Kayla ... puas kau?" teriak Mas Azzam murka. Aku hanya menyunggingkan senyuman penuh dengan kebencian seraya memegangi pipi yang terasa panas karena tamparan kuat Mas Azzam. Aku melangkahkan kaki masuk kedalam kamar. Untuk melihat Daffa yang tadi sempat terlihat tidur di lantai karena kelehan bermain sendirian. Cukup lama aku terdiam di kamar. Aku memandangi wajah tampan bocah itu. Wajah yang sangat mirip sekali dengan Mas Azzam. Menjalani biduk rumah tangga dengan Mas Azzam rasanya banyak sekali cobaan. Ad
Aku memilih diam saja sembari terus melangkah menuju kamar. Mendengar ucapan Mas Azzam, aku sudah tak ingin perduli apapun kata dia. Yang katanya tak akan melepaskan aku. Mungkin dia belum puas sebelum melihat hidupku benar-benar hancur lebur. "Kay ... buatkan Mas kopi!" pinta dia dengan santainya. Seolah tak terjadi apa-apa di antara kami. Meskipun hati tak mau. Terpaksa aku melakukan tugas sebagai istri. Aku buatkan kopi pesanan mafia kelamin sebelum membuat hati semakin sakit dengan segala hinaan dan siksaannya. Setelah selesai membuat kopi. Aku lekas membawa ke kamar. Karena Mas Azzam masih di dalam menemani Daffa yang masih terlelap dalam tidur siang. Padahal hari sudah semakin sore. Aku lirik jam sudah menujuk di angka 15.15menit WIB. "Kay, Mau mandi? Mandi bareng Mas yuk!" ajak Mas Azzam ketika melihatku mengambil handuk dan membawa baju ganti. Aku bergegas keluar kamar dan menuju kamar mandi yang terletak di samping dapur tanpa mau menjawab pertanyaan Mas Azzam. Tetapi ..
"Keylaaa ... !!! Dari tadi brisik terus. Ada apa sih?" sentak Mama. Kepalanya menyembul dibalik pintu kamarku. Aku hanya melirik sinis pada Mama. Hatiku sudah benar-benar sakit sekali. Aku raih Daffa dan kugendong keluar kamar melewati Mama yang masih berdiri dekat kamarku dengan sorot mata kebenciannya. Sedangkan Mas Azzam entah sudah kabur kemana. "Cucu, Bun," pinta Daffa menunjuk kotak susu yang biasa aku taruh di atas meja kecil samping rak piring. Segera saja kubuatkan susu agar tangisnya mereda. Memar dikeningnya membiru. Aku lekas mengambil es batu yang kebetulan tak di gembok untuk meredakan nyerinya setelah selesai membuat susu. "Maafin Bunda ya Nak!" ucapku seraya menggosok-gosokkan es batu ke luka memarnya meskipun Daffa merintih kesakitan.Setelah tangis Daffa mereda. Aku kembali masuk ke dalam kamar dan menidurkan Daffa yang tertidur lagi dalam dekapanku. Aku raih koper yang ada di atas almari. Kemudian, aku membereskan baju-baju milik aku dan Daffa lalu aku masukan k