Malam itu saat Rosella bersantai dia mendapat pemberitahuan dari grub yang ia ikuti terkait lowongan pekerjaan. Dia teringat akan pria yang menemuinya tadi di restoran alias Daffa Anderson.
"Aku save ah nomornya, siapa tau dia berminat dengan pekerjaan ini," gumam Rosella lalu menyimpan nomor si pemberi pekerjaan. Pagi ini di Anderson Group, Daffa ada meeting dengan para petinggi perusahaan serta investor terkait tertundanya proyek mereka. "Bagaimana bisa proyek kita tertunda pak, padahal kami sudah berinvestasi untuk proyek ini." Protes salah satu kliennya. "Mohon maaf pak untuk hal itu, ada sedikit kendala, namun jangan khawatir secepatnya akan saya selesaikan supaya proyek kita segera terealisasi," ucap Daffa mencoba menenangkan para investor Seusai rapat, Daffa kembali ke ruangannya lalu dia melemparkan tubuhnya di sofa. Dia sungguh bingung harus bagaimana, jika tertunda maka keberangkatannya ke Amerika juga akan tertunda. "Mau nggak mau aku harus membujuknya sendiri untuk menjual tanahnya pada kita Ray," ujar Daffa. "Bagaimana caranya Pak, dia bersikeras untuk tidak menjual tanahnya," sahut Ray "Caranya dengan berteman, mendekatinya dan merayunya pelan-pelan," ungkap Daffa. "Bagaimana caranya berteman dengannya?" tanya Ray lagi. Tersungging senyuman di bibir Daffa. "Aku akan masuk dalam sandiwaranya," jawab Daffa. Senyum Ray pun merekah, dia sungguh tidak menyangka kalau Daffa memiliki ide brilian seperti itu. "Semoga berhasil pak," ucap Ray. "Aku yakin akan berhasil Ray," timpal Daffa. Ray kembali berkutat dengan pekerjaannya, begitu pula dengan Daffa yang mulai menyibukkan diri dengan berkas-berkas di meja kerjanya. Ponsel Daffa pun berbunyi, di layar terlihat wanita aneh memanggil. Kemarin memang mereka sempat bertukar nomor telepon sebelum Rosella pamit melayani pelanggan lain. Awalnya Daffa malas untuk mengangkatnya namun Rosella terus menelepon dan mau nggak mau dia mengangkatnya. "Halo mas ganteng, aku ada lowongan pekerjaan untukmu. Kalau kamu ada waktu dan tertarik kamu bisa menemui aku mas, nanti aku share posisiku," kata Rosella tanpa jeda diseberang panggilan. "Baiklah aku akan kesana sekarang, kebetulan lagi nggak sibuk." Daffa pun berbohong Tut Tut Tut Panggilan berakhir, Daffa mematikan panggilan telponnya lalu bersiap menemui Rosella. Setelah mendapat lokasi Rosella saat ini Daffa menemui Ray di ruangannya. "Ray aku ada urusan, nanti jika ada yang ingin bertemu denganku, kamu atasi ya," pesan Daffa. "Anda mau kemana Pak?" tanya Ray penasaran. "Menemui wanita langka itu Ray, aku akan mendekatinya pelan pelan lalu membujuknya untuk menjual tanahnya pada kita," jawab Daffa. "Good luck Pak, anda sungguh brilian." Ray pun menyemangati Daffa. Daffa menuju parkiran saat hendak menaiki mobilnya, dia berfikir ulang. Pikirannya tentu tidak mungkin membawa mobil menemui Rosella. "Aku pesan motor online saja." Akhirnya dia memesan motor online lewat aplikasi di ponselnya. "Dia tidak boleh tau aku yang sebenarnya, karena dengan begitu aku bisa mendekatinya dengan bebas," gumam Daffa. Lima belas menit kemudian motor yang dia pesan sudah datang, sebelum berangkat dia meletakkan jasnya ke dalam mobilnya, supaya tidak terdeteksi kalau dirinya adalah seorang bos. Daffa hampir tidak pernah naik motor, sehingga dia menggerutu sepanjang perjalanan yang membuat pengendara motornya geleng-geleng kepala. Saat turun dari motor Daffa mencari keberadaan Rosella, hingga pandangannya jatuh pada seorang wanita yang sedang menolong anak kucing. "Jiwa sosial wanita ini sungguh luar biasa," gumam Daffa dengan tersenyum. Rosella yang tau kalau Daffa sudah datang memutuskan melepas anak kucing yang dibawanya lalu melambaikan tangan. "Hati-hati ya adek kucing." Melihat hal itu membuat Daffa menggelengkan kepala, saking sosialnya sampai anak kucing dipanggil Adek. Rosella berlari mendekat ke arah Daffa. "Halo mas ganteng," sapa Rosella dengan senyum termanisnya. "Halo Ros," balas Daffa dengan tersenyum juga. Mereka berdua mencari tempat duduk untuk mengobrol dan tanpa ragu Rosella langsung saja menarik tangan Daffa sehingga membuat Daffa terkejut. "Wanita ini agresif sekali, baru bertemu dua kali sudah pegang tangan, genap bertemu sepuluh kali apa yang dia pegang" batin Daffa. "Jadi apa lokernya Rose?" tanya Daffa tanpa basa-basi. "Kurir mas," jawab Rosella. Daffa membulatkan matanya, dia membayangkan dirinya jadi kurir, kemana-mana membawa barang dan kardus besar. "Tidaaaaak." Tiba-tiba Daffa berteriak sehingga membuat Rosella terkejut. "Kenapa mas?" tanya Rosella sembari memegang dadanya. "Nggak apa-apa Rose, hanya saja aku nggak punya motor untuk menjadi kurir." Daffa berbohong. Sebenarnya bukan berbohong tapi Daffa memang tidak mempunyai motor, semua kendaraannya adalah roda empat pabrikan luar. "Ooo.... Gitu ya mas, ya sudah nanti aku coba carikan pekerjaan yang lain," sahut Rosella. "Iya Rose santai saja," timpal Daffa. Rosella sungguh iba, di jaman sekarang masih ada pemuda yang tidak memiliki motor. "Aku juga hanya memiliki satu motor sehingga tidak bisa meminjami mas ganteng, itupun motor nyicil mas," ujar Rosella dengan raut wajah sedihnya. Melihat raut wajahnya yang berubah membaut Daffa tidak enak lalu dia berkata, "Mendingan kamu Rose masih punya walaupun kredit sedangkan aku, nggak punya." Daffa berucap dengan pura-pura sedih. Sungguh diluar ekspektasinya, Rosella malah menghiburnya. "Mas cakep nggak usah sedih, nanti kalau sudah kerja pasti punya uang untuk kredit motor," sahut Rosella mencoba menghibur Daffa. Mereka mengobrol panjang kali lebar menceritakan kisah hidup mereka masing-masing ya bisa dibilang jika mereka adu nasib. Saat asik mengobrol lewatlah Abang tukang bakso, Rosella yang kebetulan belum makan, segera memanggil tukang bakso tersebut. "Bakso, Bakso," teriaknya dengan keras. "Bang bakso dua ya," kata Rosella sesaat setelah Abang tukang baksonya mendekat. "Rose, aku nggak pesan kamu saja." Daffa menolak karena dia tidak pernah makan bakso pinggir jalan seperti ini. "Mana boleh seperti itu mas, satu makan satunya harus makan." Bibir Rose pun maju ke depan. "Tapi aku nggak bawa uang buat bayar baksonya Rose," sahut Daffa. Daffa memegang tengkuknya, memang kenyataannya dia tidak memegang uang tunai tapi kalau debit jangan di tanya isinya. "Aku mas yang traktir," timpal Rosella dengan tersenyum. Bakso kini sudah di depan mata, Rosella langsung saja menyantapnya namun berbeda dengan Daffa yang masih memandangi bakso yang tersaji di depannya. Daffa bingung, karena dia tidak pernah makan di pinggir jalan seperti ini. "Kok nggak dimakan sih mas baksonya, apa hanya dengan dipandang baksonya berpindah sendiri ke perut," oceh Rosella dengan mulut penuh bakso. "Iya Rose, ni aku makan," sahut Daffa. Dengan terpaksa Daffa memasukkan bakso dalam mulutnya, suapan pertama dia langsung membulatkan matanya. Dia tidak menyangka kalau rasa bakso gerobak enak sekali bahkan lebih enak dari bakso restoran. Daffa makan lahap sekali sehingga dalam sekejap bakso satu mangkok ludes tak tersisa. "Baru kali ini aku makan bakso seperti ini Rose," katanya sambil menyendok kuah terakhir di dalam mangkok baksonya. Rosella nampak iba melihat Daffa, sekedar bakso gerobak saja pria di depannya belum pernah memakannya. "Miskin sekali dirimu Mas," batin Rosella. "Rose boleh aku tambah lagi, aku tidak pernah makan-makanan seperti ini sebelumnya. Sungguh aku ingin makan lagi, nanti uangnya aku ganti." Mata Daffa menatap mata Rose berharap dia dibelikan bakso lagi. Rosella tidak bisa menolak keingin Daffa, dia hanya mampu tersenyum dan mengangguk meski uangnya sendiri juga sangat minim. "Bang dua lagi." Daffa nambah dua mangkok sekaligus sehingga Rosella membulatkan matanya. "Bisa bangkrut aku," batinnya dengan senyuman yang dipaksakan. Tak lama kemudian mereka selesai dengan makan siang mereka. "Mas, apa benar mas ganteng tidak pernah makan bakso?" tanya Rosella heran karena bakso adalah makanan yang hampir semua orang Indonesia memakannya. Daffa menggeleng, dia bingung karena tidak mungkin memberitahu keadaan yang sesungguhnya. "Sabar ya mas, aku juga pernah mengalami seperti mas ganteng alami, tidak memiliki pekerjaan dan uang." Mata Rosella pun berkaca mengingat perjuangan hidupnya yang keras. "Terima kasih ya Rose," sahut Daffa. Karena matahari sudah condong ke barat, Rosella pamit pulang begitu juga dengan Daffa. "Ayo aku antar pulang Mas,"Semenjak pertemuan kedua itu, Daffa dan Rosella sering bertemu, bahkan Daffa memberanikan diri meminta alamat dan berkunjung ke rumah Rosella, dia semakin gencar mendekati Rosella mengingat deadline dari investor sudah semakin dekat. Meski keduanya semakin dekat tapi Daffa masih belum bisa membahas ke arah tanah dengan Rosella. "Bagaimana ini pak, investor sudah mulai mengoceh, mereka menuntut proyek agar segera di realisasi?" Ray melaporkan keadaan lapangan pada Daffa. Daffa memijat pelipisnya, dia sungguh bingung, selama dua minggu dekat dengan Rosella, dia belum bisa menemukan cara untuk mengobrol ke arah situ. "Temui mereka Ray, bilang ke mereka dua Minggu lagi, proyek sudah bisa di mulai." Daffa nekat memberikan titah yang belum pasti. "Anda yakin Pak?" tanya Ray penuh penekanan, karena dia merasa tidak yakin dengan Daffa. "Yakin, aku tak akan menunda lagi, aku harus mendapatkannya dengan cara apapun," jawab Daffa. Mereka berdua kalut dengan pikiran mereka masing-masing, Ra
Daffa bersikap layaknya dirinya, dia berbincang dengan wartawan mengenai perusahaannya serta hal lain, tentu kesempatan emas ini tidak disia-siakan oleh wartawan karena kapan lagi bisa mewawancarai Daffa Anderson. Pak Sony meminta Daffa untuk mempromosikan restorannya, dan tentu Daffa menyaggupinya meski enggan. Melihat sikap Daffa yang seperti itu membuat Rosella puyeng, entah bagaimana jadinya sandiwaranya malam ini. "Mas ganteng, cukup sudah, akting kamu benar-benar over, ingat woy kamu bukan Daffa Anderson," bisik Rosella sembari menyenggol kaki Daffa. "Tenang, biar semua percaya memang harus seperti ini Rose," bisik Daffa balik. Acara sudah usai, Rose dan Daffa berpamitan pulang. Di dalam mobil Rosella terus diam, dia mengingat kembali sandiwara over Daffa, dia benar-benar pasrah jika besok muncul berita hoax, dan juga juga akan menerima konsekuensinya apalagi Daffa yang asli marah. "Apa yang kamu pikirkan Rose?" tanya Daffa. "Nasib aku besok Mas," jawab Rosella den
Beberapa hari setelah Rosella menjual tanahnya Daffa tidak bisa dihubungi tentu hal ini membuat Rosella resah tak menentu juga gelisah di hati. Ingin sekali dia datang ke rumah Daffa namun dia tidak tahu alamatnya, sebenarnya Rosella takut jika Daffa kenapa-napa. "Mas ganteng kamu dimana sih, ada masalah apa? kenapa telepon dan juga pesanku nggak pernah dijawab. Aku sangat khawatir padamu apalagi aku mempunyai hutang banyak padamu," gumam Rosella sambil menatap langit di depan rumahnya. Dia terus saja menatap Sirius, bintang yang paling terang diantara yang lainnya. Dari kecil Rosella ingin seperti Sirius yang bersinar terang diantara lainnya. Lelah dan ngantuk menghampirinya, dengan langkah malas Rosella masuk dalam rumah. Setelah di kamar dia mengecek ponselnya dan lagi-lagi zonk, Daffa sungguh tak menghubunginya sama sekali. "Sudahlah, anggap saja dia tidak pernah ada. Stop thinking about him Rose." Rosella pun menyemangati dirinya sendiri Hari-hari berlalu, Daffa sibuk d
Hari sudah malam, Daffa memutuskan untuk pamit. "Aku pamit ya Rose, udah malam takutnya nanti ada grebegan lagi," kata Daffa dengan terkekeh. "Kamu tu ada-ada saja mas," sahut Rosella dengan tertawa. Daffa menatap wajah Rosella yang tertawa lepas, terbesit sebuah rasa aneh tapi Daffa segera menghalaunya. "Kalau digrebeg gawat Rose, pasti kita dinikahkan. Aku belum siap, untuk makan sendiri saja aku masih kurang apalagi punya istri." Daffa memegang tengkuknya. Setelah kepulangan Daffa, Rosella senyum-senyum sendiri sambil menutup wajahnya dengan tangan. "Mas cakep, aku sangat bahagia," gumamnya. Rosella seperti tanaman layu yang diguyur air hujan, "Rasa apa ini ya Tuhan." Sepanjang perjalanannya pulang, Daffa terus memikirkan Rose, dia bingung mau digunakan untuk apa uang Rose, padahal Daffa tau jika Rose juga memerlukan uang itu. Sesampainya di rumah, Daffa segera merebahkan diri di tempat tidurnya, dia merasa bersalah pada wanita berjiwa sosial itu. "Arrrgggg biarlah," teri
"Sembarangan, calon istri dari Hongkong," sahut Daffa kesal. Ray hanya tertawa, memang terkadang dia suka sekali menggoda atasan serta kakak sepupunya itu. Pesawat pribadinya telah siap, kini saatnya dia terbang ke US, rasa rindu kepada keluarga tercinta disana sudah tidak bisa dia bendung. Dari Bandara Internasional Los Angels, Daffa memerlukan waktu sekitar dua puluh tujuh menit untuk tiba ke Beverly Hills, rumah keluarganya. Kini pria itu telah tiba di rumah keluarganya, ketika dia keluar dari mobil pandangannya tertuju pada sesosok wanita yang sangat dia cintai. "Put," ucapnya sambil tersenyum. Dia mengambil koper miliknya, lalu berjalan mendekat ke arah Kakak iparnya. "Mas Daffa." Melihat Daffa Putri sangat senang. Putri segera meletakkan majalah yang dia bawa, dia berdiri dan membuka tangannya. Daffa mempercepat langkahnya lalu dia segera memeluk kakak iparnya. "I Miss you," kata Daffa sembari memeluk erat Putri. "I miss you too," sahut Putri. Rindu Daffa dan Putri be
"Mas Daffa jadi ke Amerika?" Pertanyaan sang asisten membuat pria itu menghentikan aktivitasnya. "Jadi Ray, besok aku akan berangkat. Aku titip perusahaan," jawabnya dengan tersenyum "Dengan senang hati mas, salam ya buat keluarga di sana." Hari pun semakin sore, Daffa memutuskan untuk pulang terlebih dahulu karena dia harus bersiap untuk perjalanan ke Amerika besok. Saat di lampu merah Daffa memandang di luar jendela sambil menunggu lampu hijau, berbeda dengan CEO yang lebih senang menggunakan jasa sopir, Daffa malah sebaliknya, dia lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Tepat di samping kiri mobilnya, tampak seorang wanita yang mengendarai sepeda motor bututnya kemudian wanita itu memarkir motornya dan turun dari aspal. Hal yang membuat Daffa tak melepas pandangannya adalah saat sang wanita berlari menolong nenek-nenek yang hendak menyebrang jalan. "Jaman sekarang ternyata masih ada yang memiliki jiwa sosial tinggi," gumam Daffa lalu melajukan mobilnya karena sudah lampu h
Rose melajukan motornya namun sebelum pulang dia mampir dulu ke mini market untuk membeli makanan dan minuman, daripada nanti harus keluar lagi. Begitu pula dengan Daffa, setelah meeting dengan klien dia mampir ke mini market untuk membeli rokok dan minuman. Melihat ada seorang pengemis membuat Rosella iba, "Kasian sekali nenek itu, kira-kira sudah makan atau belum ya?" batin Rosella sambil melihat isi dari kantong plastik yang dibawanya. Rosella berniat untuk memberikan separuh makanan yang dia beli untuk pengemis itu. Dengan senyuman yang mengembang di bibirnya, Rosella melangkahkan kaki menuju tempat dimana nenek itu duduk. "Sedikit rejeki buat nenek." Rosella menyodorkan makanan dan minuman. "Terima kasih nak, semoga Tuhan membalas kebaikanmu." Nenek pun berdoa atas kebaikan Rosella. Meski hanya doa kecil yang diucapkan sang nenek, Rosella begitu bahagia. Setelah itu Rosella mengendarai motornya dan berlalu. Melihat Rosella, Daffa pun menyunggingkan senyuman, dia sungguh s