SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU
PART 7Mika melangkah, sesampainya di kamar, wanita itu gegas mendudukkan bokong di tepi ranjang setelah mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya.Sejenak Mika memandangi wajah sang bayi, dan seketika saja dada wanita itu terasa begitu sesak.Tangan Mika terulur, mengusap lembut kepala sang anak dengan perasaan hancur."Maafkan Mama ya, Nak, jika setelah ini kamu akan tumbuh tanpa kehadiran sosok Papa. Tapi Mama janji, kamu tidak akan merasa kekurangan kasih sayang. Mama akan menjadi Mama sekaligus Papa untuk kamu." Mika berucap lirih, tanpa sadar kedua kelopak matanya mulai berkaca-kaca seiring rasa sesak yang kian mendera.Ah, air mata memang tidak bisa menyembunyikan sedalam apa rasa sakit yang dirasa.Mika menghela napas dalam-dalam, setelahnya ia mengusap matanya dengan jemarinya–menghalau air mata agar tak luruh begitu saja.Lagi, Mika meraup udara dalam-dalam lalu tersenyum. Meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja.Mika bergegas mencari nomor ponsel Elisa. Begitu menemukan, ia langsung menekan menu panggil."Halo, assalamualaikum, Mika?""Waalaikumsalam, Sa. Sa, apa kamu besok sedang sibuk?" tanya Mika yang berniat untuk meminta tolong pada sahabatnya."Enggak, ada apa memang?""Bisa aku antar ke toko emas palsu?"Di seberang sana, kening Elisa berkerut tajam. Masih tak paham dengan maksud dari ucapan sahabatnya itu."Jadi begini, aku tadi menemukan kotak perhiasan di laci Mona. Dan itu barang sa persis sekali seperti punyaku yang diberikan sama Mas Johan." Mika menjelaskan, seolah-olah wanita itu paham jika lawan bicaranya terdiam dengan perasaan heran."What?! Serius kamu?" cetus Elisa."Iya, persis sekali, Sa. Ada kalung sama cincin. Waktu aku acak-acak isi laci, aku juga mendapatkan bukti pembelian kwitansi dan semua atas nama Mas Johan.""Terus?" tanya Elisa singkat."Nah, rencananya aku mau ambil perhiasan-perhiasan itu. Kalau langsung aku ambil aja, pasti ketahuan dong. Makanya aku mau sedikit memberikannya kejutan dengan mengganti perhiasan itu dengan emas palsu. Gimana?"Tanpa sadar, kedua sudut bibir Elisa tertarik ke atas."Idemu bagus sekali, jadi kapan? Aku lagi nggak ada kesibukan akhir-akhir ini," ucap Elisa setelah mengingat-ingat apakah ia memiliki agenda keluar apa tidak."Kalau besok gimana, Sa? Lebih cepat lebih baik, bukan? Kalau nanti nanti, takutnya mereka keburu kuusir, ha ha ha." Tawa renyah terdengar dari bibir Mika."Baiklah, lalu bagaimana dengan suamimu?""Besok bilang saja kalau kita mau menjenguk saudara kamu yang baru saja melahirkan.""Oh, baiklah. Besok aku kesana jam 10 ya.""Ok, Sa. Maaf ya kalau aku selalu merepotkan kamu.""Jangan bicara seperti itu, kayak sama siapa saja. Santai ya, jika kamu memang membutuhkan bantuanku, katakan saja."Bibir Mika tersenyum, ia merasa haru.Meskipun Mika tak memiliki saudara dan orangtua, masih ada sosok yang selalu ada untuknya.Ya, Mika memang seorang yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal karena tragedi kecelakaan tepat 2 tahun sebelum Mika melangsungkan pernikahan.****"Mas, aku besok sama Elisa mau ke rumah Rina.""Rina siapa?" tanya Johan singkat tanpa menoleh ke arah sang istri. Pandangannya masih tersita oleh tayangan sepak bola di televisi."Saudaranya Elisa, Mas. Dia baru saja pulang dari rumah sakit karena melahirkan," ucap Mika berbohong.Sejenak Johan terdiam, mengingat-ingat nama Rina yang barang kali bersarang di kepalanya. Namun, lelaki itu tak kunjung juga mengingatnya."Iya, gapapa. Jangan lama-lama ya."Mika hanya tersenyum."Permisi Bu Mika, Pak Johan, makan malamnya sudah siap." Suara Mona membuat Mika dan Johan serempak menoleh ke sumber suara. Setelahnya, Mika melirik ke arah sang suami."Tadi kuajak bicara pandangannya terus ke tv. Giliran Mona yang bersuara, perhatiannya langsung teralih." Mika mencebik.****Makan malam pun usai. Mika dan Johan kini melangkah menuju kamar. Meninggalkan Mona yang sedang membersihkan sisa-sisa dan bekas makan malam mereka.****Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 8 malam. Johan yang tengah berbaring di atas ranjang merubah posisinya menjadi bangkit dengan kepala menoleh ke arah sang istri yang tengah memainkan ponsel."Sayang, tolong minta Mona buatkan kopi dong. Kepalaku rasanya pusing, siang tadi nggak minum kopi soalnya.""Baiklah, Mas. Jaga Nando ya. Sekalian aku minta bikinkan teh hangat."Johan mengangguk. Setelahnya, Mika turun dari ranjang lalu melangkah keluar. Seiring kepergian sang istri, bergegas Johan mengambil ponsel yang ada di atas bantal lalu mengutak-atiknya.****Tok!Tok!Tok!"Bu Mika, saya mau mengantarkan teh dan kopinya." Suara Mona terdengar dari depan pintu."Iya, sebentar."Gegas Mika turun dari ranjang lalu melangkah. Dan begitu dibuka, sosok wanita berpakaian kaos sedikit longgar yang berlengan panjang dengan rok hitam yang panjangnya di bawah lutut berdiri di depannya dengan membawa nampan yang berisi dua gelas minuman.Mika meraihnya, ia mengucapkan terima kasih lalu menutup kembali pintu setelah mengambil dua gelas minuman."Ini, Mas, kopinya." Mika mengulurkan kopi permintaan sang suami."Makasih, ya." Johan mengambilnya.Selanjutnya, sepasang suami istri itu mulai menyesap minumannya masing-masing.Jika kopi Johan masih tersisa separohnya, berbeda dengan teh hangat milik Mika yang habis tak bersisa."Sayang?" Johan berucap sembari menatap heran ke arah wajah sang istri. Tangan kanannya langsung menyerobot gelas kosong yang hendak diletakkan ke atas nakas."Kenapa, Mas?" Mika menatap sang suami dengan kening berkerut. Bingung, sebab sang suami yang tiba-tiba memanggilnya dengan memasang wajah heran, ditambah sang suami yang mengambil gelas yang akan ia letakkan di nakas."Apa gelasnya bocor? Kok bisa habis seketika? Setetes aja tak bersisa."Ucapan sang Suami membuat Mika tergelak tawa, refleks tangannya memukul paha sang suami yang duduk di sampingnya."Kamu ini ih, aku pikir kenapa. Haus aku, Mas. Ditambah rasanya kayak begah," terang Mika."Jaga-jaga kesehatan, jangan sampai sakit." Johan menarik pundak sang istri untuk dimasukkan ke dalam dekapannya. Dan di saat itu juga tiba-tiba saja bayangan sang suami yang merengkuh tubuh Mona Berkelebatan di kedua pelupuk matanya. Sontak saja Mika menarik tubuhnya hingga terlepas dari dekapan sang suami.Johan menatap sang istri dengan keningnya yang berkerut. "Kenapa? Biasanya kamu suka sekali dipeluk," ucap Johan yang masih hapal betul kebiasaan sang istri yang suka sekali berada di dalam rengkuhannya."Aku ngantuk, Mas. Aku tidur dulu, ya."Mika melangkah ke sisi ranjang tempat tidurnya, setelahnya ia membaringkan tubuhnya di atas sana.Mika mencari posisi ternyaman, hingga akhirnya kedua kelopak matanya benar-benar terpejam.*****
Beberapa jam sebelumnya .....Dret
Dret
Ponsel yang sedari tadi berada di tangan Mona bergetar, ada sebuah pesan masuk. Dan begitu dibuka olehnya, sang kekasihlah si pengirim pesannya.
[Masukkan semua serbuk itu ke dalam teh.] Sebuah pesan yang dikirim oleh Johan membuat Mona tersenyum.
Belum sempat ia membalas pesan Johan, terdengar suara ketukan pintu dan suara sang majikan yang memanggil namanya.
Gegas Mona bangkit dari pembaringan lalu melangkah menuju pintu.
"Ada apa, Bu? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Mona begitu pintu terbuka.
"Mon, tolong buatkan kopi sama teh hangat ya. Sekalian tolong antarkan ke kamar."
"Baik, Bu."
Seiring kepergian sang majikan, Mona kembali masuk ke dalam kamar. Wanita itu menyingkap kasurnya lalu mengambil obat yang berupa serbuk yang sejak tiga hari yang lalu diberikan oleh Johan padanya.
Mona tersenyum sinis, bayangan dirinya akan kembali mereguk kenikmatan di atas ranjang bersama orang yang dicintainya memenuhi angan-angan.
Sungguh, tak hanya Johan yang merasa candu dengan pelayanan Mona. Namun, Mona pun juga demikian. Wanita itu menyukai setiap sentuhan yang diberikan oleh sang kekasih yang notabenenya adalah seorang lelaki yang beristri.
"Ah, Mas Johan memang the best!" lirih Mona dengan senyum tak hilang dari bibirnya.
Selanjutnya, wanita itu melangkah menuju dapur, membuatkan dua minuman yang dipesan oleh sang majikan.
"Semoga kamu tidur nyenyak malam ini sampai besok pagi ya, Mika, biar tidak ada yang menggangu malam panjangku bersama suamimu," lirih Mona sembari memasukkan seluruh serbuk ke dalam minuman teh hangat milik Mika.
Wanita itu gegas memindahkan dua minuman ke atas nampan. Bibir itu menyeringai sebelum akhirnya ia melangkah menuju kamar sang majikan.
"Sayang ... Sayang." Johan mencoba memanggil-manggil sang istri yang tengah tertidur. Johan ingin memastikan, apakah obat itu sudah benar-benar bereaksi. "Sayang, Nando minta nenen loh." Johan kembali berucap, dan lagi-lagi tak ada sahutan dari Mika. Tak merasa yakin, Johan menepuk-nepuk pelan pipi Mika. Johan tersenyum bahagia. Perlahan ia menuruni ranjang lalu melangkah secara mengendap-endap menuju pintu kamar. Sebelum Johan berlalu pergi, lelaki itu menyempatkan menoleh ke arah sang istri. Johan melanjutkan langkahnya saat melihat dua manusia beda generasi telah tertidur pulas di atas ranjang. Kali ini langkah Johan begitu tenang menuju kamar Mona. Tanpa mengetuk pintu, Johan langsung meraih gagangnya lalu membuka pintu begitu saja. "Hai, Sayang ...." Mona yang sudah mengenakan pakaian andalannya yaitu lingerie berwarna merah maroon langsung menoleh ke arah sang suami. Penampilannya begitu membuat hasrat Johan naik. Bahkan lelaki itu sampai menelan salivanya dengan susah pa
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 9Mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dari bibir Mika, membuat jantung Mona dan Johan berdegup kencang. Dua manusia tak berhati itu pun tak lagi bisa menyembunyikan kegugupannya, bahkan mereka terlihat salah tingkah. Dan pemandangan itu tertangkap di kedua iris hitam milik Mika. Mona akhirnya lebih memilih untuk beranjak dari tempat duduknya, dengan tergesa-gesa ia melangkah menuju kamar."Mas berangkat dulu ya, Sayang. Udah siang," ucap Johan sembari melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Belum Mika menjawabnya, Johan langsung beranjak dari kursi–mengulurkan tangan ke arah Mika–lalu melangkah pergi setelah sang istri mencium punggung tangannya."Mas, tunggu!" Kembali dada Joha berdebar-debar.Langkah lelaki itu terhenti lalu dengan ragu memutar tubuh, dan terlihatlah sang istri yang melangkah ke arahnya dengan memasang wajah datar. "A–ada apa, Sayang?" Tergugup Johan bertanya. "Aku nanti mau pergi sama Elisa loh,
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 10"Sudah? Dapat?" tanya Elisa begitu Mika telah mendudukkan bokong di kursi yang ada di sebelahnya. "Sudah," ucap Mika. Wanita itu lantas menunjukkan dua jenis obat ke hadapan Elisa, membuat wanita beranak dua itu pun mengerutkan kening, menatap ke arah dua obat itu secara bergantian. "Lah, ngapain kamu beli obat itu?" tanya Elisa. Mika menyeringai sembari menaik turunkan kedua alisnya. Wajah Elisa yang semula terheran-heran, kini berganti ekspresi dengan tertawa lirih sembari menggelengkan kepalanya. Dan akhirnya, kini Mika lah yang berganti menatap heran ke arah sang sahabat. "Kamu masih mau gituan sama suamimu?" Mika terperangah begitu mendengar pertanyaan dari Elisa. Sejenak wanita itu terdiam, memikirkan maksud dari kalimat yang diucapkan oleh Elisa, hingga akhirnya Mika pun sadar pemikiran apa yang ada di kepala wanita itu. Mika menepuk paha Elisa sembari berseru, "Dih, ngaco sekali pikiran anda, Bestie." Ucapan Mika membuat bibir Elis
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 11"Bu Mika, di meja makan ada gule kambing. Barangkali Ibu mau. Ada sate kambing juga. Sebenarnya saya tadi beli sate kambing sebungkus dan 2 bungkus sate ayam. Ternyata penjualnya salah kasih, malah yang dua dikasih sate kambing." Mona menawarkan makanan yang ia beli secara online di salah satu warung sate yang tau jauh dari tempat tinggalnya. "Iya, terima kasih ya, Mon. Biar nanti dimakan sama Bapak. Saya kan kurang suka sama apapun dari olahan kambing." "Iya, Bu. Gapapa. Ibu kan sama kayak saya yang nggak suka sama bau-bau kambing," ucap Mona sembari tersenyum. Setelahnya, art muda itu pun melangkah pergi menuju kamar. Sebenarnya, Mika tau, Mona membeli gule kambing dan sate kambing memang untuk Johan. Sebab, Art-nya itu tahu betul jika Johan begitu menyukai apapun olahan yang berbau kambing. Bahkan, dua porsi sate kambing pun bisa habis seketika jika dihidangkan di depan Johan. Berbanding terbalik dengan Mika. Namun, Mika tak ambil pusing
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 12Suara gemericik air tak terdengar lagi, Mika yang tengah berbaring di atas ranjang pun bergegas bangkit dari pembaringan. Merasa heran, sebab, sudah belasan menit sang suami tak kunjung keluar. Mika melangkah menuju kamar mandi, dan langkah itu terhenti di depan pintu. Tok!Tok!Tok!"Mas?" Sejenak Mika terdiam, menunggu jawaban dari dalam sana. Namun, seketika dada Mika terasa berdebar-debar saat tak ada sahutan dari dalam sana. Mika mencoba meraih gagang pintu lalu ia tekan-tekan. "Pintu dikunci segala," rutuk Mika.Wanita itu lantas kembali mengetuk-etuk sembari memanggil sang suami lebih keras lagi, namun tetap saja tak ada sahutan. "Mas!" Kali ini Mika semakin mengencangkan volumenya. Bertepatan dengan Mika yang berusaha membuka pintu kamar mandi, di depan kamarnya sudah berdiri Mona yang tengah membawa setumpuk baju yang telah disetrika dan dilipat dengan rapi. "Bu Mika, maaf, saya mau masukin baju." Mika mendesah, setelahnya ia m
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 13"Mika, kamu membiarkan wanita lain melakukan hal itu lalu kamu sibuk merekamnya?!" Johan berkata dengan nada yang begitu datar. Sorot matanya menatap tajam ke arah Mika. Melihat ekspresi sang suami yang terlihat murka. Ah, salah, lebih tepatnya hanyalah pura-pura murka membuat Mika mencebikkan bibir. "Dia yang menginginkan hal itu. Dia sama sekali tidak membutuhkan bantuanku. Asal kamu tau aja, Mas, aku sedari tadi di sini, dan dia memperlakukan kamu sedemikian rupa seperti tidak melihat kehadiranku sama sekali," ucap Mika dengan nada yang begitu lembut. Mendengar ucapan santai yang keluar dari bibir Mika, lantas membuat Johan membanting ponsel di atas ranjang. Bibirnya beberapa kali berdecak kesal. "Harusnya kamu tidak membiarkannya, Mika. Kamu istriku, bukan dia. Lalu kamu membiarkan wanita lain melepaskan semua pakaianku. Dan lebih parahnya, kamu merekamnya. Ck!" Suara decakan kesal kembali keluar dari bibir Johan."Lalu aku harus bagaima
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 14"Jangan terburu-buru, Mas, makannya," seru Mika, menatap sang suami yang meraih segelas air lalu meneguknya hingga tak tersisa. Sejenak Mika terdiam, hingga akhirnya ia kembali melanjutkan sindirannya. "Hanya karena ingin melampiaskan napsu bejatnya, dia sampai mencelakai istrinya sampai sakit seperti itu. Kamu tau? Suaminya itu main dengan tetangga sebelah rumah yang seorang janda. Kapan pun dia menginginkannya, dia langsung nyekoki istrinya itu dengan obat tidur. Mungkin takut ketahuan kali, ya." Mika tersenyum mengejek. Johan sedari tadi terus salah tingkah, sedangkan Mika tak memperdulikannya. Ia terus saja melakukan sindiran pada sang suami dan art-nya itu. "Apa nggak keterlaluan kayak gitu, Mas? Kalau masih memiliki rasa takut ketahuan, harusnya jangan bertingkah. Lain lagi kalau sudah siap dengan segala konsekwensinya, okelah, gapapa. Lah, ini? Bertingkah tapi takut ketahuan. Benar-benar pengecut!" Kali ini Mika menatap tajam ke arah
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 15DretDretSuara ponsel yang ada di atas bantal bergetar. Sang pemilik yang tengah memasukkan baju ke dalam almari pun tergopoh-gopoh melangkah. Diraihnya benda pipih itu. Dan begitu dilihatnya nama sang bapak terpampang sebagai pemanggilnya, ia mendesah, namun pada akhirnya ia mengusap layar datar itu ke atas juga. "Halo." Nada suara Mona terdengar begitu ketus. "Besok pulang," titah sang bapak. "Kenapa Bapak nyuruh Mona pulang? Mau minta duit? Kan kemarin udah dikasih sama Mas Johan, Pak. Masa sudah habis?" cetus Mona. "Udah, nggak usah banyak tanya. Pokoknya, besok pulang! Nggak ada tapi-tapian!""Nggak! Mona nggak akan pulang. Bapak tunggu sekali pun Mona nggak akan pulang!" ucap Mona. "Mau kamu ibumu kubunuh, ha?!"Sejenak Mona memejamkan kedua kelopak matanya. Selalu saja seperti itu. Jika ia tak menuruti ucapan sang bapak, ia selalu mengancam keselamatan ibundanya. Bagaimana pun juga, Mona begitu menyayangi sosok wanita yang melahi