Share

Penyesalan

Melihat ada air mata yang menitik di pipi Mada membuat sepasang alis tebal Arya bertaut.

"Kamu menangis, Mada? Bukannya tadi kamu marah-marah?" Pertanyaan polos Arya seperti menyindir Mada.

Hati Mada kini terasa sakit dengan keputusan yang dibuatnya sendiri.

"Benar juga apa katamu, Arya! Aku telah ambil keputusan yang salah," Jawaban Mada kembali membuat Arya terperanjat.

"Kenapa kamu baru menyadarinya sekarang, Mada? Aku percaya kalau Tara wanita yang setia, dia sangat mencintaimu. Bahkan Tara pernah menolak cinta Martin bukan?" Pertanyaan Arya membuat Mada semakin tersudutkan.

Kepalanya menunduk lesu, ia sudah membuat rumah tangganya dengan Tara hancur karena emosi sesaatnya.

'Maafkan aku, Tara. Aku sudah termakan bisikan setan untuk menceraikanmu,' ucap batin Mada. Ia ingin segera menemui Tara secepatnya, namun ia merasa malu dengan perbuatannya pada Tara.

Melihat sahabatnya bersedih, Arya meletakkan puntung rokoknya di sela asbak. Ia kemudian menepuk bahu Mada.

"Sudahlah, Kawan. Kalau kalian masih saling mencintai, kalian berdua kan bisa rujuk," saran Arya.

Mendengar kata rujuk, hati Mada memang sangat mengharapkannya. Namun begitu sulit dilakukan.

"Tidak semudah itu, Arya. Sebab aku sudah mengucapkan talak tiga pada Tara," Mendengar pengakuan Mada membuat Arya kaget bukan main.

"Apa kamu sudah gila menjatuhkan talak tiga sekaligus pada Tara? Akan sulit bagimu untuk rujuk. Tara harus menikah dulu dengan orang lain," Perkataan Arya membuat hati Mada semakin hancur.

"Aku tahu, Arya. Aku memang sangat bodoh, aku sudah naik darah tanpa mengontrol kata-kata yang keluar dari mulutku. Itu semua karena Martin sialan itu," Emosi Mada naik turun, ia mengepalkan tangannya karena geram sudah diperdaya oleh Martin.

Lalu Mada mengambil kunci mobilnya dan bergegas pergi. Arya kaget dengan sikap Mada.

"Mau ke mana kamu, Mada?" tanya Arya turut berdiri.

"Mau mencincang Martin," jawab Mada pendek. Arya terperangah mendengarnya.

Ia tak bisa berbuat apapun dan tak bisa mencegah Mada pergi.

"Dasar pria aneh," ujar Arya sambil menggelengkan kepalanya. Mada segera menuju basement apartemen dan langsung masuk ke mobilnya.

Ia segera melajukan kendaraannya, untuk menuju kediaman Martin. Mada sudah tak sabar lagi untuk memberikan pelajaran pada Martin.

Dalam perjalanan, hati Mada bercampur sedih, kesal dan marah. Ia sedih karena sudah menceraikan Tara.

Ia kesal dengan keputusannya menalak Tara akibat emosinya tersulut. Ia juga marah pada Martin yang menjadi biang keladi semua ini.

Setelah sampai di apartemen Martin. Mada langsung mengetuk pintu apartemen itu dengan keras.

Duk duk duk!

Martin membuka pintu dan kaget saat melihat Mada yang datang dengan mata yang memerah dan wajah yang marah.

Bug!

Mada meninju hidung Martin sampai Martin mundur beberapa langkah dan mengerang kesakitan.

Darah segar langsung mengucur di hidung Martin. Martin segera menahan aliran darah dengan tangannya.

Mada kemudian masuk ke apartemen Martin dan mencengkeram kerah baju Martin.

"Pria bejat kamu, Martin. Kamu sudah menjebak Tara lalu memfitnahnya. Dasar pria berengsek," seru Mada dengan nada sengit.

Tetapi Martin malah tersenyum penuh kemenangan.

"Kamu saja yang dungu, Mada! Pria sejati tentu tak akan pernah mempermalukan istrinya, hahaha," sahut Martin meledek Mada dengan tawa yang sinis.

Dug!

Dengan emosi yang memuncak, Mada mendaratkan pukulannya lagi ke pipi kiri Martin. Martin pun mengaduh lagi.

Mada semakin beringas untuk menghajar Martin yang sudah membuat rumah tangganya berantakan.

Tak sampai waktu lama,Mada sudah berhasil membuat Martin babak belur. Keringat Mada sampai membuat kemejanya basah.

"Kamu sampai membunuhku pun tak akan mengubah keadaan Tara akan kembali padamu, Mada," kata Martin.

"Kamu sudah menceraikannya, Tara juga pasti akan sangat marah karena kebodohanmu itu, hahaha!" imbuh Martin sambil mengejek Mada.

Mendengar perkataan Martin, hati Mada kembali basah dengan kesedihan karena ia sudah memutuskan untuk berpisah dengan Tara.

'Apakah Tara marah padaku? Apa dia tak akan bisa kembali padaku?' Hati Mada bertanya-tanya dengan kesedihan dan kecemasan yang melanda.

Mada kemudian menghempaskan tubuh Martin yang sudah lunglai ke lantai. Martin kembali mengaduh kesakitan dengan beberapa luka di wajahnya.

Mada merasa sangat terpukul, karena ia merasa tak pernah bisa untuk kembali pada Tara.

Mada melangkahkan kakinya dengan gontai meninggalkan Martin dan keluar dari apartemen itu.

Napas Mada terasa sesak, detak jantungnya seperti melemah, matanya berair, dan lututnya terasa lemas. Mada merasa tidak rela jika harus kehilangan Tara.

'Apakah benar Tara sudah membenciku karena aku telah mengucapkan talak tiga kepadanya?' Mada bertanya-tanya dalam hatinya yang merasa resah dan cemas.

Mada teringat kalau ia memblokir nomor ponsel Tara. Tetapi Mada ingin bicara kepada Tara secepatnya.

Namun saat Mada mengambil ponsel itu dari saku celananya. Ia merasa sangat kecewa karena ponselnya dalam kondisi mati kehabisan daya baterai.

'Sial, aku seharusnya tidak melakukan ini semua. Aku memang bodoh!" Mada memarahi dirinya sendiri dengan menepuk-nepuk dahinya dengan begitu keras.

Ia kemudian masuk ke dalam mobilnya dan segera kembali ke apartemen miliknya bersama Tara.

Mada berharap jika ia bisa bertemu dengan Tara untuk meminta maaf, dan Mada ingin bisa kembali rujuk bersama Tara bagaimanapun caranya.

Mada terus berucap kata maaf pada Tara dalam batinnya. Sebab ia sudah menyakiti Tara dengan menceraikannya karena emosi sesaat Mada terhadap fitnah yang dilakukan  oleh Martin.

Setelah sampai di apartemen itu, Mada kemudian langsung masuk dengan kunci cadangan yang ia bawa.

Tetapi sayangnya, Tara tidak ada di sana. Mada semakin putus asa melihat apartemen itu sangat sunyi.

'Ke mana perginya Tara? Apakah dia juga marah pada diriku sampai meninggalkan apartemen ini?' tangis Mada. Ia kemudian terduduk di sofa ruang tamu itu.

Mada lalu menuju kamarnya dan membuka lemari pakaian. Ia merasa lega sebab baju-baju Tara masih tersimpan di sana.

'Syukurlah kalau Tara tidak pergi dari apartemen ini, berarti aku akan menunggunya sampai dia kembali,' pikir Mada sambil menutup lemari itu.

Ia lalu terduduk di tempat tidur berukuran besar, di mana ia dan Tara selalu menghabiskan malam bersama.

Mada lalu mengambil foto pernikahannya dengan Tara di meja dekat tempat tidur itu. Mada kemudian memeluk foto itu di dadanya.

'Segeralah kembali, Tara! Aku ingin meminta maaf kepadamu. Sungguh, aku masih mencintaimu dan aku sangat menyesal telah mengucapkan cerai kepada dirimu,' ujar Mada.

Ia memutuskan untuk terus menunggu sampai Tara datang. Namun sampai hampir malam, Tara tak kunjung datang.

Mada merasa putus asa, tetapi saat waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Pintu apartemen itu diketuk oleh seseorang.

Mada mengira kalau Tara yang datang. Tetapi ia merasa aneh, karena biasanya para akan langsung membuka pintu apartemen itu.

Mada langsung membuka pintu tersebut, dan ia terkejut melihat siapa yang datang ke apartemennya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status