Share

Berbagi Pilu

"Tidak, Bu. Ibu tenang saja. Aku tidak bermasalah sekali sama sekali dengan Mada," jawab Tara.

Ia segera menghapus air matanya dan mencoba menahan isaknya agar ibu mertuanya itu tidak khawatir dengan masalah yang dihadapi oleh Tara.

"[Kamu yakin tidak ada terjadi sesuatu di antara kamu dan anakku, Tara?]" tanya Nana memastikan lagi.

Namun Tara  terdiam sejenak dan berusaha agar suaranya tidak parau di telepon. Ia mencoba untuk bisa lebih tenang.

"Tenang saja, Bu. Hubungan kami baik-baik saja kok," jawab Tara lagi.

"[Lalu kenapa kamu menanyakan keberadaan Mada di rumah Ibu?]" tanya Nana lagi dengan nada penasaran.

"Sebab ponsel Mada tak bisa dihubungi, jadi aku menghubungi Ibu. Siapa tahu dia mampir ke sana," jawab Tara setenang mungkin.

"Tetapi sepertinya Mada sebentar lagi akan segera pulang, karena sudah waktunya jam pulang kantor," sambung Tara.

"Aku minta maaf sudah menanyakan keberadaan Mada pada Ibu, mungkin Mada pulang sedikit terlambat," ucap Tara.

Namun entah mengapa Nana memiliki firasat yang tak mengenakan dari menantunya itu.

"[Tara, Ibu ini kan bukan orang lain. Kalau ada masalah, kamu bisa cerita kepada Ibu. Siapa tahu, Ibu bisa mencarikan solusinya]" papar Nana. Tara terdiam sejenak.

"Tidak ada masalah sama sekali, Bu," jawab Tara menegarkan hatinya.

"Baiklah Bu, aku akan menanti Mada pulang. Terima kasih ya, Bu? Assalamualaikum," tandas Tara sambil menutup teleponnya setelah Nana membalas salamnya.

Tara semakin resah karena Mada sepertinya tak pulang ke rumah ibunya.

'Di mana kamu, Mada? Kita perlu bicara. Aku tak mau salah paham ini berlarut-larut," Tara menangis lagi, mengingat nasib pernikahannya telah kandas dalam waktu yang begitu cepat.

Bahkan Mada sudah mengucapkan talak tiga kepada Tara. Hidup Tara sepertinya sudah sangat hancur mengingat Mada mengucapkan kata cerai kepadanya.

Mada juga pergi tanpa mengucap sepatah katapun pada Tara. Terdengar tangis Tara yang terdengar memecah kesunyian di ruangan itu.

Sementara itu, di apartemen Arya. Mada masih terdiam membisu. Bahkan saat Arya sudah menyelesaikan pekerjaannya. Mada masih termangu sambil menyandarkan kepalanya ke sofa.

Arya pun kemudian menghampiri Mada lagi. Ia berharap kalau Made akan menceritakan apa masalahnya sampai harus membawa koper dan barangnya ke apartemen Arya.

"Masih tidak mau cerita?" tanya Arya yang kembali menyalakan rokok filternya. Mada masih terdiam seribu bahasa.

"Kenapa kamu malah mengungsi ke mari? Bukannya rumah Ibumu tidak terlalu jauh?" Arya berusaha memancing Mada bicara. Mata Mada pun mendelik kepada Arya.

"Kamu mengusir aku, Bujang?" tanya Mada. Ia merasa tersinggung dengan pertanyaan Arya.

"Siapa yang mengusirmu? Aku hanya bertanya kenapa kamu tidak ke rumah Ibumu saja?" kilah Arya. Mada hanya mendesah.

Ia tak mungkin pergi ke rumah Ibunya. Sebab Nana pasti akan bertanya ini itu kalau Mada datang ke rumahnya, apalagi membawa barang bawaannya.

Tetapi Arya berpikir kalau Mada sedang ada masalah dengan Tara. Namun Mada membiarkan Mada yang bicara sendiri.

"Ya sudah, kamu boleh tinggal di sini. Tetapi apa kamu sudah bilang istrimu?" tanya Arya. Mata Mada membelalak lagi, wajahnya kini berubah angker.

"Buat apa aku izin pada Tara. Toh dia bukan lagi istriku," ketus Mada. Arya pun terkejut mendengar jawaban Mada. Mada juga ikut kaget saat dia kelepasan karena saking emosinya.

Pertanyaan itu malah berhasil membuat emosi Mada terpancing.

"Apa kalian bercerai?" cecar Arya dengan mata yang melebar. Rokok yang di tangannya sampai dimatikan ke asbak.

Mada menghela napasnya dengan berat sambil mengusap wajahnya yang kuyu. Ia terpaksa harus berterus terang pada Arya.

"Iya, aku baru saja mengucap talak padanya," jawab Mada singkat.

"Kenapa, Mada? Kalian baru enam bulan menikah. Kenapa kamu memutuskan berpisah? Bukankah Tara adalah gadis idamanmu?" cecar Arya.

"Tetapi dia bukan istri yang baik," jawab Mada dengan nada tinggi. Arya terperangah mendengarnya.

"Dia sudah selingkuh dengan Martin," Jawaban Mada membuat Arya semakin kaget.

"Apa? Martin? Kamu yakin?" Pertanyaan Arya membuat Mada menatap Arya dengan heran.

"Kenapa pertanyaanmu seperti orang bodoh, Bujang Lapuk?" tukas Mada seraya mencerca Arya.

"Aku melihat dengan jelas, mereka hampir bercinta di apartemen milik Martin. Bahkan baju Tara sudah tanggal dan berada di tempat tidur terkutuk itu" jelas Mada.

"Bukan begitu, Mada. Tetapi kamu yakin mereka benar-benar selingkuh?" Pertanyaan Arya kembali membuat Mada jengkel.

"Tentu saja, nenek-nenek bau tanah juga tahu kalau ada wanita dan pria yang bukan suaminya di sebuah ranjang, pasti mereka sedang berbuat serong," cerocos Mada. Arya hanya menghela napasnya.

"Apa kamu sudah mendengar penjelasan Tara? Apa Tara mengakui kalau dia selingkuh?" Arya seperti menginterogasi Mada. Mada sebenarnya sangat kesal dengan serangan pertanyaan Arya.

"Maling tak akan pernah mau mengaku. Tentu Tara bilang kalau semua ini salah paham. Katanya Martin yang sudah menjebaknya. Dia sampai mengeluarkan air mata buayanya," jawab Mada dengan hati yang memanas.

"Nyatanya dia berbohong padaku, katanya mau berkunjung ke rumah pasien yang sakit. Tetapi dia malah tidur dengan Martin," imbuh Mada sambil bersungut kesal.

Arya hanya terdiam, ia bersikap setenang mungkin untuk mendengar cerita dari sahabatnya itu.

"Sepertinya kamu sudah salah ambil keputusan, Mada," pikir Arya. Penuturan Arya membuat mata Mada kembali menajam.

"Apanya yang salah dengan keputusanku? Justru bagus aku menceraikan Tara saat itu juga. Aku tak mau memaafkan wanita peselingkuh seperti dia," balas Mada.

Arya terdiam lagi sambil kembali menyalakan rokoknya. Ia bersikap setenang air.

Mada menjadi heran, mengapa Arya kini malah terdiam mendengar ceritanya.

"Kamu tak mau bertanya apapun lagi, Bujang Lapuk?" Mada menunggu pertanyaan Arya. Namun Arya hanya tersenyum tipis. Mada makin jengkel melihat senyuman itu.

"Itulah aku bilang kamu sudah ambil keputusan yang salah, Mada," jawab Arya dengan nada datar.

"Kenapa aku yang salah, Bujang?" tukas Mada.

"Kita kan sama-sama tahu, siapa sebenarnya Martin. Kamu tak ingat waktu pernikahanmu dengan Tara sudah dekat?" tanya Arya.

"Saat Martin menyewa seorang wanita yang pura-pura mengaku jadi selingkuhanmu di depan Tara!" Perkataan Arya membuat hati Mada tertohok.

"Tetapi Tara malah mencari kebenarannya, karena ia sangat percaya padamu. Bahkan Tara bisa tahu kalau Martin adalah dalangnya," imbuh Arya.

"Jadi kamu pikir semua ini akal-akalan Martin untuk menghancurkan pernikahanku dengan Tara?" tebak Mada.

"Jawaban pintar, harusnya kamu tahu saat memergoki mereka," jawab Arya sambil mengisap rokoknya lagi.

Perbincangan itu membuat hati Mada bercampur aduk. Ia bagai terkena bumerang yang ia lemparkan kepada Tara, dan kini hatinya yang hancur dan merasa bersalah.

'Ya Tuhan, apa aku salah ambil keputusan?' tanya Mada. Matanya mulai basah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status