Qasam bangkit berdiri meninggalkan meja makan.Lagi- lagi ia diikuti oleh Qizha. "Stay di rumah!" titah Qasam."Loh, kenapa? Bukannya aku nggak dikasih ijin buat mangkir? Kok malah disuruh stay di rumah?" Qizha bingung."Aku muak diikuti olehmu. Aku tidak mau sampai khilaf dan memukulmu," sahut Qasam sambil berjalan menuju ke ruang tamu. "Biar aku berangkat ke kantor sendiri. Aku tidak mau melihat mukamu hari ini.""Oh... Baiklah. Meski sebenarnya aslinya kamu itu kasihan padaku dan memberiku ijin dengan alasan nggak mau lihat mukaku lagi, aku bersyukur akhirnya bisa berdiam dan istirahat di rumah. Makasih ya."Qasam rasanya ingin menjitak wanita yang terus mengikutinya itu. Muak sekali. "Aku akan ada pekerjaan khusus dan aku harus fokus. Ini menyangkut dengan prestasiku di mata papa. Jika aku berhasil dalam tugas khusus hingga mempresentasikannya dengan sempurna, maka aku akan bisa memegang jabatan penting di perusahaan lain milik papa. Ini demi prestasiku, dan aku harus mendapatk
Di kantor, Qizha tengah fokus menatap laptop ketika para Gafar masuk ruangan dengan tergesa- gesa dibalut wajah panik.Qizha mengernyit heran. Kenapa Gafar datang seperti dikejar setan begitu?“Di sini nggak ada yang namanya kuntilanak kan?”Pertanyaan Qizha membuat Gafar bingung.“Itu? Kok kayak dikejar kuntilanak?” tanya Qizha.“Ooh… Bu Qizha bisa saja. Ini Bu, saya mau tanya jadwal Pak Qasam hari ini apa ya? Aduuuh… soalnya gini, ada klien yang ngamuk di telepon tadi, katanya mau ketemu Pak Qasam. Saya takut Pak Qasam tidak ada di tempat. Klien minta ketemu sama Pak Qasam.”Qizha menatap memo dan membacanya. “Kalau melihat jadwal kerjanya, Pak Qasam nggak akan masuk kantor hari ini, ada kunjungan penting di sebuah hotel.”“Haduh… Bagaimana ini? bisakah Pak Qasam diminta membatalkan jadwal kunjungan dan hadir ke kantor untuk menemui klien?”“Memangnya ada masalah apa?” tanya Qizha.“Pak Qasam salah kirim barang. Klien marah.”“Apa Pak Qasam sudah tahu soal ini? ada yang m
“Selamat siang, bapak- bapak! Mohon maaf, Pak Qasam sedang ada kegiatan penting sehingga tidak bisa menemui bapak- bapak,” ucap Qizha dengan gayanya yang dibikin seperti SPG yang sedang menawarkan barang yang dipasarkan. Senyumnya lebar, ramah, tangannya bahkan menangkup satu sama lain layaknya model.“Tidak bisa!” panggil dia kemari.Waduh! Akting Qizha yang sudah maksimal itu ternyata tidak mempan. Si pria garang ini tetap saja mengamuk. “Maaf, Bapak! Pak Qasam benar- benar tidak bisa dihubungi untuk saat ini, mohon bersabar menunggu esok hari. Akan saya hubungkan Anda dengan beliau,” ucap Qizha masih berusaha ramah sekali. Pipinya terasa kebas akibat senyum yang tak putus.“Aku dirugikan ini. milyaran uang sudah dia terima tapi barang tidak dikirim., seharusnya kemarin barang sampai, tapi sampai detik ini barang tidak datang. Dia malah kirim ke tempat lain,” kesal pria berkemeja maroon yang disebut dengan nama Khazim.“Oh, jadi ini masalahnya adalah barang yang dikiri
Fahri berdiri di dekat pintu ruangan yang beberapa menit lalu dimasuki oleh Qizha dan Khazim. Mereka tengah menunggu dengan gelisah. Berpikir apa yang sedang dilakukan Qizha dan Khazim di dalam.Di jarak sekitar tujuh meter, para bodyguard dan staf yang dibawa oleh Khazim berkerumun. Sesekali menatap garang ke arah Fahri.Setiap kali pandangan fahri bertukar dengan si body guard, dengan cepat Fahri mengalihkannya.“Qizha sedang apa di dalam sana?” bisik Fahri cemas.“Entahlah.” Gafar bingung sembari mengusap keringat di kening. “Apa Ac di sini mati? Panas sekali.”“Kelihatannya kau sedang tidak normal, suhu dingin begini jadi panas.” Fahri sendiri tidakmerasa gerah.“Sebenarnya kita tidak begitu dekat dengan Qizha, bahkan tidak begitu mengenalinya. Tapi setelah masalah ini, aku merasa seperti berteman dengannya,” ungkap Gafar.“Ya, aku juga. Aku tidak menyangka Qizha memiliki keberanian senekat itu.”“Sepertinya dia tidak nekat.”“Lantas? Apa namanya kalau bukan nekat?”“Ent
Qizha malah terbengong melihat keresahan Gafar dan Fahri. “Okey, aku anggap wajar kalian merasa khawatir denganku. Tapi kenapa aku merasa seolah kalian ini tidak sedang mengkhawatirkan aku? Tapi lebih kepada rasa penasaran. Benarkah begitu?” tanya Qizha.Gafar menggaruk kepalanya yang tak gatal. Lalu kembali merapikan rambut yang agak berantakan akibat garukan.Fahri tersenyum simpul. “Aku salut dengan keberanianmu. Baiklah, aku akan mengganti pertanyaanku. “Kenapa kau senekat tadi?”“Aku bekerja di sini, maka sudah seharusnya aku membela perusahaan ini bukan?” jawab Qizha.“Bukan itu alasannya,” sahut Fahri dengan kedikkan pundak kecil. “Kau jatuh cinta pada Qasam?”“Kalau sudah punya opini sendiri dari pertanyaanmu, kenapa bertanya?” Qizha geleng- geleng kepala. “Bukan rahasia lagi kalau kau bukanlah istri yang sesungguhnya. Kau istri yang disembunyikan oleh Qasam selama ini. semua orang tahu drama rumah tanggamu. Dan sekarang, Qasam seolah terpaksa menerimamu sebaga
Saya bisa menghasilkan banyak uang untuk bapak. Dengan cara viral di youtube, atau apa saja. saya ini investasi. Nah, kalau bapak mau, bapak bisa minta ke Pak Qasam untuk mengambil saya dari dia.”“Wah gila. Apa untungnya aku mengambilmu?”Qizha tersenyum sembari mengedipkan satu mata, membuat Khazim langsung tergoda. Kedipan mata yang dahsyat sekali. Hatinya tersengat.“Pak Qasam pun nggak mau melepaskan saya karena saya menguntungkan bagi dia. Nah, kalau bapak mau mengambil saya, silakan minta ijin ke pak Qasam untuk mengambil saya, kalau dia mengijinkan maka saya akan ikut bapak.” Qizha berjalan mndekati Khazim lalu duduk di meja dengan gaya yang sangat menggoda.Dalam hati Qizha memohon ampun, semoga dia tidak diazab sebagai istri durhaka.Lelaki mana yang tahan dengan godaan seperti ini? hanya dengan gayanya yang aduhai saja, Khazim pun langsung tertarik, kemarahannya memudar.“Baiklah. Aku terima tawaranmu.” Khazim ingin meraih tangan Qizha, namun enggan mengingat wani
“Qasam lulus. Dia berhasil menduduki jabatan penting diperusahaan baru. Jadi dia memegang dua perusahaan besar sekarang,” jelas Habiba.Tatapan Qizha tertuju pada Sina yang berdiri di dekat Fara. Bersisian. Mereka turut menikmati pesta, menyantap makanan. Perasaan Qizha benar- benar tak nyaman melihat keberadaan Sina. Wanita itu bisa saja membawa masalah di rumah itu.“Ayo, ikut gabung!” ajak Habiba.“Enggak, Ma. Aku mau ke kamar aja,” tolak Habiba sopan. “aku capek banget.”“Tapi ini acara perayaan untuk suamimu, loh. Masak kamu nggak mau ikutan?”“Ma, aku segan sama semua orang.” Qizha sungkan.“Sampai kapan kamu merasa segan? Kamu harus melawan rasa itu, harus beradaptasi. Jangan malah minder terus.”“Mama tahu kan kalau nggak semua orang bisa menerima aku di sini?”“Lalu? Kamu akan mengalah sama mereka?”Pertanyaan menampar.“”Jangan mau kalah sama mereka. Tunjukkan kalau kamu itu kuat. Lawanlah mereka yang melemahkanmu dengan segala cara.” Habiba menyemangati.Mas
Qizha masuk kamar. Menyendiri. Duduk di sisi kasur. Tatapannya hampa. Keputusannya yang mengakui kesalahan Qasam membuat bumerang di hidupnya sendiri. Husein bertambah benci kepadanya. Qizha mengambil bed cover dari lemari dan melakukan aksi seperti biasanya, menggelar bed cover ke lantai. Lalu tidur di atasnya. Tak lupa menyelimuti tubuh. Kalau saja tubuhnya tak diselimuti, bisa- bisa ia membeku kedinginan di lantai. Tok tok...Fara mengetuk pintu, tak ada sahutan. Fara mengulang ketukan pintu, tetap tak ada jawaban. Fara yakin kalau Qizha baru saja masuk kamar, tentu saja majikannya itu ada di dalam kamar. Mungkin sedang di kamar mandi sehingga tak mendengar ketukan pintu. Fara memutar kenop pintu. Ia berani masuk karena ia tahu Qasam masih berada di ruang keluarga mengadakan pesta bersama keluarga yang lain, Qasam belum masuk kamar. Kalau saja Qasam sudah ada di kamar, mana mungkin Fara berani masuk kamar. Takutnya mengganggu adegan ninaninu yang mungkin saja dilakukan pasangan