Share

Wanita Idaman Abimana

"Siapa wanita yang kamu maksud?" tanya Wira penuh selidik, sama halnya dengan tatapan Mila.

 

"Wanita itu bernama Tania, dia sekretaris Abi," tutur Abimana tanpa ragu.

 

"Apa!" Wira dan Mila terkesiap, pria ini memerotes, "jadi selama ini kamu memiliki hubungan khusus dengan Tania? Tapi mengapa kamu tidak pernah mengatakannya pada papa?"

 

"Selama ini kita menjalani hubungan diam-diam karena propesional kerja, rasanya akan kurang pantas jika hubungan kami di dengar semua karyawan apalagi kami dekat setiap saat, bagaimana penilaian mereka nanti," jelas santai Abimana yang akhirnya membongkar hubungannya dengan Tania.

 

"Sejak kapan?" tanya Mila, "mama merasa tersinggung karena selama ini kamu selalu terbuka," ungkapnya.

 

"Abi minta maaf ma, pa, bukan maksud Abi menyimpan hal penting ini, tapi Abi melakukannya demi mama dan papa juga," jelas Abimana dengan sejujurnya.

 

Wira mengulang pertanyaan Mila, "Sejak kapan kalian memiliki hubungan?"

 

"Kurang lebih sudah satu tahun, kalau tidak salah tanggal lima belas bulan ini."

 

Wira menghembus udara bingung, "Lalu bagaimana cara papa menjelaskan ini pada neneknya Nadia."

 

"Papa katakan saja yang sejujurnya mengapa harus bingung dengan hal seperti ini," usulan enteng Abimana, "lagipula papa sudah bersedia membiaya kuliahnya Naila serta menanggung hidupnya, Abi rasa itu sudah cukup untuk membalas budi."

 

"Entahlah, Abraham pernah meminta papa menikahkan anak-anak kami, papa merasa menyesal dengan keadaan ini." Wira memegangi keningnya, Abraham sudah sangat baik, tapi dirinya tidak mampu memberikan balasan yang layak.

 

Mila mengusap punggung suaminya. "Lebih baik papa istirahat dulu, mungkin nanti papa akan mendapat jalan keluarnya."

 

Jadi, kini Abimana hanya sendiri di ruang tamu. "Jangan sampai Tania tahu jika papa punya hutang balas budi menikahkan saya dengan Naila."

 

Esoknya, Abimana dan Tania kembali bertemu di perusahaan. Gedung ini belum sepenuhnya milik Abimana karena pejabat tertinggi di sini tetaplah Wira.

 

Namun, suatu hari nanti gedung pencakar langit yang sedang berkembang pesat ini akan berada dalam genggaman Abimana setelah dirinya mampu. "Malam ini kita akan dinner," ucap sayang si pria.

 

"Tumben," kekeh Tania kala keduanya sedang berdua di dalam ruangan milik Abimana. Dalam pelukan wanita ini terdapat beberapa kertas penting yang baru saja selesai ditandatangani sang CEO. Jadi, Tania tetap berdiri di hadapan Abimana yang tetap duduk di posisinya.

 

"Ingin saja, lagipula tinggal beberapa hari lagi hari jadi kita kan," kekeh Abimana yang tetap propesional.

 

"Iya, lima hari lagi. Kamu masih ingat tanggalnya, kan?" Tania memeriksa ingatan Abimana tentang salah satu hari penting bagi mereka.

 

"Tentu saja, tanggal lima belas, saya akan selalu ingat," kekeh kegelian Abimana yang sempat melupakan hari itu.

 

"Jangan sekali-kali melupakannya," goda Tania dengan sikap manis. Hanya sebatas itu obrolan romantis mereka karena keduanya menjunjung tinggi propesional kerja.

 

Tania baru saja keluar dari ruangan Abimana, sedangkan Wira baru saja akan masuk. Wanita ini menyapa pemilik gedung seperti biasanya, sopan santun dan ramah tamah adalah hal utama baginya.

 

Wira menatap punggung Tania yang mulai menjauh. "Tania memang pintar dan pekerja keras, cantik dan sopan, usianya juga pas untuk menikah, Tania memang cocok dijadikan menantu, tapi ... bagaimana dengan Nadia?" Isi kepala Wira masih berkecimpung tentang balas budinya. Pria ini mengetuk pintu perlahan.

 

"Masuk," ucap berwibawa Abimana yang sedang sibuk dengan laptop di hadapan.

 

Wira segera masuk ke dalam ruangan putranya. "Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"

 

"Lancar-lancar saja, pa. Ada apa? Tumben papa ke ruangan Abi, biasanya setiap ada perlu papa yang akan memanggil Abi," kekehnya.

 

"Ingin saja, memangnya aneh kalau papa datang kesini," kekeh santai Wira.

 

"Tidak sih." Abimana meninggalkan pekerjaannya demi sang ayah. Pria ini duduk di seberang sofa yang Wira duduki.

 

"Sore ini papa akan mengunjungi kediaman Nadia, papa akan menepati janji kemarin."

 

"Baiklah, Abi sangat mendukung," senang pria ini atas keputusan terbaik ayahnya.

 

"Tapi papa masih kebingungan tentang pernikahan kalian."

 

"Papa tinggal bilang kalau ternyata Abimana memiliki seorang kekasih dan papa baru tahu. Sudah, begitu saja, pasti Nadia dan neneknya mengerti.

 

"TIdak sesimple itu," sahut Wira.

 

Abimana mulai bertanya serius, "Memangnya antara Tania dan Nadia, papa lebih suka yang mana?"

 

"Papa tidak bisa memilih karena keduanya cocok untuk kamu."

 

"Dari segi mana papa melihat kecocokan itu, apa fisik?"

 

"Keduanya perempuan," jawab singkat Wira.

 

"Pa, mencari calon istri bukan hanya sekedar karena dia perempuan, tapi ada persyaratan tersendiri, tidak mungkin papa tidak mengerti."

 

"Iya sudah, terserah kamu saja, papa tidak akan melarang kamu dengan siapapun. Papa akan mencoba menjelaskannya pada Nadia serta neneknya."

 

"Iya, katakan saja tentang Tania."

 

Di sisi lain, Nadia sedang mengungkapkan keresahannya, "Nek, andai Nadia menikah dengan Abimana, sepertinya pernikahan itu tidak akan membawa kebahagiaan." Gadis ini sangat mengingat sikap dingin Abimana kemarin.

 

"Jangan mengatakan hal buruk, semua orang selalu bahagia atas pernikahannya."

 

"Tapi nek, Abimana ...." Nadia ingin mengungkapkan percakapan dirinya dan Abimana kemarin, tapi terlalu takut akan menyakiti sang nenek.

 

"Tadi Pak Wira menelepon, katanya akan datang sore ini. Kita tunggu saja kabar baik darinya." Saraswati menyimpan banyak harapan pada Wira dan Abimana, tetapi dia belum tahu jika harapannya akan dipatahkan.

 

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status