Cukup singkat waktu yang Abimana gunakan untuk mengantar Nadia. Saraswati segera menyambut kedatangan cucunya seiring menyapa si pria, "Terimakasih sudah mengantarkan Nadia."
"Sama-sama, tapi besok sepertinya Abi tidak bisa, paling sopir yang akan menjemput," ucap pria ini bersama sopan santun.Saraswati segera mencegah, "Tidak perlu, kalian sudah terlalu baik, tidak apa, Nadia bisa mengunakan fasilitas umum.""Tidak apa, saya dan papa hanya ingin memastikan jika Nadia pulang dengan selamat."Saraswati masih bersikerasa menolak, "Sungguh, tidak perlu."Abimana tersenyum kecil. "Baiklah kalau seperti itu. Kalau begitu, saya harus segera pergi masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan," pamitnya dengan santun."Silakan, hati-hati di jalan dan terimakasih atas kebaikan Nak Abi." Saraswati memasang senyuman tulus."Sama-sama." Abimana mulai mengendarai mobilnya seiring memerhatikan Saraswati dan Nadia yang masih berdiri memandangi kepergiannya. "Sebenarnya saya iba melihat nenek dan cucu hidup berdua dengan keadaan pas-pasan, tapi bukan berarti saya harus menjadi heroik dengan menikahi Nadia."Di sisi lain, Nadia berkata pada neneknya, "Bukan maksud Nadia ikut campur dalam kehidupan Abi, tapi pacarnya selingkuh.""Masa sih, memangnya kamu tahu dari mana?" Saraswati tidak segera percaya."Tadi Nadia melihat wanita bernama Tania di kampus, dia terlihat dekat dengan dosen, lalu Nadia melihat wajahnya lagi di dalam mobil Abi, dia memajang foto wanita itu yang diakuinya sebagai kekasih.""Sudahlah, biarkan saja. Kamu tidak perlu berkata apapun tentang hal ini. Biarkan Abi tahu dengan sendirinya," nasihat Saraswati karena Wira dan Abimana sudah sangat baik pada mereka. Jadi, rasanya tidak pantas jika harus mencampuri privasi kedua orang itu walau maksudnya dalam hal kebaikan."Tidak akanlah nek, buat apa Nadia mengatakannya, nanti malah dikira memfitnah karena mau dinikahi Abi. Ish, malas sekali kalau Nadia dituduh begitu!" Gadis ini segera melangkah menuju ke dalam rumah kemudian beristirahat di kamarnya seiring memikirkan wanita bernama Tania. "Kenapa ya, wanita itu selingkuh dari Abimana, padahal dari luarnya saja Abimana tidak punya kekurangan, apa dia juga bersikap dingin padanya hingga Tania tidak betah?"Nadia masih bergeming karena pemikirannya tetap tertuju pada kasus perselingkuhan Tania. "Kalau benar karena alasan itu, maka saya sangat bersyukur tidak menikah dengan Abimana. Tania saja tidak tahan padahal hanya sebatas pacaran, apalagi kalau menikah dengan Abi." Nadia dibuat merinding dengan prasangkanya sendiri.Saraswati menghampiri cucunya. "Sore ini temani nenek ya, nenek ingin melihat tempat-tempat indah di kota ini."Seketika Nadia dibuat cemas oleh kalimat Saraswati. "Nek, kok tiba-tiba. Jangan tinggalkan Nadia secepat ini ..., nanti Nadia hidup sama siapa?" Pelukannya melingkar erat saat merengek."Ish, memangnya kalau nenek ingin melihat tempat indah artinya akan meninggalkan kamu," kekeh Saraswati."Nadia takut saja nenek akan meninggalkan Nadia," sendunya karena jika Saraswati meninggalkannya maka Nadia akan hidup sebatang kara, gadis ini tidak yakin mampu bertahan dalam kesepiannya. "Mana tega nenek meninggalkan Nadia sendiri, apalagi kalau cucu nenek yang cantik ini belum ada yang meminang," kekeh sayang Saraswati.Jadi, tiba sore hari Nadia mengajak neneknya berjalan-jalan di tempat indah yang dia tahu. Mereka menikmati waktu berdua diiringi tawa bahagia. Tanpa diduga, untuk kedua kalinya Nadia berpapasan dengan dosen ganteng yang sedang bersama Tania. Pria itu tidak terlalu mengenal Nadia karena mahasiswi yang satu ini berhenti kuliah satu bulan, tapi Nadia segera mengenali sang dosen yang siang tadi menghuni kampus yang sama."Mereka memang pasangan selingkuh, Abimana, kamu dibohongi sampai kamu terlihat sangat bodoh," celetuk Nadia dengan volume rendah, tapi tetap sampai pada ruang dengar Saraswati."Jangan mencampuri kehidupan Abimana, biarkan saja," nasihat Saraswati untuk kedua kalinya."Bukan maksud Nadia, cuma kita kembali dipertemukan. Jadi mulut Nadia gatal deh," kekeh manisnya."Yang itu, ya?" tanya Saraswati tanpa menunjuk wanita yang dimaksud, dirinya hanya menggunakan lirikan."Iya, nek. Cantik ya, tapi sayang selingkuhi Abimana."Saraswati segera memerhatikan cucunya. "kamu peduli sama Abimana?""Tidak juga sih, mungkin pacarnya sampai selingkuh iya karena tidak nyaman dengan sikap Abimana, tapi kalau dilihat dari segi fisik memang rasanya tidak wajar menyia-nyiakan Abimana seorang pria perfect." Nadia belum terlalu mengenal lawan jenis, tapi dirinya mengakui keindahan tubuh Abimana.Saraswati menggoda, "Memang sayang sekali, pria seperti Abimana dianggurkan." Tawa ringannya di akhir.Tanpa sengaja ruang dengar Tania mendengar nama yang familiar, kemudian segera menoleh ke arah nenek dan cucunya. "Apa mereka mengenal Abimana?"Segera, pria di sisinya menyahut lembut, "Ada apa sayang, siapa yang mengenal Abimana, hm?""Gadis itu, sepertinya tadi siang saya melihatnya di kampus," selidik Tania seiring menyipitkan matanya ke arah Nadia. Pria yang menjabat sebagai dosen segera memerhatikan. "Entahlah, tapi saya merasa gadis itu memang tidak asing.""Kamu harus berhati-hati, bisa saja dia mengenal Abimana dan tahu saya kekasihnya Abimana," desis Tania, "ayo pergi dari sini." Segera, keduanya melesat hingga membuat Saraswati dan Nadia kebingungan. Namun, tidak menjadi bahan perhatian.Malam tiba dengan cepat, Saraswati dan Nadia segera menuju ke arah jalan pulang. Ketika melewati sebuah mall, Tania tampak riang karena Abimana menjemputnya. Si pria melirik ke arah Nadia sebelum cipika-cipiki dengan Tania hingga akhirnya dengan sengaja memanasi Nadia."Ish, tidak ada kerjaan!" umpat Nadia."Ada apa, siapa yang tidak ada kerjaan? Apa karena nenek menjilati ice cream, padahal sudah tidak pantas?""Tidak nek, bukan nenek." Nadia menggaruk pelipisnya seiring tertawa kecil. Gadis itu melewati Abimana dan Tania, sedangkan Saraswati tidak menyadari keberadaan pria yang diharapkan mendampingi cucunya kelak.***"Kamu mengenal Abimana?" Tania segera menginterograsi Nadia kala bertemu di kampus saat jam pagi."Abimana yang mana ya, kak?" Nadia berpura-pura polos sebelum menimbulkan masalah.Tania merogoh sebuah foto dari dalam tasnya. "Yang ini, saya lihat kemarin kamu melirik ke arah kekasih saya!"Nadia memandangi foto Abimana yang tampak keren, tapi hanya beberapa detik saja karena Tania segera memasukannya kembali ke dalam tas. "Kamu mengenalnya, kan?" desak wanita ini."Tidak, kok!" lantang Nadia supaya mendapat kepercayaan dari lawan bicaranya karena tidak ingin terlibat dalam kasus cinta segitiga, cinta terlarang dan sejenisnya."Kamu mau apa? Akan saya belikan, tapi jangan buka mulut pada Abimana," iming-iming Tania pada mahasiswi elit di hadapannya."Saya tidak mengenal Abimana yang kakak maksud. Maaf, saya duluan." Nadia segera berlalu hingga membuat Tania kesal, tapi tidak menyusul si gadis."Apa sih, tiba-tiba mau nyogok. Selingkuh ma selingkuh saja, kalau suatu saat ketahuan itu ma resiko!" rutuk Nadia seiring melangkah kesal."Siapa yang selingkuh?" tanya Amira yang baru saja muncul dari punggung Nadia.
Bersambung ....Nadia sedikit terperanjat karena kehadiran Amira yang tanpa terduga, dielusnya dada. "Itu loh, pacarnya dosen ganteng. "Hah, wanita itu mau sogok kamu, itu maksudnya?" Rasa penasaran Amira di mode maksimal. "Iya. Begitu ya orang selingkuh karena takut ketahuan jadinya ngogok!" kesal Nadia. Amira memegangi dagunya seiring mencetuskan kesimpulan hasil dari pengolahan pemikirannya, "Kalau wanita itu sogok kamu karena takut ketahuan, itu artinya kalian saling kenal dong!" Segera, tangannya menangkup mulut yang menganga. "Tidak, saya sama wanita itu tidak saling kenal sama sekali, tapi saya kenal sama pacar aslinya," jelas Nadia seadanya. Amira semakin mengangkup mulutnya, kali ini menggunakan kedua telapak tangan. "Oh my god, Nadia ... kenapa tidak kamu adukan wanita itu, kan kasihan pacarnya." "Tidak ah, bukan urusan saya." Datar Nadia. "Ish. gadis ini ... masa membiarkan dosa mengalir. Wkwk." Amira sudah lebih relax dibandingkan menit-menit ke belakang. "Itu kan bukan dosa saya,
Nadia sukses dibuat heran oleh kalimat Abimana, "Pacar, pacar yang mana? Saya tidak pernah pacaran.""Jangan berpura-pura polos. Apa memang seperti ini gaya kamu ketika putus cinta?" ejek Abimana bersama senyuman selaras walau tipis, tapi tetap sangat menyebalkan untuk Nadia. "Kamu aneh!" ejek Nadia, kemudian bergumam, "pacarnya selingkuh saja tidak sadar, dasar pria aneh!" Tanpa sadar Nadia masuk ke dalam mobil Abimana dan duduk dengan datarnya.Abimana menyunggingkan setengah bibirnya. "Ini adalah efek negatif karena saya sering menjemput kamu." Pria ini masuk ke dalam mobil seiring memandangi Nadia yang tampak duduk nyaman di atas jok yang sebenarnya tempat spesial untuk Tania.Segera, Nadia mengoceh, "Singkirkan foto pacar kamu, saya tidak suka melihat wajahnya!""Ini mobil saya, suka-suka saya mau memajang foto siapapun." Datar Abimana bersama ekspresi dinginnya hingga menciptakan atmosfer bagai di kutub utara. "Tapi pacar kamu se ....!" Hampir saja Nadia keceplosan, tapi seger
Abimana terus membidik Nadia dengan tatapan penuh selidik, tapi mata elang itu menakuti si gadis hingga Nadia menangkup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. "Jangan lihat saya begitu ..., kamu seperti penculik cabul!" mohonnya.Abimana berdecak kecil, kemudian membuka kedua jendela mobil supaya pemikiran negatif Nadia terhapus. Suaranya juga terdengar lebih santai. "Katakan saja, apa yang kamu tahu tentang Tania."Nadia membuka tangkupan tangannya perlahan, kemudian celingak-celinguk ke persekitaran, tempat ini ramai hingga cukup membuatnya merasakan mode aman. "Eu ... sebenarnya tidak ada," dustanya karena mana mungkin mengatakan perselingkuhan Tania."Apa yang harus saya lakukan supaya kamu bicara?" tanya lembut Abimana sebagai upaya membujuk Nadia karena memang seperti ini cara membujuk anak kecil.Nadia memandangi Abimana sekilas, kemudian menggerutu, "Kalian sama saja, suka menyogok!""Jadi Tania menyongok kamu, kenapa dia melakukannya?" Penyelidikan Abimana berlanjut karen
Abimana masih menjalani kesehariannya dengan menyibukan diri bersama segudang pekerjaan, kemudian mengantar Tania setelah jam kantor habis. Pria ini sosok sempurna di mata keluarga si wanita hingga mereka selalu menyambut hangat bak menantu. Kali ini, Abimana menyempatkan berkunjung ke kediaman keluarga Tania yang berada di bawah garis hidupnya.Kehangatan keluarga terasa sangat kental di setiap sudut ruangan. "Kapan kalian meresmikan hubungan," goda seorang pria yang tidak lain adalah ayahnya Tania.Abimana segera mengatakan kebenaran, "Saya sudah mencoba mengajak Tania ke jenjang lebih serius, tapi Tania bilang belum siap." Lirikan hangatnya segera terarah pada Tania setelah menyelesaikan kalimatnya pada orangtua sang kekasih.Segera, ayahnya Tania memerotes halus pada putrinya, "Mengapa belum siap, apa lagi yang kau tunggu?""Eu-hanya belum siap, pa," jawab singkat Tania yang sulit memilih antara Abimana dan Kafka."Usiamu sudah matang."Tania hanya memberikan senyuman halus pada a
Satu jam kemudian, Nadia sudah kembali ke rumahnya. "Nek ... bagaimana pendapat nenek tentang Abimana?" cemasnya.Saraswati baru saja ingin memejamkan matanya setelah membukakan pintu untuk Nadia. "Abimana pria baik." Hanya itu jawaban wanita tua ini karena terlalu mengantuk, "sudah malam, kamu tidur dulu ya, nanti bicarakan lagi besok.""Iya, nek," lesu Nadia. Tadi, dirinya tidak dapat menjawab apapun, lagipula ice cream yang melayang bebas mendarat di pakaian pengunjung lain hingga Abimana disibukan meminta maaf sekaligus mengganti rugi kala Nadia membeku. Setelah semuanya selesai, barulah gadis itu digendong hingga masuk ke dalam mobil karena lutut Nadia lemas.Kini, Nadia memandangi langit-langit saat terbaring di dalam kamar minimalisnya. "Sepertinya Abi memilih putus sama Tania. Iya ampun ... bagaimana besok nasib saya di kampus, apa saya akan mendapatkan serangan sengit dari Tania dan Pak Kafka?" kepanikan luar biasa merayap dari ujung kaki hingga ubun-ubun, tapi perasaan teran
Nadia menatap kosong ke arah bakso yang juga menatapnya. Segera, Amira menegur kawannya karena tidak kunjung menyuap, "Biasanya bakso akan sampai ke dalam perut kalau dikunyah dan ditelan. Hihi ...."Nadia segera mengalihkan tatapan pada kawannya. "Hidup saya sedang terancam seolah harus memilih antara surga dan neraka." Ekspresinya sangat memelas."Memangnya kenapa?" cemas Amira karena sebelumnya Nadia tidak pernah mengatakan keluh kesah."Abimana mengajak menikah, tapi bagaimana ya?" Embusan napas panjang dibuang Nadia."Iya ampun ... diajak nikah sama pacar saja bingung, apalagi diajak ke gunung berapi," ejek Amira dengan tawa."Lagipula mana ada pacar mengajak ke gunung berapi!""Ada, Devan yang mengatakannya, dia memang punya hobby aneh, entahlah pacar saya bar-bar tidak seperti pacar kamu. Huft!""Lalu bagimana cara mengatasi Abimana?" raung Nadia yang semakin dibuat berputar pada ajakan menikah.Amira mulai memasukan suapan pertamanya. "Terima saja deh, mubajir tahu kalau kamu
Acara ini sakral bagi para pebisnis termasuk Abimana, pembahasan pesertanya hanya seputar proyek-proyek besar, sedangkan Nadia lebih banyak duduk seiring menyeruput berbagai macam nimuman yang tersedia. "Acara ini sangat membosankan. sampai-sampai saya harus banyak minum dan sedikit memakan camilan, sekarang Nadia mau pipis, help me ...!" raungan kecilnya. Abimana sedang bersama beberapa rekan seusianya yang juga menjabat sebagai CEO, dia melirik ketika Nadia meninggalkan area pesta. "Mau kemana dia, awas saja kalau kabur," rutuk kecilnya. Sementara, Nadia sedang berlari dengan heelsnya. "Please-please, excuse me!" paniknya kala melewati beberapa orang yang menghalangi jalan keluar. Setelah berhasil lolos dari ruang pesta, gadis ini segera celingak-celinguk, "Di mana toiletnya? Ish, hotel ini terlalu besar ...," raungnya kala di hadapkan pada ruangan besar yang mirip dengan lobby, tapi tempat ini memiliki kolam ikan di tengahnya. Nadia segera berlari ke arah petugas hotel yang sedan
Nadia mengerutkan keningnya. "Jangan berprasangka, saya menghawatirkan penampilan karena saya tahu etika di hadapan orang lebih tua, terlebih kali ini saya akan bertemu orangtua kamu yang memang ingin bertemu saya," tutur si gadis dengan serius supaya Abimana tidak salah paham. Abimana tersenyum tanpa makna, kemudian kembali memasangkan jasnya di bahu Nadia. "Kamu bisa memakai jas saya sampai akhir." Pria ini menggiring Nadia hingga tiba di hadapan ibunya. "Selamat malam ma, ini Nadia yang mama tunggu-tunggu." Segera, Mila terpesona dengan kecantikan titisan Naila-sahabatnya. "Sayang ..., kok baru datang? Dari dulu tante sangat penasaran sama kamu," sambutan hangat Mila yang segera merangkul Nadia hingga si gadis duduk di sisinya. "Maaf tante, karena Abi baru saja mengajak menemui tante sekarang," jujur Nadia. Mila terkekeh renyah, "Abi memang begitu, kalau bukan tante yang menyuruhnya, mana mungkin dia membawa seorang perempuan ke rumah ini. Sampai-sampai tentangga mengira jika Ab