Share

Anak Kecil Di Mata Abimana

Nadia sukses dibuat heran oleh kalimat Abimana, "Pacar, pacar yang mana? Saya tidak pernah pacaran."

"Jangan berpura-pura polos. Apa memang seperti ini gaya kamu ketika putus cinta?" ejek Abimana bersama senyuman selaras walau tipis, tapi tetap sangat menyebalkan untuk Nadia. 

"Kamu aneh!" ejek Nadia, kemudian bergumam, "pacarnya selingkuh saja tidak sadar, dasar pria aneh!" Tanpa sadar Nadia masuk ke dalam mobil Abimana dan duduk dengan datarnya.

Abimana menyunggingkan setengah bibirnya. "Ini adalah efek negatif karena saya sering menjemput kamu." Pria ini masuk ke dalam mobil seiring memandangi Nadia yang tampak duduk nyaman di atas jok yang sebenarnya tempat spesial untuk Tania.

Segera, Nadia mengoceh, "Singkirkan foto pacar kamu, saya tidak suka melihat wajahnya!"

"Ini mobil saya, suka-suka saya mau memajang foto siapapun." Datar Abimana bersama ekspresi dinginnya hingga menciptakan atmosfer bagai di kutub utara. 

"Tapi pacar kamu se ....!" Hampir saja Nadia keceplosan, tapi segera kalimat itu terselamatkan berkat tangkupan telapak tangannya.

Namun, Abimana terlanjur mendengar kalimat tidak selesai itu. "Se, apa?"

"Tidak, salah ngomong." Nadia segera memalingkan wajahnya ke arah kaca mobil.

"Se, apa? Jangan membuat saya kesal," peringatan tegas Abimana.

Nadia menoleh ke arah Abimana dengan wajah dilipat. "Lupakan saja, tidak penting kok."

Abimana memandangi Nadia sesaat, kemudian melajukan mobilnya karena dia pikir tidak ada gunanya meladeni anak kecil. Kini, Nadia curi-curi pandang ke arah Abimana guna memerhatikan wajahnya. Abimana lebih ganteng dari pada dosen itu, jadi pasti alasan Tania berselingkuh karena sikap buruk Abimana. Ish, pantasalah Tania tidak betah! Batinnya banyak mengoceh.

"Kenapa memandangi saya? Jangan katakan kamu mulai jatuh cinta." Datar dan dingin Abimana tanpa melirik lawan bicaranya.

"Ih, amit-amit. Andai saya jatuh cinta sekalipun tidak akan sama kamu!" rutuk Nadia.

Abimana menepikan mobilnya di sembarang tempat karena jarak rumah Nadia masih jauh di depan sana. "Hari ini saya kembali berbaik hati sama kamu. Jadi tolong jangan katakan amit-amit, saya tidak suka," tegurannya tanpa membentak.

"Iya, maaf." Segera, Nadia menunduk sebagaimana anak yang patuh dan diajari sopan santun oleh orangtua. 

Abimana memerhatikan dengan bingung, mengapa bisa selunak ini, dia benar-benar gadis yang polos. Pikir Abimana.

Nadia melirik tegas ke arah Abimana. "Jangan melihat saya begitu, saya jadi takut!"

Abimana menarik senyuman misterius. "Memangnya siapa yang akan bernafsu melihat kamu, ukuran dada kamu saja tidak sampai setengahnya milik Tania."

Kedua tangan Nadia segara menyilang di depan dada. "Dasar pria mesum, mencintai wanita karena ukuran dadanya!"

"Karena itu salah satu bagian penting untuk seorang pria." Seringai genit Abimana saat mengatakan kalimatnya dengan santai.

Nadia merasa terancam jika terus menghuni mobil yang sama dengan Abimana, jadi dia memutuskan keluar. Namun, sebelum sempat membuka pintu, pria ini sudah melajukan mobilnya. Maka, niat si gadis segera diurungkan. Dia hanya berusaha duduk tenang seiring memerhatikan gelagat Abimana dan akan segera berteriak ketika dirasa tidak wajar.

Namun, rupanya prasangka Nadia jauh dari kenyataan kala Abimana menghentikan mobilnya di halaman restoran. "Hari ini saya punya banyak waktu senggang, kita makan siang bersama," ajaknya dengan ekspresi lebih bersahabat.

"Tapi saya sudah makan di kantin kampus." Nadia menolak dengan lembut karena dirinya tidak suka berlama-lama dengan pria dingin apalagi hingga makan bersama, dia pikir selera makannya akan hilang bahkan mual. 

"Saya yakin menu kampus tidak seenak menu restoran. Yakin, mau menolak karena ini adalah restoran paling terkenal akan menunya yang kaya rasa?" Senyuman misterius Abimana kembali dilukis.

Nadia segera membayangkan rasa makanan yang disebutkan Abimana. "Sudah lama sih, Nadia tidak makan enak, pokoknya semenjak pengobatana papa kita jadi harus banyak berhemat," ceplosnya pada diri sendiri.

Namun, mendapat sahutan dari Abimana, "Kalau begitu tunggu apa lagi."

Jadi, akhirnya Nadia menyetujui ajakan Abimana. Kini, keduanya duduk berhadapan seiring melahap menu berbeda. "Enaknya ...," riang Nadia seiring sedikit menggoyangkan kepala dan tubuhnya.

Sikap Nadia tabu untuk Abimana karena selama ini Tania tidak pernah bersikap manis menggemaskan seperti itu kala mendapatkan makanan super enak. "Jangan bertingkah seperti anak kecil, saya akan malu jika seseorang melihatnya," teguran kecilnya.

Nadia tidak memerdulikan teguran itu seiring terus menikmati hidangan yang ada. "Tenang saja, paling kita disangka kakak dan adik."

Baru saja Nadia menyelesaikan kalimatnya, seorang pelayan melakukan promosi. "Selamat siang ... maaf mengganggu, kami ingin mengenalkan dessret baru yang bersifat ekslusif karena kami membuatnya dari bahan-bahan yang sangat spesial. Silakan ...." Sebuah daftar menu disodorkan pada Abimana, "menu ini sangat cocok untuk pasangan dan saya yakin kekasih anda akan sangat menyukainya."

Kedua alis Abimana berkerut kala mendengar 'Kekasih' ingin sekali mengatakan jika mereka bukan sepasang kekasih, tapi Nadia segera memesan dessertnya.

"Saya mau yang paling enak!" riang Nadia kala menatap Abimana.

Abimana tidak bisa menolak. Maka, dua buah dessert segera dipesan. Nadia segera berterimaksih dengan riang.

"Lain kali jangan bersikap seperti tadi, kita bukan sepasang kekasih," rutuk kecil Abimana seiring menyuap.

"Tapi saya mau dessert itu ...," rengek Nadia, "tenang saja, akan saya ganti kok, tapi dicicil dari sisa uang jajan harian saya." Wajah polos gadis ini membuat Abimana tidak tega.

"Saya mengajak kamu makan bukan berarti akan memberikan hutang. Sudahlah, makan saja." Masih rutuk kecil Abimana.

Tidak perlu menunggu lama, dessret sudah tiba di hadapan Nadia dan Abimana. Gadis ini menerimanya dengan riang, "Wah ... enak sekali!" kagumnya hingga wajahnya memancarkan aura lain yang membuat perhatian Abimana banyak tercuri.

Senyuman Abimana melengkung tanpa sadar, tapi segera senyuman itu kembali dikurung saat pria ini mengembalikan kesadarannya.

Cukup lama, Abimana dan Nadia berada di dalam restoran hingga mereka menyudahinya saat perut si gadis terasa sesak. "Kebanyakan makan ...," keluh Nadia.

"Kamu hanya memesan satu menu, apanya yang kebanyakan?" heran Abimana seiring mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

"Saya sudah makan di kantin, lalu makan lagi, wajar perut saya penuh." Bagian tubuh itu ditepuk-tepuk ringan.

"Tania tidak pernah menepuk perutnya di depan saya." Abimana menggelengkan kepala melihat sikap Nadia yang menurutnya absurd.

"Iya mungkin memang tidak pernah di depan kamu, tapi di depan Pak Kafka beda lagi!" ceplos Nadia tanpa sadar, hingga Abimana mengerem tiba-tiba. Bunyi decitan ban sangat keras hingga menyadarkan Nadia jika dirinya telah salah bicara.

Abimana memandangi Nadia dengan mata mengiris seolah siap memotong gadis itu hidup-hidup. "Apa yang kamu tahu tentang Tania?" Kini, tatapannya memicing tajam.

"A-a-a-a-a-anu ...." Tiba-tiba saja Nadia tidak lancar bicara saking kagetnya mendapatkan karma instan dari kalimatnya sendiri.

Bersambung ....

Comments (3)
goodnovel comment avatar
shofia az
menarik, bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Dayu Ima Puji Arsi
Kereen ceritanyaa
goodnovel comment avatar
Dayu Ima Puji Arsi
Menarik ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status