Share

4. Jaga Martabatmu

PoV Syahdan 

**"

"Syahdan … Syahdan …."

Suara Ummi terdengar, dia menaiki tangga dan seketika membuka pintu, 

"Syahdan …."

Ummi mengguncang tubuhku yang lelah. Perlahan aku membuka mata dan melihat Ummi sudah ada di depanku. 

"Ummi .…" Aku berkata dengan suara serak dan menggeliatkan tubuhku. Ummi berdecak kesal. 

"Hari gini belum bangun! Ini udah siang, memang kamu ngapain semalaman?"

Ummi sudah berkacak pinggang berdiri di hadapanku, tak sabar Ummi kemudian memukulkan guling itu ke tubuhku, membuatku semakin terlonjak

"Apa sih, Ummi?" kataku kesal karena pukulannya itu sudah berhasil membuatku bangun. 

"Dimana Naya?" tanya Ummi setelah aku duduk di ranjang ku dengan mata yang masih sayu.

Aku mengedikkan bahuku merasa masih lelah dan aku kembali merebahkan diriku. "Hanya untuk itu Ummi datang kesini?" kataku sebal karena Ummi sudah mengganggu istirahatku. 

"Apa yang sudah kamu lakukan tadi malam? mengapa kamu begitu lelah, Syahdan? apakah kamu gak sholat subuh?" 

Aku menggeliat, rasa kantuk luar biasa ini masih menyerang ku. Kebiasaan nonton bola dan bermain video game serta membuka beberapa situs di internet sudah mendarah daging tampaknya dalam diriku, sulit sekali untuk berubah.

Aku sudah dibiasakan dari kecil dengan kemewahan orangtuaku. Karena harta yang dibilang cukup bahkan berlebihan untuk kebutuhanku jadi aku tak pernah merasakan hidup susah. 

Abi itu sibuk sama halnya seperti Ummi. Dari kecil aku sudah terbiasa untuk mendiri. Ada rasa kecewa dalam dada, karena orang tuaku terkadang lupa waktu untukku dan kedua adikku. 

"Ketiduran Ummi, lagian Ummi pagi-pagi sudah datang kesini. Ada apa?" 

"Sudah dihapus Naya story di WA nya? Syahdan Ummi minta sama kamu supaya kamu berubah. Kamu harus pikirin Abi yang butuh kamu. Kami yang butuh kamu." kata Ummi dengan penekanan.

Ummi tiba-tiba menjadi mellow di sana membuat aku terhenyak dan menjadi sadar. Aku mendesah kecewa, selalu begitu. Ummi selalu mengalah untuk Abi. Aku tahu rahasia itu tak bisa selamanya ditutupi Ummi. Dia seakan pasrah dengan kelakuan Abi dimasa lalu dan berusaha menerima keadaan. 

Entah mengapa aku ingin Naya seperti Ummi. Sabar dan sabar menghadapi suami namun istriku itu tampaknya mulai berubah menjadi pembangkang. 

"Kayaknya udah Ummi. Aku akan berusaha selesaikan masalahku pelan-pelan." 

"Kamu sama sekali gak pernah berubah, Syahdan. Kamu itu penerus dan harus jadi contoh yang baik. Desas-desus sudah mulai terdengar kalau Naya minta cerai. Pokoknya kalian harus tunjukkan kalau kalian keluarga bahagia!" ucap Ummi seperti memaksa. 

"Mi, Syahdan udah berusaha tetapi tampaknya Naya yang sulit diatur." 

"Itu semua karena kamu gak memberi contoh yang baik buat dia. Sebenarnya Ummi malu sama Mama Naya karena dia udah percaya sama kamu dan keluarga kita. Dia nitip Naya sama kamu namun kamu sia-siakan dia."

Ummi mendesah mencari perkataan tepat agar masuk dalam pikiranku serta membuat aku bisa berubah. 

"Ummi selalu nyalahkan aku. Ummi sadar kalau kalian ada andil dalam mengubahku seperti ini." 

"Apa maksud kamu?" 

"Ummi dan Abi itu sibuk dan nyaris gak ada waktu buat aku." 

"Syahdan. Ummi sibuk namun buat kebaikan. Buat masa depan kamu, jadi Ummi mohon jangan jadikan itu untuk alasan membalas perlakuan kami. Kami sibuk untuk kamu, sedangkan kamu masih sibuk dengan teman-teman kamu.

Ingat Nak, usia kamu sudah matang dan bukan anak kecil lagi. Tinggalkanlah hal-hal yang gak penting dan nongkrong dengan teman-teman kamu. Bahkan pacar kamu itu. Ummi mau kamu mutusin dia buat Naya. Kamu pernah bersalah dan Naya memaafkan. Ummi gak mau pencitraan kamu buruk didepan masyarakat."

Ummi berusaha menjatuhkanku. Aku tahu aku bersalah karena masih suka hidup bersenang-senang. Namun untuk putus dari Vika rasanya agak sulit. Karena aku bahagia didekatnya. 

"Syahdan gak ada hubungan apa-apa, Mi, sama Vika," kataku sambil mengacak rambutku. 

"Oh, jadi nama perempuan itu Vika. Pokoknya Ummi gak mau tahu kamu putusin hubungan kamu sama dia. Karena dia akan memperburuk citra kamu didepan masyarakat," ucap Ummi lagi. 

"Syahdan kamu dengarkan apa kata Ummi. Kamu paham kan?" ucap Ummi. Aku mengangguk mengiyakan apa yang Ummi mau. 

"Di mana Naya?" tanya Ummi mengedar melihat kondisi kamarku. 

"Enggak tahu, mungkin sibuk di butik sama di toko sepatunya," kataku mengedikkan bahuku.

"Lihat istrimu saja sangat getol mencari nafkah untuk dirinya. Sementara kamu malah enak-enakan seperti ini. Umi takut Syahdan martabat kamu jatuh karena kecerobohan kamu. Ummi juga akan melakukan rapat terbatas agar secepatnya kamu yang pegang jabatan karena kondisi Abi yang semakin memburuk." 

"Tetapi Ummi aku sepertinya belum siap." 

"Kamu harus siap karena kondisi Abi sudah semakin buruk. Untuk itu Ummi minta kamu bersiap dan selesaikan masalah kamu agar kamu siap jadi pemimpin!" kata Ummi dengan tegas.

Aku harus siap walaupun sebenarnya tak siap karena memangku pengurus Yayasan itu berat dan akan banyak hal yang harus aku korbankan. Ummi sangat bertekad aku menggantikan Abi, karena aku anak pertama Abi di mana SyahNur adik lelakiku masih kuliah dan Ana adik perempuanku masih SMA. Mau tidak mau dan suka tak suka aku harus siap.

**

"Beib, kenapa kamu panggil aku datang kesini?" tanya Vika saat aku dan dia sudah duduk dalam satu meja disebuah kafe.

Vika sudah memegang tanganku disana dan tanpa malu-malu lagi. 

"Ada yang mau aku bilang sama kamu," ucapku sambil menghela napasku. Wajah Vika seketika serius karena melihat wajahku yang serius juga. 

"Apa, sih? Kayaknya kamu serius banget." Vika menggenggam tanganku dan aku secara kasar melepasnya. Dia menjadi semakin heran saja. 

"Ada apa, Mas? kenapa kamu seperti tak suka aku menyentuhmu? Harus berapa lama aku tunggu kamu menikahi ku? Kamu janji akan menikahi ku!" 

"Aku tidak pernah janji, Vik, aku berkata asal hanya untuk menyenangkan dirimu dan kamu tidak cerewet lagi." 

"Apa maksud kamu? Kamu menganggap apa hubungan kita?!" katanya merasa tak suka.

Aku mendesah karena sudah melakukan PHP padanya. Aku tak ada niat apapun pada Vika hanya murni bersenang senang saja untuk menyalurkan hobi yang sama karena dia juga suka menonton bola dan bermain game. Kami suka nyambung karena memiliki hobi yang sama. 

"Kamu tahu kalau aku sudah menikah, 'kan?" 

"Dan kamu bilang kamu terpaksa menikah dan tidak sama sekali cinta sama istri kamu, sekarang sudah ada aku yang menggantikan. Apalagi?" Vika menyambung ucapanku padahal aku belum selesai berbicara. 

"Iya, benar ucapan kamu. Tetapi masalahnya tak seperti yang kamu sangka. Aku adalah pemimpin dan semua orang tahu kalau aku harus punya citra yang bagus dimasyarakat. Aku harus jadi contoh yang baik. Aku ingin mengakhiri hubungan kita, Vik," ucapku pada Vika.

Dia nampak gusar serta rautnya tak terima keputusan yang aku sampaikan. "Apa maksud kamu, jangan seenaknya seperti ini Syahdan!"

"Aku minta maaf sama kamu karena aku gak bisa terus bersenang-senang karena aku punya tanggung jawab." 

"Terus bagaimana dengan aku. Mas, kamu gak pikirin perasaan aku. Seenaknya kamu menghancurkan hati aku," kata Vika, dia menghapus bulir bening di wajahnya dengan tissue. 

"Kamu pasti bisa dapat yang lebih baik, 'kan?" 

"Enggak mau, aku mau sama kamu." Vika masih berusaha.

"Vik, Ummi ingin aku kembali sama Naya. Jadi kita sudahi sampai disini." 

"Ini gak adil, Mas. Setelah semua yang kamu perbuat sama aku!" 

Aku berdecak kesal sangat sulit memutuskan hubungan dengannya. Apa semua perempuan seperti ini. Padahal aku belum melakukan apa-apa pada Vika. Hanya sentuhan biasa dan tidak pada tahap berhubungan badan karena aku takut masalahku semakin runyam kalau aku melakukan itu.

Bila sudah tak kuat saat bersama Vika. Aku akan segera cuci muka dan mencari Naya. Aku datangi ke butiknya dan langsung ku tumpahkan hasrat ku padanya. 

Naya tak pernah curiga aku bermain api. Namun entah tahu darimana dia kalau aku sudah punya pacar. Hanya pacar tidak lebih dari itu karena ketakutan ku terlalu besar untuk berzina lagi. Aku takut Abi dan Ummi murka, seperti dahulu saat aku ketahuan berzina dan mereka memarahiku habis-habisan saat Naya kabur. 

Mereka memohon demi anak agar aku dimaafkan. Setelah drama panjang akhirnya Naya memaafkan aku. Namun kebiasaan tampaknya sulit merubahku, aku jatuh lagi dalam kubangan namun aku bersyukur tak sempat berbuat lebih jauh hanya sentuhan kecil tidak lebih malah Vika yang meminta lebih namun tak pernah ku giring ke ranjang. 

"Vik, aku tetap pada keputusanku. Dan kita sudahi saja ya!"

Aku berusaha bangkit dari dudukku. Ada rasa tak rela karena aku merasa cocok dengan Vika namun aku harus kuat demi sebuah martabat. Aku melangkah hendak pergi.

"Gak akan aku biarkan kamu lepas dariku seperti ini, Mas!"

Vika menghentikan langkahku sesaat, aku menoleh kebelakang namun aku kembali berjalan ke depan meninggalkannya. 

Bersambung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yung
anak pengurus pesantren berbuat maksiat,apakabar gerangan??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status