Share

Bab 5. Terpaksa Mengantar ke Kampus  

Claudia menghela napas dalam melihat para pelayan yang tengah memindahkan barang-barangnya ke lantai satu. Gadis itu terpaksa tak lagi menempati kamarnya yang di samping kakaknya.

Tentu, Claudia tak ingin setiap malam terganggu mendengar suara desahan kakaknya. Oh, Tuhan! Claudia ingin sekali pergi dari rumah. Tinggal sendiri dan jauh dari Christian. Namun, itu adalah hal yang mungkin, karena kedua orang tuanya pasti tak mengizinkannya.

“Claudia, jam berapa kau ke kampus?” Grania melangkah menghampiri Claudia. 

“Sebentar lagi, Mom,” jawab Claudia pelan. “Di mana Dad, Mom? Apa dia sudah berangkat bekerja?” tanyanya pelan ingin tahu.   

“Daddy-mu sudah berangkat lebih awal. Dia memiliki meeting,” jawab Grania hangat sambil mencium kening Claudia. “Ya sudah, kau berangkatlah. Nanti kau terlambat.”

Claudia mengangguk, lalu hendak meninggalkan ibunya, namun langkah Claudia terhenti di kala melihat Ella menghampiri Claudia. Terlihat Claudia berusaha menampilkan senyuman yang dipaksakan, meski sebenarnya setiap kali dirinya melihat kakaknya itu, selalu saja Claudia merasakan seperti tengah melakukan sebuah dosa besar. Sebuah dosa yang dia tahu tak akan mungkin bisa termaafkan.

“Hai, Kak,” sapa Claudia hangat.

“Kau ingin berangkat kuliah, Claudia?” Ella bertanya seraya membelai pipi Claudia.

Claudia mengangguk. “Iya, Kak. Aku ingin berangkat kuliah. Ada beberapa hal yang harus aku bicarakan dengan dosen.”

“Hm, Claudia. Sepertinya hari ini kau tidak bisa menggunakan mobilmu,” ucap Ella yang ragu-ragu dan terlihat bersalah.

Kening Claudia mengerut dalam. “Kenapa, Kak?”

Ella mendesah panjang menatap Claudia merasa bersalah. “Kemarin aku memakai mobilmu tanpa izin. Lalu, aku tidak sengaja menabrak dinding di parkiran. Rencananya hari ini aku akan meminta sopir mengantar mobilmu ke bengkel. Kau berangkat kuliah bersama Christian saja, ya? Christian juga ingin berangkat kerja. Jadi kau bisa menumpang di mobilnya. Bagaimana?”

“Tidak!” Claudia menjawab cepat secara spontanitas. “A-aku memesan taksi saja.” 

“Claudia, menelepon taksi membutuhkan waktu lama. Lebih baik kau diantar Christian saja,” bujuk Ella yang merasa berdosa pada adiknya. Ella tak enak, karena merusak mobil adiknya.

“Kak, aku tidak apa-apa. Aku bisa menggunakan taksi saja,” ucap Claudia lagi, menolak bujukan kakaknya. Sungguh, Claudia lebih baik naik taksi daripada satu mobil dengan Christian. Bertemu setiap hari di rumah saja, sudah membuat dirinya stress luar biasa.  

“Claudia, apa yang dikatakan kakakmu benar. Lebih baik kau berangkat bersama dengan Christian saja,” kata Grania yang juga membujuk putri bungsunya. Grania mencemaskan Claudia. Dia takut kalau putrinya itu berangkat menggunakan taksi.

“Sayang?” Ella yang melihat Christian muncul, langsung menarik tangan sang suami, dan meminta suaminya itu untuk mendekat.

“Ada apa?” Christian menatap Ella.

“Sayang, kau mau berangkat ke kantor, kan?” tanya Ella memastikan.

Christian menganggukan kepalanya. “Ya, aku ingin berangkat ke kantor.”

Ella tersenyum. “Kau mau kan mengantar Claudia ke kampusnya?”

Mata Christian sedikit melebar mendengar permintaan sang istri.

“Iya, Christian. Kau keberatan atau tidak? Mobil Claudia harus masuk bengkel akibat kecerobohan Ella. Kemarin Ella meminjam mobil Claudia, dan menabrak dinding. Mommy khawatir kalau Claudia naik taksi,” ujar Grania lembut, membujuk menantunya.

“Mom, aku bisa sendiri. Aku ini sudah 20 tahun. Aku bukan lagi anak-anak. Kau jangan berlebihan seperti itu, Mom,” seru Claudia sedikit kesal, karena ibunya terlalu bersikap berlebihan.

Christian mengembuskan napas panjang. Dia ingin menolak, tapi tak mungkin, karena ibu mertuanya dan juga istrinya begitu meminta tolong padanya. Shit! Christian mengumpat dalam hati. Pria itu membenci di mana dirinya terjebak kerumitan seperti ini.

“Claudia, kau bisa ikut aku. Aku akan mengantarmu ke kampusmu,” ucap Christian dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.

Claudia nyaris tak mampu berkata-kata mendengar ucapan Christian. Rasa kesal, dan marah semuanya bercampur. Claudia tak menyangka kalau suami dari kakaknya itu akan menyetujuinya.

“Claudia, ayo sana ikut Christian. Nanti kau pulang akan dijemput sopir. Hari ini Mommy mau pergi dulu sebentar. Sopir akan mengantar Mommy, nanti sorenya sopir akan menjemputmu.” Grania mengecup pipi Claudia lembut.

Claudia terdesak, tak memiliki pilihan apa pun. Dengan terpaksa, Claudia melangkah pergi meninggalkan rumahnya mengikuti Christian yang sudah lebih dulu berjalan. Claudia merasa semakin berdosa. Ibunya dan kakaknya begitu menyayanginya, namun dirinya malah menggoreskan luka di hati ibu dan kakanya.

***

Claudia melihat ke luar jendela, tak mau sama sekali melihat ke arah Christian yang tengah melajukan mobil. Keheningan menyelimuti. Belum ada suara apa pun. Baik Claudia ataupun Christian sama-sama belum ingin berbicara.  

“Christian, kau turunkan aku di pinggir jalan saja. Biar aku naik taksi,” ucap Claudia dingin dan datar, tanpa mau melihat Christian.

Christian melirik Claudia sekilas. “Lalu kalau kau diculik atau dicopet, aku yang akan disalahkan. Begitu maksudmu, Claudia?”

Claudia berdecak pelan. “Christian, aku bukan anak kecil. Aku bisa menjaga diriku dengan baik. Kau jangan seperti ibuku.”

Christian tak menggubris ucapan Claudia. “Aku akan menurunkanmu di depan kampusmu. Jika kau tetap keras kepala, aku akan memberi tahu ibumu kalau kau memaksa ingin turun di pinggir jalan.” 

Mata Claudia melebar mendengar ucapan Christian yang tersirat memberikan ancaman padanya. Claudia ingin mengomel, namun dia memilih untuk mengurungkan niatnya. Gadis itu memejamkan mata singkat, merutuki hidupnya yang terus menerus bersangkutan dengan Christian.  

Mobil Christian mulai memasuki gedung kampus Claudia.

Thanks.” Claudia membuka seat belt-nya, dan segera turun dari mobil Christian dengan langkah yang terburu-buru. Lalu, tepat di kala Claudia turun dari mobil ada sosok pemuda tampan dan gagah menghampiri Claudia.

Mata Christian menyipit tajam melihat interaksi antara Claudia dengan pemuda itu. Interaksi yang nampak sangat akrab dan dekat. Bahkan pemuda itu mampu membuat Claudia tertawa.

Christian masih bergeming di tempatnya. Belum sama sekali beranjak dari sana. Mata pria itu seakan hanyut akan pemandangan di mana Claudia akrab dengan seorang pemuda yang belum pernah Christian lihat. Pun Claudia tak pernah membawa pemuda itu bertemu dengan kedua orang tua gadis itu. 

Shit!” Christian menepis pikirannya, merutuki dirinya yang malah memikirkan urusan yang bukan urusannya, dia segera mengemudikan mobil meninggalkan lobby kampus Claudia. Raut wajah pria itu dingin, nampak menutupi kekesalan—yang entah bersumber dari mana.

Di sisi lain, Claudia lega melihat mobil Christian sudah pergi. Gadis itu benar-benar merasa tak nyaman setiap kali berada di dekat Christian. Bagi Claudia; Christian adalah dosa terbesar yang pernah ada di hidupnya.

“Claudia, kenapa kau malah melamun. Ayo kita masuk ke dalam,” ajak Gilbert—teman kampus Claudia.

“Ah, iya, maaf. Ayo, Gilbert.” Claudia tersenyum hangat, lalu dia melangkah masuk ke dalam kampus bersama dengan Gilbert.

Tanpa Claudia sadari, mobil Christian berhenti tepat di depan gerbang kampus. Tatapan Christian kini menatap tajam Claudia masuk ke dalam kampus bersama dengan pemuda itu. Nampaknya, mata pria itu memancarkan rasa penasaran dan ingin tahu mendalam—yang tak bisa ditahan-tahan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status