Share

Mencari Tempat Tinggal Baru

Nazwa menggeleng pelan tanpa menyambut uluran tangan dari Erland.

"Tidak untuk saat ini."

Wanita itu melanjutkan langkahnya kembali. Ia memilih pergi dari Erland yang masih berdiri tenang di tempatnya tanpa bergeser sedikitpun.

"Ternyata kamu tidak pernah berubah Nazwa. Untuk berteman denganmu saja ... begitu sulit."

Erland pun segera masuk ke dalam mobil. Diam-diam ia ingin mengetahui di mana Nazwa tinggal. Ia juga merasa penasaran, apakah mantan sahabatnya itu sudah menikah atau belum.

Sementara Nazwa segera masuk ke dalam taksi yang kebetulan lewat di jalan. Ia tidak merasa bersalah sama sekali telah mengabaikan sebuah pertolongan dari lelaki yang dulu pernah singgah di hatinya.

"Kita mau ke mana, Bu?" tanya sopir taksi yang belum mendapatkan perintah apapun dari penumpangnya.

"Jalan saja dulu, Pak."

Nazwa mulai mencari tempat kos terdekat dari tempat itu melalui ponselnya. Ia harus mencari tempat tinggal untuk berteduh malam itu.

Sopir taksi pun hanya menurut. Ia mulai melajukan taksinya dengan pelan. Lelaki itu fokus mengemudi sambil sesekali melirik ke arah Nazwa yang wajahnya terlihat penuh beban.

Setelah Nazwa mendapatkan tempat yang ia inginkan, wanita itu segera memberitahu kepada pak sopir taksi ke mana ia harus membawanya. Dan tak butuh waktu lama taksi itu sudah sampai di tempat tujuan.

"Terima kasih Pak," ucap Nazwa saat hendak turun dari mobil seraya memberikan uang pas kepada sopir taksi itu.

Pak sopir taksi mengangguk dan segera pergi dari tempatnya.

Sementara Erland masih memantau dari jarak yang tidak terlalu jauh dari Nazwa. Ia masih setia menanti di dalam mobil.

Nazwa mencoba menghubungi nomor telepon yang tertera di depan pintu rumah kos yang sedang disewakan, lalu ia mengikuti arahan untuk pergi ke rumah sang pemilik kos-kosan.

Tidak butuh waktu lama Nazwa sudah mendapatkan kunci rumah kos-kosannya. Ia memilih tinggal seorang diri. Wanita itu juga menjelaskan jika ia sudah bersuami. Mungkin sewaktu-waktu suaminya akan datang menemuinya.

"Untuk sementara waktu aku akan tinggal di sini saja. Dan besok aku harus segera mencari pekerjaan."

Nazwa hendak membuka pintu rumah dengan kuncinya. Namun ponselnya berdering cukup lama. Dengan rasa penasaran wanita itu mencari ponsel di dalam tas kesayangannya.

"Mas, Raka? Untuk apa dia menghubungiku, lagi?" Meski kesal Nazwa tetap mengangkat telepon dari suaminya.

"Ada apa, Mas?" ucap Nazwa dari balik telepon. Sebisa mungkin wanita itu menjawab panggilan dengan tenang.

"Kamu di mana, Sayang? Pulang ya, mas akan menjemputmu." Terdengar Raka memohon agar Nazwa kembali ke rumah mereka.

"Tidak, Mas. Nazwa tidak ingin pulang. Mas tidak mau mendengarkan penjelasan dariku sedikitpun. Mas lebih percaya kepada Mama. Padahal dia telah berbohong. Dia dengan sadar telah mengusir Nazwa, Mas." Nazwa mulai meninggikan nada suaranya.

"Mama tidak bermaksud seperti itu, Sayang." Raka masih berusaha membujuk Nazwa.

"Biarkan Nazwa sendiri dulu untuk sementara waktu. Nazwa akan baik-baik saja."

Tut ....

Sambungan terputus !

Wanita itu segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ia ingin menenangkan diri sejenak tanpa gangguan dari suami dan mertuanya.

"Maafkan aku, Mas. Nazwa butuh waktu."

Sedetik kemudian Nazwa segera masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya. Ia ingin segera beristirahat lalu tidur.

Dari balik pohon seorang Erland masih berdiri tegak. Ia sudah mendengar semuanya. Ya, setidaknya lelaki itu merasa lega karena sudah mengetahui tempat tinggal Nazwa untuk saat ini.

"Jadi dia sedang ada masalah dengan suaminya?" Erland segera masuk ke dalam mobil. "Aku akan berusaha untuk membantumu, Nazwa. Aku tidak rela jika kau disakiti seperti itu."

Erland melajukan mobilnya kembali. Ia harus segera pulang. Masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.

Sedangkan Nazwa masih diselimuti dengan pikiran tentang suami dan mama mertuanya. Di dalam lubuk hatinya masih berharap bisa kembali bersama sang suami.

"Ya Tuhan, apakah sikap yang aku ambil sudah benar? Aku tidak ingin berpisah dengan Mas Raka. Tetapi aku juga tidak mau jika harus dimadu."

Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Nazwa memilih untuk segera memejamkan kedua matanya. Biarlah ia sendiri dulu hingga mendapatkan sebuah keputusan yang tepat. Apakah wanita itu akan kembali ke rumahnya atau justru tinggal sendiri dan berpisah dengan Raka.

Malam berlalu begitu cepat. Bulan yang terlihat di langit kini tak lagi menampakkan diri. Nazwa duduk di tepi ranjang sambil merentangkan kedua tangannya. Ia terbangun dengan suasana hati yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Sambil menggeliat cantik, wanita itu melihat jam di dinding.

"Masih cukup pagi. Sebaiknya aku ke warung untuk membeli sayuran dan masak seadanya. Hari ini aku harus mencari pekerjaan."

Nazwa beranjak dari tidurnya. Ia mencuci wajahnya dan keluar dari rumah untuk membeli sayuran yang akan dimasak pagi itu. Dan setelah mendapatkan sayurannya, wanita berambut panjang itu segera ke dapur untuk memasak.

Semur ayam dan sop brokoli sudah siap dihidangkan di atas meja. Nazwa segera bergegas untuk mandi. Ia sudah mempersiapkan pakaian terbaiknya untuk melamar pekerjaan pagi itu.

"Semoga usahaku tidak sia-sia. Aku harus tampil semaksimal mungkin."

Nazwa menyanggul rambutnya agar terlihat rapi. Terlihat leher jenjangnya yang begitu indah dan putih bersih. Tak lupa wanita itu juga menyemprotkan beberapa parfum pada pakaiannya.

"Sudah wangi." Nazwa menghirup aroma tubuhnya sendiri.

Setelah Nazwa tampil rapi dan menawan, ia segera bergegas ke ruang makan. Diambilnya tas selempang kesayangan yang masih tergantung di dekat almari. Wanita itu menyiapkan sendiri sarapannya dan menikmatinya juga hanya seorang diri. Hingga tanpa terasa air matanya menetes begitu saja.

"Biasanya aku menyiapkan sarapan untuk Mas Raka sebelum dia berangkat bekerja. Apakah pagi ini Mas Raka sarapan di rumah?"

Kesedihan menyelimuti hati Nazwa kembali. Ia dan suaminya memang biasanya hanya tinggal berdua di rumah.

Raka lebih suka masakan buatan istri daripada masakan asisten rumah tangga ataupun masakan yang beli di luar. Oleh karena itu Nazwa full time di rumah untuk melayani dan menyiapkan kebutuhan suaminya setiap saat.

"Aku tidak boleh sedih. Aku harus segera mencari pekerjaan." Nazwa mengusap air matanya dan segera menyelesaikan makan paginya.

Pagi itu, Nazwa mulai mencari pekerjaan di setiap perusahaan. Namun apa daya, keberuntungan tak jua didapatinya. Padahal tubuh Nazwa sudah terasa lelah.

Tidak ada perusahaan yang sedang membutuhkan karyawan baru. Membuat Nazwa cukup khawatir dan gelisah.

"Aku harus tetap semangat. Aku tidak boleh menyerah." Nazwa melanjutkan perjalanannya untuk mencari lowongan pekerjaan.

Matahari sudah naik di atas kepala. Tetapi Nazwa belum juga mendapatkan sebuah pekerjaan baru. Wanita itu berjalan seorang diri tanpa arah tujuan. Sehingga dengan tubuh yang lelah ia memilih untuk duduk sejenak di bawah pohon.

Tiba-tiba Nazwa teringat kembali dengan semua masalah di kehidupan rumah tangganya. Membuat air mata kembali terjatuh begitu saja. Wanita dengan pakaian sederhana yang tak lagi rapi itu menangis sepuas-puasnya.

"Butuh, saputangan?" Seorang lelaki mengulurkan sebuah saputangan kepada Nazwa. Membuat wanita itu segera menoleh ke arah sumber suara.

"Erland? Kamu lagi?" Nazwa terlihat kesal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status