Ternyata Rosalia yang membuka pintu dan masuk ke kamar mereka. Sejak tadi ia telah menguping pembicaraan Raka dengan menantunya.Dengan berjalan santai wanita paruh baya itu mulai mendekati Nazwa dan Raka yang masih bersiteru.Rosalia sangat senang akhirnya Nazwa sendiri yang meminta ceria kepada Raka. Rencana berjalan sempurna."Raka! Ceraikan saja dia. Wanita ini tidak bisa memberikan keturunan. Apakah selamanya dia akan menumpang hidup kepada kita?" teriak mama Raka dengan sebuah tatapan mata yang sangat tajam.Raka terperanjat mendengarkan ucapan mamanya. Padahal bukan itu yang diharapkannya. Ia masih memiliki rencana lain agar Nazwa bisa hamil.Nazwa melirik ke arah suaminya yang hanya diam saja. Hatinya semakin terasa sakit. Sakitnya seperti disayat-sayat oleh benda tajam dan semakin sakit saja.Tidak ada gunanya lagi ia mempertahankan rumah tangganya yang sedang diambang batas kehancuran. Sang suami yang plin plan dan mertua yang sangat egois.Sepertinya jalan terbaik adalah ber
Nazwa masih terdiam. Ia merasa galau. Antara ingin bercerita atau tidak tentang masalah rumah tangganya.Nazwa tidak ingin membuka aib keluarganya. Tetapi ia ingin mengurangi kesedihannya dengan bercerita kepada Erland yang notabenenya adalah sahabat lamanya."Kamu sedang ada masalah? Baiklah. Kalau kamu tidak mau cerita. Aku tidak akan memaksa. Untuk sementara, kamu bisa tinggal di sini sampai kapanpun kamu mau," terang Erland bersungguh-sungguh.Meski lelaki itu berkata demikian, sebenarnya ia ingin wanita itu bercerita apapun masalah Nazwa kepadanya.Erland ingin membuat Nazwa tersenyum kembali. Lelaki itu tidak rela jika melihat wanita itu terus-menerus bersedih."Tapi Erland—" Nazwa merasa tidak enak hati.Selama ini Erland sudah sangat baik kepadanya. Ia tidak mau selalu menyusahkan lelaki itu. Membawa Erland masuk ke dalam permasalahannya yang tak kunjung selesai."Tidak perlu sungkan. Segala keperluan sudah aku sediakan. Aku tulus menolongmu, Nazwa. Aku tidak ingin melihatmu te
"Iya Erland .... Aku tidak pernah menyangka, semudah itu Mas Raka mau dinikahkan kembali dengan perempuan lain oleh mamanya," lirih Nazwa yang air matanya sudah mengalir dengan sangat deras."Bahkan perempuan itu adalah seseorang yang pernah disukai Mas Raka saat dia masih kuliah." Nazwa semakin terisak dalam tangisnya sampai terasa sesak di dadanya.Erland berusaha menghibur cinta pertamanya itu. Dengan perlahan ia menyandarkan kepala Nazwa pada dada bidangnya.Nazwa hanya menurut. Ia tidak sadar jika Erland sudah membawanya ke dalam dekapannya. Wanita itu berusaha keras untuk tidak menangis lagi."Kamu sabar ya, Nazwa. Aku yakin akan ada hikmah dibalik semua peristiwa ini," ucap Erland yang khawatir akan kesehatan wanita itu.Beberapa menit telah berlalu. Nazwa baru sadar bahwa ia terlalu nyaman di dekat Erland. Ia segera mengusap air matanya dan menarik kepalanya. Sedikit menjaga jarak dengan lelaki tampan itu."Maaf," lirih Nazwa.Erland semakin tidak tega dengan keadaan Nazwa. Ia
Nazwa pikir seseorang yang di belakangnya itu adalah Erland. Namun ternyata dugaannya salah. Mungkin harapannya terlalu berlebihan."Mila? Kamu mengagetkanku saja," ucap Nazwa. Wanita itu berusaha untuk menutupi segala kegundahan hatinya."Aku lihat dari kejauhan kamu hanya sibuk melamun. Mikirin apa?" tanya Mila penasaran. Sepertinya ia tahu apa yang dipikirkan wanita itu. Hanya saja Mila ini jawaban langsung dari Nazwa.Nazwa masih terdiam di tempatnya. Ia seperti kesulitan untuk mengatakan yang sebenarnya. Apakah ia nanti akan ditertawakan oleh Mila? Nazwa mendadak galau dibuatnya."Nah kan malah diem. Biar aku tebak deh! Jangan-jangan kamu mikirin Pak Erland yang tidak datang ke kantor ya? Hayo, ngaku!" tebak Mila yang semakin yakin akan dugaannya.Nazwa tampak tersenyum kecut. Tidak mungkin ia mengakuinya. Ia akan berusaha untuk mengelak."Kamu apaan sih, Mila. Buat apa aku mikirin Pak Erland? Aku tidak berhak mengkhawatirkannya. Kalau begitu aku ke sana dulu ya, perutku sudah san
Nazwa ingin memastikan bahwa ia tidak salah lihat. Namun saat hendak mengambil foto kecil itu, Pak Rahmat telah memanggilnya."Ayo, Bu Nazwa. Sekarang kita ke kamar yang Nyonya Monica," ajak Pak Rahmat."Ba–baik Pak Rahmat." Seketika Nazwa menghentikan niatnya. Ia ikut keluar dari kamar Erland dengan hati yang masih bertanya-tanya.Wanita itu itu memilih menunggu Pak Rahmat di ruang tamu. Ia tidak ikut masuk ke kamar Monica. Setelah beberapa menit telah berlalu, lelaki paruh baya itu menghampiri Nazwa."Biar saya bantu bawakan barangnya, Pak."Nazwa melihat Pak Rahmat yang kesusahan membawa barang-barangnya."Tidak perlu Ibu Nazwa. Nanti malah Ibu yang kerepotan."Nazwa mengalah. Saat itu dia memang sedang sudah cukup repot membawa buah-buahan.Setelah melewati jalanan yang cukup ramai dan terkena macet beberapa kali, akhirnya mobil yang ditumpangi Pak Rahmat dan Nazwa telah tiba di depan sebuah rumah sakit."Mari, Bu." Pak Rahmat mempersilahkan untuk Nazwa berjalan di depannya.Pak
"Selamat beristirahat. Semoga mimpi indah." Kalimat itulah yang keluar dari mulut Erland. Padahal niat awalnya tidak seperti itu."Astaga, Erland. Aku pikir kamu mau menanyakan suatu hal yang penting." Sambil tersenyum Nazwa geleng-geleng kepala. Ia malu karena sudah berpikir terlalu jauh. Menginginkan hal yang tak seharusnya ia inginkan."Memangnya kamu berpikir apa?" tanya Erland kemudian. Ia jadi penasaran apa yang sedang dipikirkan wanita itu.Nazwa kebingungan. Tidak mungkin ia menjelaskan yang sebenarnya."Maaf, Erland. Sekarang sudah malam. Aku sangat mengantuk malam ini."Nazwa berpura-pura menguap di dekat Erland. Ia berharap lelaki itu tidak curiga kepadanya."Baiklah, Nazwa. Aku akan kembali ke rumah sakit. Assalamualaikum.""Wa'alaykumussalam. Hati-hati Erland," ucap Nazwa seraya menutup pintu apartemen yang ditempatinya.***Keesokan harinya Nazwa bangun pagi dan membuat sarapan. Wanita itu sebagai membawa bekal karena merasa malas untuk keluar dari kantor.Lagi pula ia
"Nazwa, kamu ada di sini?" tanya Erland seraya ikut duduk di samping Nazwa.Wanita itu terperanjat kaget. Hampir saja ia menumpahkan bekalnya yang baru ia nikmati beberapa sendok."Apakah kehadiranku mengejutkannya kamu?" tanya Erland kembali.Padahal Nazwa belum memberikan jawaban apapun. Terlihat wanita itu meletakkan bekalnya di tengah-tengah antara dia dengan Erland."Pak Erland kenapa? Mau minum?" tawar Nazwa dan mulai membuka penutup botol minumannya.Erland mencoba mengatur ritme nafasnya yang tak beraturan. Ia heran mengapa dirinya bisa ngos-ngosan seperti itu padahal hanya berlari beberapa meter saja."Aku mencarimu sejak tadi. Sebenarnya aku ingin mengajakmu makan di luar," kilah Erland mencoba mencari-cari alasan.Netra lelaki itu melirik ke arah bekal Nazwa. Tiba-tiba perutnya keroncongan."Nazwa sepertinya ini enak sekali. Bolehkan aku mencobanya?" Tangan Erland sudah mengangkat bekal milik Nazwa. Tanpa menunggu jawaban dari wanita itu, ia langsung memasukkan makanan itu
Beberapa bulan telah berlalu. Nazwa sudah tidak pernah berbicara ataupun bertemu dengan Raka. Dan siang itu saat ia kembali dari jam istirahatnya, Nazwa dikejutkan dengan sebuah surat di atas meja kerjanya."Terima kasih untuk makan siang hari ini, Pak Erland." Entah sudah ke berapa kalinya CEO tampan itu selalu mengajak Nazwa untuk makan siang bersama."Aku sudah katakan. Kalau kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku."Erland sengaja mengantarkan Nazwa hingga ke ruangan kerjanya. Kini ia tak lagi menutupi hubungannya dengan Nazwa.Gosip sudah beredar kemana-mana. Dan keduanya tidak memperdulikannya sama sekali. Lagi pula Nazwa dan Erland tidak pernah berbuat hal macam-macam. Mereka hanya sekedar makan siang bersama dan sesekali Erland mengantarkan Nazwa pulang ke apartemennya.Nazwa hanya mampu tersenyum malu. Karena hanya ucapan terima kasih yang bisa ia berikan dengan mudah."Nazwa, itu apa?" tanya Erland yang menyadari ada sebuah surat di meja kerja tempat Nazwa.Pandangan mata