Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Suamiku milik ibunya."Yana! Yana!" Seorang perempuan paruh baya berteriak memanggil nama Yana. Perempuan tersebut adalah Bu Wongso, mertua Yana."Iya, Bu ..." Yana mendekati mertuanya."Kamu punya kuping, nggak sih! Kamu nggak dengar saya teriak-teriak?" Bu Wongso berkacak pinggang dengan tatapan sinis."Maaf, Bu … saya mengantar Mas Arif kedepan gang, Dila pengen lihat ayahnya berangkat kerja," ucap Yana sambil menundukkan kepala."Hallah, alasan saja kamu itu. Bilang saja, kamu gak mau saya suruh masak, kan?" Bu Wongso mengibaskan tangannya."Sekarang, kamu masak! Saya lapar. Jangan mentang-mentang kemaren ada Arif, kamu bisa jalan-jalan, ya …" lanjut Bu Wongso lagi."Baik, Bu …" Yana masuk kedalam rumah dan menurunkan Dila dari gendongannya.Bocah berumur 2 tahun itu sempat merengek, meminta gendong pada ibunya. namun, Yana membujuknya dengan lembut, sehingga Dila akhirnya duduk didepan televisi menonton kartun kesukaannya.Yana meracik bumbu dapur dan mulai memasak. Masakan Yana
"Ibu yang cerita sama Mas, Ibu bilang, banyak tetangga yang bilang ke ibu, kalau kamu jualan produk kecantikan, dan jualanmu laris manis." ujar Arif menyandarkan punggungnya di kursi."Tapi, Mas … itu uang untuk aku tabung," ucap Yana."Lagipula, uang yang Mas kasih tidak cukup, untuk keperluan kami …."Arif menggebrak meja, tatapannya tajam."Bagaimana mau cukup, kalau kamu sering makan diluar!" ujar Arif sembari menunjuk wajah Yana."Kamu tau, kan? Aku kerja jauh. Demi menafkahi kamu sama Dila. Tapi kamu malah enak-enakan makan diluar." Arif menggemelutuk giginya. Menatap tajam ke arah Yana, Arif merasa kesal karena Bu Nani bercerita kalau Yana suka membawa Dila makan di warung."Mas, aku membawa Dila makan kewarung waktu itu, karena Dila mau ayam goreng. Sementara aku belum belanja. Ibu tidak mengizinkan aku menggoreng ayam yang kamu beli." Yana bangkit dari duduknya dan membalas tatapan tajam Arif."Jangan menjelek-jelekkan ibuku, Ya!" Arif kembali menunjuk wajah Yana dengan telun
Semenjak tidak diizinkan kuliah dan mengajar oleh Bapaknya, Yana memilih bekerja sebagai pelayan restoran di sebuah rumah makan di kota Jambi. Yana hanya mampu bertahan selama 3 bulan. Karena terkadang, di restoran tersebut, Yana bukan hanya mengerjakan tugasnya, tapi juga pekerjaan lain kalau pengunjung sedang ramainya.Akhirnya, Yana memutuskan untuk balik kampung, tinggal bersama mbahnya di tanah Jawa. Karena tinggal di desa bersama Bapak dan ibunya, Yana juga tidak betah. Entah mengapa, bapaknya suka menjelek-jelekkan orang-orang yang Yana kagumi di desa. Menurut Bapaknya, orang-orang itu cuma sok, sok baik dan sok segalanya.Hari itu, Yana membulatkan tekadnya untuk kembali ke tanah kelahirannya. Tanah Jawa."Kamu baik-baik di sana. Bantu mbahmu menggarap sawah. Paling tidak, kamu bantu masak." Pesan kedua orang tua Yana ketika melepas kepergian Yana kembali ke tanah Jawa."Nggeh, Pak … Buk!" Yana menyalami kedua orang tuanya.Perjalanan menuju rumah Mbah Yana memakan waktu selam