Part 7 Dimana istri barumu?
[Malam ini aku nginep di rumah abah dulu, mas nggak usah jemput]Ku kirim pesan W* untuk mas Arga, sesuai perintah abah.[Iya, Dek]***Waktu menunjukkan 19.30, sembari makan malam, aku, abah, umi dan keluarga kecil mas Sholeh menunggu kedatangan pakde Rudi.Ya, malam ini kami akan melakukan rencana yang sudah disusun abah.Derrt ...Pesan W* ku terima dari Lela. Ia ku minta untuk mengawasi mas Arga sejak pesan W* ku kirimkan padanya sore tadi. Lela memberitahukan bahwa mas Arga pergi sejak usai mahgrib tadi. Entah kemana, yang jelas tidak memakai helm, jaket atau perlengkapan jika akan pergi jauh. Hanya berpakaian biasa.Sudah dapat ku simpulkan, bahwa mas Arga pasti pergi ke rumah ibunya. Tentu ini bagus. Penggrebekan malam ini akan disaksikan juga oleh keluarga mas Arga."Assalamualaikum. "Terdengar salam dari luar, itu pasti pakde. Mas sholeh pun tanpa diminta ia bergegas meninggalkan makanannya dan membukakan pintu.Kami pun menyusul langkah mas Sholeh. Sementara mbak Lita tetap diam karena masih menyuapi Fatih, anaknya.Pakde datang dengan seseorang yang kami para warga sekampung tahu siapanya dirinya. Pak Agus. Salah satu bawahan pakde di kantor.Abah mempersilakan pakde juga pak Agus duduk di ruang tamu. Aku, umi dan mas Sholeh pun ikutan bersama."Ngomong kamu, Gus! " ujar pakde pada bawahannya yang duduk di sebelahnya.Pak Agus tampak ketakutan, dengan wajah yang menunduk sejak kedatangannya tadi. Bahkan raut wajahnya juga terlihat risau dan gelisah."Ma-maaf, Pak Budi dan keluarga, sa-saya, minta maaf, " ucap pak Agus tergagap. Ia benar-benar terlihat ketakutan."Wess, lama kamu, Gus, biar saya saja yang jelasin, " sahut pakde.Pakde menjelaskan panjang lebar apa yang dimaksud dengan permintaan maaf dari bawahannya tersebut. Dimana, ternyata pak Agus adalah orang yang membantu mengurus syarat-syarat pernikahan mas Arga dengan Preti, dan uang sebesar dua juta sebagai penutup mulutnya. Astaghfirullah.Alasannya, kenapa pak Agus sampai menerima suap tersebut, dikarenakan desakkan anaknya yang sedang membutuhkan tambahan biaya untuk membayar kuliah."Pantes, waktu itu dia minta tanda tangan saya di surat pengantar, perihal pernikahan juga, tapi salahnya saya nggak nanya siapa yang mau nikah. Soalnya waktu itu saya sedang diburu-buru waktu mau ke kecamatan, " tutur pakde."Maafkan saya, Mbak Fira. Saya menyadari kesalahan saya, dan saya akan kembalikan uang dua juta itu ke mas Arga. Saya nggak mau ngasih uang haram untuk pendidikan anak saya, " jelas pak Agus.Abah menghela nafasnya. Beliau tampak sedikit syok mendengar penjelasan dari teman sekantornya itu.Bagaimana tidak, hampir setiap hari abah dan pak Agus bertemu. Pak Agus pun tak menampakkan gelagat yang mencurigakan.Tepi kenyataan sungguh pahit. Teman sekantornya malah membantunya merusak rumah tangga anaknya."Saya khilaf, Pak, tolong maafkan saya, " pak Agus terus saja memohon maaf. Kali ini ia berlutut dikaki abah yang duduk di hadapannya. Membuat abah sedikit terkejut."Nasi sudah menjadi bubur. Kami InsyaaAllah akan memaafkanmu, asal memang kamu benar-benar bertaubat, " kata Abah seraya berusaha membangkitkan pak Agus.Memang benar, nasi sudah menjadi bubur. Mas Arga sudah terlanjur menikah dengan Preti. Dan, aku pikir ini tidak sepenuhnya salah pak Agus, karena ia hanya menjalankan tugasnya untuk membantu mas Arga, meskipun caranya salah."Sekarang saja Pakde. Fira sudah dapat kabar dari Lela, kalau Arga sudah pergi dari tadi, " ujar mas Sholeh.Kakakku ini memang terlihat tak sabaran ingin mendatangi mas Arga. Raut wajahnya saja sudah seperti terpenuhi emosi yang memuncak.Namun, masyaaAllah, mas Sholeh tetap diam ketika pak Agus mengakui kesalahannya. Ia tetap menjaga sikapnya, mungkin ia kasihan melihat pak Agus yang memang sedari tadi tak berani mengangkat kepalanya."Yawis, ayo! " pakde pun bersemangat. Ia bangkit dari kursinya lalu berjalan keluar."Umi, Fira pamit, tolong doakan Fira, ", kataku seraya mencium takzim tangannya, lalu memeluknya.Kami pun mengikuti langkah pak Lurah, kecuali umi. Beliau menunggu di rumah ditemani mbak Lita.Kami berangkat menggunakan mobil pakde menuju rumah bu Darmi, ibu mertuaku.Perjalanan memakan waktu sekitar sepuluh menit. Karena rumah orangtuaku terletak di perbatasan kampung, sementara ibu mertuaku tak jauh dari kantor kelurahan yang berada di tengah-tengah kampung, namun dekat dengan jalan utama yang menghubungkan satu kecamatan dengan yang lainnya.Kami pun sampai. Mobil langsung masuk ke halaman rumah ibu mertua. Dan benar saja, seperti dugaan kami sebelumnya. Terlihat motor matic milik mas Arga terparkir di depan teras rumah ibunya.Mas Sholeh juga sudah di wanti-wanti sama abah, untuk menahan emosinya jika bertemu mas Arga. Karena tujuan kami datang, untuk meluruskan masalah. Memberi pelajaran, bahwa perbuatan mereka salah dengan menikahkan mas Arga yang sudah jelas-jelas beristri. Menikahnya diam-diam pula.Pakde turun duluan bersama pak Agus. Aku, mas Sholeh juga abah menunggu sejenak di dalam mobil.Setelah mengucap salam, dan ibu pun membukakan pintu depan. Tak terlalu jelas apa yang mereka obrolan, namun ku rasa mereka hanya berbasa-basi. Tapi, raut wajah ibu seperti gelisah manakala melihat pak Agus yang datang bersamaan dengan pakde.Tak lama setelah itu, mas Arga muncul dari dalam. Membersamai mereka yang masih berdiri di depan pintu.Aku, mas Sholeh juga abah, pun bergegas keluar dari mobil. Berjalan kearah mereka."Fira? Abah? Sholeh? " ujar mas Arga ketika melihat kami.Mas Arga mengulurkan tangannya hendak mencium punggung tangan abah, namun dengan cepat abah menangkisnya. Begitu juga dengan aku, tak sudi aku menyalaminya seperti biasanya.Dadaku rasanya sesak melihat pemandangan ini. Emosiku tiba-tiba sudah di ubun-ubun rasanya. Ingin sekali aku memaki-maki lelaki yang masih menyandang status suamiku ini."Mana istri barumu? " tanpa basa-basi abah menodong pertanyaan demikian pada mas Arga.Mas Arga dan ibu seketika terperanjat mendengarnya. Sampai-sampai Tama dan istrinya pun keluar menghampiri kami."I-istri? Maksud Abah? " mas Arga tergagap.Suasana tiba-tiba menjadi tegang. Dan abah, tak pernah ku jumpai beliau semarah ini.Perasaanku bercampur aduk. Deg-degan. Apa yang akan abah lakukan pada mereka? Sementara kita semua mengetahui bahwa mas Arga menikah lagi secara sah agama juga negara.Part 8 Kemunculan Sang Pelakor"Kami sudah mengetahuinya, nggak perlu lagi kamu sembunyikan," kata abah.Mas Arga sekilas melempar pandangannya pada ibunya. Dan, setelah itu muncullah wanita muda, berambut panjang lurus hampir sepinggang, dengan stelan kimono dress berwarna marun. Preti."Saya istri barunya, kenapa?" tanya Preti seraya memasang wajah angkuh.Huh, tetiba dadaku sesak kembali. Amarah ingin rasanya ku ledakkan saat ini juga, apalagi melihat tingkah Preti yang tak ada sopan santunnya.Dengan cepat aku menghampiri Preti yang berdiri di samping mas Arga. "Kenapa kamu bilang? Rasakan ini karena sudah merusak rumah tanggaku!" Aku menarik dengan kerasa rambut panjangnya."Aaaaw! Lepaskan! Dasar perawan tua!" Preti berusaha melepaskan tanganku.Suasana mendadak jadi gaduh. Ibu mertuaku dan mas Arga pun berusaha menghentikan ulahku. Sementara yang lainnya hanya diam menonton."Ya ampun Fira, lepaskan, Nduk, kasihan Preti.""Fir, sudah, Fir, maafkan Mas."Mendengar kata maaf dari
Part 9 Pisah Ranjang!"Ingat Fir, pernikahan mereka memang sah dimata agama, tapi tidak secara hukum, karena kamu sebagai istri pertama tidak mengetahuinya. Dan lagi, meskipun ada surat pengantar dari kelurahan, tapi itu tanpa sepengetahuan saya selaku kepala desa. Kapanpun kamu mau, kita bisa langsung proses secara hukum, karena pernikahan mereka itu bisa dibilang ilegal, bisa di pidanakan. Ingat itu," tutur pakde menasihatiku ketika kami sampai di rumah abah.Awalnya aku memang tak mengetahui jika pernikahan mas Arga bisa dipidanakan. Karena pernikahan mereka begitu meriah, ditambah pak Agus yang membantu mereka membuat surat pengantar dari kelurahan, jadi menurutku pernikahannya sah secara hukum.Namun, berkat postingan FB dari seseorang yang lewat di berandaku beberapa hari yang lalu, aku jadi mengetahuinya. Meskipun awalnya aku sedikit ragu dengan informasi tersebut, hingga akhirnya aku go*gling dan ternyata benar.Selain itu, aku juga bertanya pada pakde Rudi tentang hukum terse
Part 10 Pembalasan"Mas berangkat kerja dulu, ingat, jangan cari gara-gara, " ucap mas Arga pada Preti yang berdiri di teras depan. "Iya, iya, " balas Preti dengan nada malas. Sebelum meninggalkan Preti, mas Arga mencium keningnya. Aku yang melihatnya dari dalam entah kenapa jadi kesal sendiri. Ah, nggak mungkin kalau aku masih cemburu pada Preti. Waktu memang terbilang masih sangat pagi. Jam 06.00 mas Arga sudah harus berangkat bekerja karena shif pagi. Dan biasanya akan sampai di rumah sekitar jam 15.00.Aku menghampiri Preti yang masih berdiri di teras melihat kepergian mas Arga. "Kemasi barang-barang dan segera angkat kaki dari sini! " ujarku berdiri tepat di sampingnya. "Apa hak mu mengusirku? Aku juga istri mas Arga di sini, " balasnya seraya melipatkan kedua tangannya di dadanya. "Ini rumahku. Pergi atau ku teriaki maling?! ""Teriak aja, orang juga nggak akan berpikir ada maling secantik dan sexy aku, " balas Preti menyombongkan fisiknya. Padahal, kalaupun aku memakai pa
Part 11 Pembalasan, lagi"A-ampun, Fir, ampun, " mohonnya. "Rasakan ini! " ujarku dengan menaikkan nada seraya perlahan demi perlahan ku arahkan mata gunting tersebut kearah wajahnya. Membuat mata Preti semakin membulat besar. "Aaaaaakkk!!" Preti berteriak sekencang-kencangnya seraya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Lepaskan dia!"Bruugh!"Aargh!" Aku terpelanting ke sisi dinding kamar karena mas Arga yang tiba-tiba muncul.Prank!Aku membuang gunting tersebut ke sisi lain. Lalu berdiri dan menatap tajam kearah mas Arga yang memeluk Preti."Nggak akan ku biarkan ini, nggak akan!" Ku tunjuk mereka dengan wajah penuh emosi. Lalu melangkah meninggalkan mereka."Memangnya kamu bisa? Kamu hanya mengandalkan jabatan di keluargamu, ya, kan?"Langkahku terhenti ketika sudah berada di dekat pintu karena mendengar perkataan mas Arga.Ku balikkan bandanku menghadap mereka. Ku sunggingkan sudut bibir kananku. "Kalau mereka bisa membantuku menjebloskan kalian ke penjara, kenapa
Part 12 Mengajakku Pulang"Tunggu, Mas, " ku lepaskan tangan mas Sholeh ketika kami sampai di teras. "Apa lagi? " tanyanya kebingungan. "Sebentar, " tanpa menjawab pertanyaannya, aku bergegas kembali masuk ke dalam rumah. Hatiku masih terasa panas karena mereka mencoba mencelakaiku, merusak barang daganganku. Meninggalkan mereka begitu saja, oh, tidak bisa. Aku berjalan langsung masuk ke kamarku tanpa memperdulikan mas Arga yang masih berdiri di ruang tengah bersama Preti tak jauh darinya."Mau apalagi kamu, Fir?" tanya mas Arga ketika aku keluar dari kamar.Ku hentikan langkahku tak jauh dari mereka. "Bereskan semua!" titahku menunjuk lantai yang basah. "Kamu, bersihkan kamar mandi tanpa ada sisa minyak sedikit pun!" tambahku seraya menunjuk wajah Preti."Nggak!" bantah Preti.Ku majukan satu langkah kakiku. Menatap tajam mata Preti. "Aku rasa kamu nggak ingin hidup di penjara, kan?" kataku lirih penuh penekanan.Ia pasti tahu arah maksud perkataanku. Tampak Preti menahan kesal d
Part 13 Menebak-nebak memang susah"Pergi dari sini! " usir abah dengan tegas menunjuk arah luar. "Abah, Arga mohon, Bah, izinkan Fira pulang bersama Arga, " mas Arga memohon, menyatukan kedua telapak tangannya di depan dadanya. Aku yang melihat pemandangan itu pun geli dibuatnya. Sungguh, beruntungnya aku sudah menggugatmu, mas. Kau tak punya malu meskipun sudah mengkhianatiku. "Saya bilang pergi, pergi! " abah mengulanginya lagi tanpa memperdulikan permohonan mas Arga. Mas Arga pun diam, terlihat raut pasrah di wajahnya, ia lalu mengalihkan pandangannya kearahku. "Fir, ingat calon anak kita, " katanya memelas. "Apa alasanmu mengajakku pulang? Sudah bosan dengan Preti? Atau ingin lebih menyakitiku, hah!? " "Akan ku jelaskan nanti .... ""Sekarang! " potongku dengan lantang. "Fira ...," mohonnya lagi. Sungguh, semakin melas sekali wajah mas Arga. Semakin risih pula aku melihatnya. "Aku akan pulang asal sudah ada sertifikat tanah milikku, " ucapku memberi syarat yang membuat ma
Aneh. Pesan yang ku kirimkan lewat nomor WA umi langsung centang dua, meskipun belum dibaca. Ku bandingkan dengan pesan yang ku kirim lewat nomor WA ku sendiri. Ternyata .... Ternyata memang dia sudah kembali on, terlihat dari pesanku yang sudah centang dua juga namun masih berwarna abu-abu. Alias belum dibaca. Sementara pesan yang ku kirim lewat ponsel umi, hanya ia abaikan begitu saja. Karena jelas-jelas ia telah membaca pesanku. Huh. Jadi makin penasaran, kan.***Dua hari berlalu ...[Kamu siap-siap, aku jemput kamu sore ini, Dek] Mataku sekejap membulat besar tak kala membaca pesan dari mas Arga pagi ini. Sampai-sampai aku membacanya berulang kali, berharap aku salah baca, namun nyatanya tidak.Ku letakkan kembali ponselku di atas nakas, ku abaikan pesan dari lelaki yang menggoreskan luka dihatiku ini. Bergegas keluar kamar menyusul sarapan abah dan umi."Sore nanti, kan? Yasudah, buruan hubungi mas mu," titah umi setelah ku sampaikan pesan dari mas Arga. Seperti rencana kem
#MPSPart 15 Surat Perjanjian ke DuaAh, tidak mungkin Rosi pemilik nomor itu. Ku tepis pikiranku itu jauh-jauh dan fokus kembali ke selembar kertas di atas meja ini."Aku akan tanda tangan, tapi katakan padaku sejujurnya, bagaimana kalian mendapatkan uang untuk menebus sertifikat itu?"Ya, aku sangat penasaran dengan itu. Jika benar tujuan awal mas Arga dan keluarganya menebus sertifikat itu yang senilai 50 juta, hanya untuk aku supaya tanda tangan dua surat perjanjian yang bagiku itu unfaedah.Jelas unfaedah. Surat pertama sudah selesai ku tanda tangani, dan yang kedua ini, bisa ku manfaatkan dulu agar aku tahu alasan dibalik upaya mas Arga dari membuatnya. Walaupun pada akhirnya, aku sudah tahu bahwa kedua surat tersebut tidak akan ada gunanya bagiku. Dan pastinya akan membuat mereka menyesal di kemudian hari. "Kami meminjam uang di bank," jawab mas Arga. Sontak membuatku terperanjat mendengarnya. Demi sebuah tanda tanganku mereka melakukan gali lubang tutup lubang. Astagaaa ...