Aku baru tahu kalau air di danau ini lebih hangat dari yang kubayangkan. Syukurlah, aku akan mati dalam kehangatan.
Tapi untuk beberapa alasan aneh, banyak pertanyaan malah seliweran di otakku saat tubuhku mulai tenggelam. Seperti, kenapa Hayden begitu membenciku? Kapan aku tidur seranjang dengan pria lain hingga melahirkan bayi berambut pirang, yang jelas tidak memiliki setetes pun darah Keluarga Royal? Sebab, bagi Keluarga Royal yang selalu menghasilkan keturunan dengan rambut berwarna hitam legam, kehadiran bayiku jelas menimbulkan gunjingan. Tapi sungguh aku penasaran, kapan dan bagaimana aku tidur dengan pria lain saat aku ingat betul bahwa Hayden lah yang selalu bersamaku?
Serta, bagaimana bisa Sarah dan Hayden sudah bertemu? Padahal jika mengikuti alur buku, mereka baru dipertemukan beberapa tahun sejak pengasingan Fuschia.
Tapi sekali lagi, dibanding dengan segala rasa penasaran yang menggerayangi otakku, keinginanku untuk mati jauh lebih besar.
Dadaku seperti terbakar. Ujung jari-jemariku pun sepertinya sudah mati rasa. Tapi tidak apa. Aku bahagia karena ini adalah pilihanku sendiri.
‘Mama akan datang sebentar lagi, baby’
Ketika aku pikir aku bisa segera pergi menyusul bayiku, sepasang tangan menarikku kencang dalam pelukannya. Aku merasakan tubuhku seolah dibalut kehangatan lain. Sekalipun aku berontak, kekuatannya melebihiku. Tubuhku kembali mengapung ke permukaan.
‘Si-siapa? Ada putri duyung di sini?! Jangan tarik aku! Jangan tarik aku, bego!’
Tubuhku merasakan dorongan kuat. Tanpa aba-aba, bibir kami lebih dari sekedar bersentuhan. Ia menghembuskan udara ke dalam mulutku. Berulang kali. Dan ketika aku membuka mata, hanya gelap yang tersaji. Dan itulah pemandangan terakhirku sebelum terbangun.
“Nona Fuschia! Nona.. nona… Yang Mulia Putri Mahkota, hng-” tubuh Merri gemetar. Pundaknya naik-turun seirama dengan tangisannya yang keras. Di sisinya, ada dua pengawal yang sama kelimpungannya.
***
Setelah insiden jatuhnya ke danau hijau, Fuschia melahap roti kacang dari dapur istana. Meskipun ia tahu betul kalau Fuschia alergi kacang, ia tetap melahapnya bahkan saat nafasnya tersendat. Namun saat ia merasa nyawanya sudah diambang batas kehidupan, Fuschia terbangun kembali.
“Ha! Haha..hahahahaha…hahahaha!”
Tawa menggelegar Fuschia membuat mereka yang berkumpul di kamarnya tercengang. Tidak hanya Merri, Sophie dan Laura, tapi dokter, pengawal, serta pelayan istana Melati – kediaman Putri Mahkota, pun sama kagetnya. Pasalnya, mereka telah melayani Fuschia bahkan sejak dia masih menjadi tunangan Putra Mahkota. Tapi mereka tidak menyangka Fuschia bisa tertawa lepas bahkan dengan mulut terbuka lebar. Berbeda dengan citranya yang lembut dan berkelas yang mencerminkan keeleganan seorang bangsawan.
‘Mestinya aku tahu kalau aku tidak bisa mati di sini. Hahaha..ha’
Serentetan kejadian malang yang dialami Putri Mahkota langsung menggemparkan seisi istana. Mulai dari terserang demam selepas pesta pernikahan, menangis sesenggukan berhari-hari di kamar, insiden tercebur ke dalam danau hijau hingga tidak sadarkan diri akibat alergi. Kabar itu tersebar luas di kalangan pelayan. Diperciki bumbu buatan yang membuat berita itu semakin pedas dari satu mulut ke mulut lainnya.
Keesokan harinya, Paduka Ratu mengundang Fuschia ke kediamannya, Istana Eddelweis.
“Ada apa denganmu, Putri Mahkota?” Paduka Ratu menyisip tehnya, bibir tipis merah jambu dan wajah cantiknya masih tampak menggiurkan seolah tak termakan usia. Dengan rambut berwarna cokelat tua yang digelung tinggi, setinggi statusnya di kerajaan ini.
“Memangnya, ada apa dengan saya?” balas Fuschia.
Paduka Ratu tersentak. Fuschia paham betul bahwa menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lain merupakan tindakan lancang apalagi di hadapan orang dengan status yang lebih tinggi.
“…. Hmm. Rupanya kau masih perlu banyak belajar.”
“Ya, saya pun merasa demikian.”
Paduka Ratu mengernyit. Baik dayang Fuschia ataupun dayang dan pelayan Ratu terkesiap mendengar balasan Fuschia yang terdengar acuh. Paduka Ratu meletakkan cangkir tehnya selembut dan serapi mungkin hingga tak terdengar suara gesekannya.
“Hmm.. kau masih sakit rupanya. Meskipun begitu, kau tetap harus menjaga sikapmu. Aku tahu kau mencintai Putra Mahkota, tapi menangis dan mengunci diri di kamar hanya karena kau rindu padanya adalah hal yang sungguh memalukan, Putri Mahkota. Apalagi sampai terselip jatuh ke danau hijau, haaa. Kau sudah berkedudukan sebagai Putri Mahkota, jadi hilangkan sifat manjamu dan lebih berhati-hati. Kau harus menjaga kehormatan nama kerajaan, bukan?”
‘Ah.. jadi rumor yang tersebar adalah aku, seorang Putri Mahkota manja yang saking kangennya ke Putra Mahkota, sampai mengunci diri di kamar? Bahkan saking ngelamunnya, terjatuh ke danau? Hahaha… lucu juga mereka,’
“Hmm, itulah sebabnya aku sering berpesan pada Putra Mahkota agar tidak terlalu memanjakanmu. Tapi rupanya ucapanku tidak digubris olehnya. Pria yang terlanjur buta cinta memang sering bertindak kekanak-kanakan.”
Fuschia hampir muntah.
“Dan bukankah sudah waktunya kau bisa berdiri sendiri, Putri Mahkota? Saat aku seusiamu dan menjadi Putri Mahkota, aku sudah bisa berkontribusi dalam-… jadi kau-… harusnya-”
Bla bla blargh.
“Hoaaa~m,”
“Yang Mulia Putri Mahkota!” Marchioness Bellrose, salah seorang nyonya dayang Paduka Ratu menyentak Fuschia. Dayang lainnya ikutan geram. Fuschia menyaksikan otot mata mereka menonjol seolah akan meledak.
Kalau bukan karena pengaruh Paduka Ratu di belakang mereka, pastilah mereka tidak berani menghardik seorang Putri Mahkota yang statusnya lebih tinggi di depan publik seperti saat ini.
Clink. Paduka Ratu meletakkan cangkirnya lumayan keras. Itu merupakan sebuah pertanda.
“Sungguh, ada apa denganmu, Putri Mahkota?” tanya Paduka Ratu dengan wajah kuatir seolah peduli.
‘Nyonya Bellrose dan dayang Ratu lainnya. Ha! Mereka yang membakar lidahku dengan besi panas di penjara atas perintah Ratu, bahkan ketika aku tidak melakukan kesalahan apapun. Mereka juga yang mencekoki susu basi ke babyku, beraninya mereka!’
“Ah, maafkan kelancangan saya, Paduka Ratu. Sepertinya saya masih perlu waktu untuk memulihkan diri. Tapi karena mendapat undangan dari Paduka Ratu yang terhormat, bagaimana bisa saya menolaknya? Dalam keadaan apapun, saya tetap harus hadir, bukan?” dalih Fuschia dengan senyuman hangatnya membungkam mulut mereka rapat.
Bukan rahasia lagi kalau Paduka Ratu tidak menyukai Fuschia karena berasal dari Keluarga Duke Mountravven, saingan politik keluarganya, Duke Callilarie. Bahkan ketika Hayden dan Fuschia bertunangan, ia masih saja menjodohkan Hayden dengan keponakan perempuannya, Eden Callilarie. Tapi berkat dukungan Raja dan Putra Mahkota, Fuschia lah yang terpilih menjadi Putri Mahkota.
‘Hiii.. jijik sekali saat ingat dulu aku sering perang saraf dengan Nona Eden untuk posisi Putri Mahkota. Kalau aku tahu Hayden sebangsat itu, mungkin lebih baik kalau aku mengalah ke Eden,’
Tapi nasi telah menjadi bubur.
‘Hmm, kalau aku tidak bisa mati di sini, apa aku jadi villainess saja ya, seperti yang mereka klaim? Toh tidak sulit untuk menjadi seorang villainess.’
Fuschia berjalan cepat keluar dari kediaman Paduka Ratu. Ia tidak ingin berada di tempat itu lebih lama lagi atau, suasana hatinya memburuk. Laura dan Sophie yang mengekori Fuschia mulai tampak kelelahan. Langkahnya yang gegabah menarik perhatian orang-orang di istana.Mungkin karena pikirannya sedang kalut, Fuschia tidak berjalan menuju kediamannya, tapi malah ke Taman Rosemary. Taman bunga mawar yang sudah ada sejak pendirian Kerajaan Drachentia. Bahkan namanya pun diambil dari nama Ratu pertama Kerajaan. Kebetulan, Fuschia dan Hayden lumayan sering mengunjungi taman ini untuk berjalan bersama saat sedang suntuk. Dan sepertinya kebiasaan itu terbawa bahkan setelah Fuschia kembali ke masa lalu.'Sial! Apa aku sudah terlalu dijinakkan oleh Hayden?’Padahal saat pertama kali menjadi Fuschia, dia bertekad untuk tidak jatuh cinta kepada Hayden karena dia tahu takdir Hayden adalah bersama Sarah, tokoh utama wanita dalam buku ini. Dia be
“Sungguh kabar yang menggembirakan, Yang Mulia Putri Mahkota! Bagaimana jika Anda menyiapkan kejutan perjamuan spesial untuk kembalinya Yang Mulia Putra Mahkota?” usul Sophie sumringah. Ah, benar juga. Di masa lalu, aku menghabiskan waktu berhari-hari untuk menyusun acara perjamuan kejutan untuk Hayden. Menghias istana Putra Mahkota dengan bunga-bunga menggunakan anggaran rumah tanggaku. Bahkan sampai merepotkan chef Istana Melati karena aku ingin belajar membuat kue sendiri. Waktu itu aku pikir telah melakukan hal yang patut dipuji oleh suami. Tapi sekarang aku mengerti betapa bodohnya aku. Di keesokan harinya, Hayden mengatakan padaku kalau ia menghabiskan kue buatanku. Tapi aku yakin, dia pasti membuang kue itu. Kue yang aku buat dengan usahaku sendiri dengan memikirkan kebahagiaannya. Brengsek. Karena sekarang aku tahu usahaku tidak dihargai, aku tidak perlu ngoyo untu
Berkat letak kediamanku yang dekat dengan area taman, aku tidak perlu bersusah payah menghindari orang-orang. Apalagi jalan menuju perpustakaan istana cenderung sepi pada waktu petang begini, jadi perjalananku mulus. Pergerakanku juga jauh lebih gesit dengan dress sederhana yang aku kenakan. Aku paling suka pakaian simpel, tapi semenjak menjadi Fuschia, aku memaksakan diri mengenakan gaun mewah yang berat untuk pergi kemana-mana. Sekali lagi, kulakukan itu demi menjaga kehormatan nama suamiku. “Ehem.” setibanya aku di area perpustakan, ada dua penjaga sedang duduk santai sambil bermain kartu.Kedua penjaga itu menatap wajahku, lalu mereka saling pandang.“Ya-yang Mulia Putri Mahkota??” mereka spontan berdiri, gelagapan.“Buka pintunya.”“Baik Yang Mulia, tapi bisakah Anda tunjukkan lencana anggota Keluarga Royal sebelum memasuki perpustakaan
‘Ini! Kenapa harga rumah pada mahal-mahal?! Apa karena di ibukota ya? Butuh menabung berapa banyak agar bisa beli rumah di tempat yang aman?’ aku mendengus kesal. Semakin banyak aku membaca surat kabar, semakin aku malu. Karena pengetahuan yang kudapat melebihi yang kumiliki saat aku menjadi Fuschia selama sepuluh tahun lamanya. Pada satu titik waktu tertentu, aku memang terlena dengan semua hal yang dimiliki Fuschia yang tidak dimiliki seorang Nawang. Harta, tahta, perlindungan dan pasangan. Aku tidak perlu ngoyo bekerja pagi-siang-malam. Aku juga tidak perlu memikirkan besok makan apa, atau kalau sakit biayanya berapa. Fuschia memiliki segalanya. Sampai aku tidak merasa perlu untuk tahu banyak hal. Aku begitu apatis dengan keadaan di dunia ini.
“Salam hormat kepada bulan kecil Kerajaan Drachentia, Yang Mulia Putri Mahkota, semoga Dewa Drachen selalu memberkati hari Anda,” sapa pria itu, Fuschia berkedip cepat sebelum kembali memposisikan dirinya dengan anggun. “Semoga Dewa Drachen memberkati harimu juga,” balas Fuschia, lalu memicingkan matanya. “Ah, maaf saya terlambat memperkenalkan diri. Nama saya Elysian Houwret von Bellrose, putra ketiga Marquise Bellrose, saya penjaga perpustakaan ini.” ‘Dia putra Marchioness Bellrose, ha! Anak dari wanita yang meracuni babyku, juga yang membakar lidahku! Sial, kenapa aku tidak tahu kalau putra Marchioness Bellrose itu penjaga perpustakaan di istana? Kalau dia mengatakan ke Mamanya soal keberadaanku di sini, bisa berabe urus
“Kenapa baru bilang?!” pekik Fuschia. ‘Kalau tahu ada orang semacam Wikipedia gini, untuk apa capek-capek baca buku? Mending langsung tanya-tanya langsung seperti di gugel!’“Ah, maaf Yang Mulia, karena tadi Anda tampak begitu fokus, jadi saya tidak ingin mengganggu,”“Haa.. baiklah.” Fuschia menarik nafas dalam-dalam. “Sekarang aku ingin kau berbagi pendapatmu terkait situasi yang akan aku ceritakan. Jadi, aku sedang membaca novel dengan latar belakang kehidupan di Kerajaan Dracenthia saat ini. Dalam novel itu, diceritakan seorang istri melahirkan anak bukan dari suaminya. Padahal ia yakin kalau ia selalu berbagi ranjang dengan suaminya. Wajahnya jelas-jelas wajah suaminya. Lalu setelah si istri di usir dari pemukiman warga karena dianggap menyalahi norma, si suami mengungkapkan kalau si istri tidur dengan pria lain karena jebakannya. Lalu ia membunuh si istri. Kemudian si istri kembali ke masa lalu unt
Seseorang pernah mengunjungiku di penjara bawah tanah di hari ketika aku diputuskan untuk dihukum mati. Aku tidak melihat sosoknya karena aku terlalu fokus mengasihani diriku. Tapi aku cukup ingat ucapannya,-Bebanmu terasa sangat berat karena kau begitu lemah. Jadilah orang yang kuat, maka bebanmu akan terasa ringan. Meskipun ucapanku kini tak ada gunanya lagi untukmu, aku berharap kau bisa pergi sebagai orang yang kuat.’- katanya.‘Kira-kira, dia siapa? Aku tidak punya teman yang sudi mengunjungiku di penjara bawah tanah yang kumuh. Hmm..’Di kehidupan kali ini, akan menyenangkan jika aku bisa berteman dengan orang seperti itu.Aku kembali dari lamunan. Seperti kehidupan seorang putri di dongeng-dongeng. Para pelayan gercep melayaniku tepat setelah aku terbangun. Membasuh mukaku, memilihkan gaun untuk hari ini, membawakan makanan, menyisir rambut dan lain sebagainya. Kemewahan ini yang dulu membuatku terlena. Namun kali ini berbeda. Ak
Setelah memberhentikan pelayan kamarnya secara sepihak, Fuschia hanya berada di dalam kamarnya seharian. Dengan alasan karena tidak ada pelayan yang melayani kebutuhannya seperti berganti pakaian, menyiapkan dandanannya dan lain sebagainya. Karena alasan itu ia melewatkan undangan perjamuan teh dari keluarga Nona Bellrose. Tentu saja Nona Bellrose naik pitam karena dirinya telah dipermalukan.Bahkan Fuschia tidak mengirimkan hadiah permintaan maaf ke kediaman Bellrose atas ketidakhadirannya. Hal itu membuat bangsawan lain yang hadir mempertanyakan hubungan kedua nona bangsawan tersebut.“Begitu Yang Mulia, bukankah lebih baik jika Anda mengirimkan hadiah kepada Nona Jasmine Bellrose?”“Hmm.. kira-kira hadiah seperti apa yang pantas untuknya sebagai permintaan maaf?” tanya Fuschia, matanya masih fokus pada buku yang tengah dibacanya saat ini.Jarinya mengetuk meja berirama.“Bagaimana dengan anting rubi merah jambu yang