Share

Keterlambatan Bianca

Suara alarm berbunyi dengan cukup keras. Bianca menggeliat, mematikan alarm tanpa melihat angka yang tertera pada alarm itu. Tanpa terasa, waktu telah menunjukkan pukul 8.

Bianca yang masih tak sadar akan keterlambatan jadwal rapat pagi ini, masih mengusap kedua matanya dengan gerakan santai. Tak lama, ponselnya berdering. Bianca mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa nama di layar handphonenya.

"Bu, kenapa masih belum datang? Semuanya sudah hadir dan sedang menunggu kedatangan ibu."

"Datang? Memangnya ada apa?" tanya Bianca, ia lupa sesaat.

"Sedang rapat, Bu. Bukankah ibu sendiri yang memajukan jadwal rapat hari ini ketika dua hari yang lalu?" ujar Sarah, sang sekretaris.

"Rapat? Astaga! Kenapa aku bisa lupa begini," ucap Bianca, sembari menepuk dahi.

"Rapat sudah dimulai satu jam yang lalu. Dan saya telah menghubungi ibu berkali-kali, namun ibu tidak mengangkatnya."

"Begini saja, kamu handle dulu, ya. Saya akan segera menyusul kesana."

"Baik, Bu," jawab Sarah. Bianca menutup panggilan itu. Ia segera mengganti pakaiannya dengan tergesa-gesa tanpa melakukan ritual mandi.

Ia mengambil pakaiannya dengan asal. Kemeja putih dengan jas berwarna kopi susu, serta celana panjang berwarna dongker tua. Karena terlalu terburu-buru, ia tak menyadari jika kancing jasnya salah masuk.

Kancing pertamanya tidak dikancing. Sedangkan kancing kedua dipasangkan dengan lubang yang pertama, kancing ketiga dimasukkan pada lubang yang kedua, demikian seterusnya hingga kebawah.

Tanpa memperhatikan penampilannya, ia langsung menyemprotkan parfum yang cukup banyak untuk menghilangkan aroma yang mungkin mengganggu orang-orang disekitarnya.

Bianca berjalan menelusuri tangga dengan gerakan kaki yang cukup cepat. Tanpa terasa ia melewati satu anak tangga, untung saja tidak terjatuh. Saat turun dari tangga, ia melihat ayah dan ibu tirinya sedang bercanda gurau.

"Bianca, selamat pagi!" sapa Meili, ibu tiri Bianca. Gadis itu tak meresponnya. Ia tetap melanjutkan langkahnya.

"Anak ini, disapa malah gak menjawab!" seru sang ayah yang terlihat marah.

"Sudahlah, sayang. Mungkin, Bianca terburu-buru harus sampai ke kantor," ucap Meili dengan senyuman.

"Kamu memang ibu yang baik. Maaf, Sayang, aku kurang bisa mengajari anakku dengan baik."

"Itu bukan salahmu. Sebagai seorang ayah, kamu sudah melakukan yang terbaik untuknya. Aku takut, jika dia begini terus, tidak ada pria yang mau dengannya."

"Jangan cemas, Sayang. Aku akan lebih keras untuk mengajarinya agar dia tidak bersikap kurang ajar," kata David.

Meili tersenyum. Lalu, dia menyentuh bahu suaminya, lalu sentuhannya beralih pada leher belakang. Karena sentuhan itu, sang suami yang bernama David, gairah nya naik secara tiba-tiba.

Kedua orang itu berciuman dengan cukup panas. Meili melingkarkan kedua tangannya pada leher David. Wanita itu tak sabar ingin bersatu dengan suaminya, menggoda pria itu.

Telapak tangannya bergerak lembut, menciptakan suasana yang menggelitik tanpa mengurangi hasrat mereka. Pria itu mengerang hebat. Tindakan Meili yang agresif, membuatnya hilang akal.

Ciuman terlepas dari bibir mereka. Mereka saling menindih di sofa yang berukuran cukup lebar. Terjadinya perang gairah yang sangat panas di antara keduanya. Sentuhan yang menggila tak mengurangi semangat mereka.

Meili mencium David dengan rakus. Pria itu membalas ciumannya. Tanpa memperdulikan orang lain yang melihat, keduanya meneruskan aktivitas hingga tak terasa waktu berdentang cukup lama.

Nafas mereka semakin menderu dengan irama yang tak menentu. Pergerakan Meili yang agresif, menimbulkan sensasi menggelegar. Mungkin, karena wanita itu lebih muda dibandingkan suaminya. Jarak usia diantara mereka selisih 25 tahun.

Setiap gairah yang ia kerahkan tak membuatnya merasa bosan. Sentuhan Meili selalu membuat David terhipnotis. Seakan tak ada rasa malu, mereka melanjutkan kegilaan mereka di ruangan terbuka. 

Setelah menghabiskan satu jam untuk melepaskan gairah mereka, David berhenti seketika. Meili cemberut. Pria itu mengerti akan permintaan Meili. Namun, ia mencoba menjauh dari istrinya. Bukan meili namanya yang tak mampu mengendalikan David.

Meili merupakan sosok wanita dengan gairahnya yang tinggi. Seringkali, David dibuat tak berdaya olehnya. Cara dia memperlakukan David penuh akal dan tak dapat diprediksi. Wanita yang misterius dan tak ada yang mengenal dengan baik siapa dia.

Bahkan, David berada digenggamannya. Pria itu bukanlah apa-apa baginya. Selama ada Meili, David selalu terpengaruh. Meili memiliki tujuan yang tak dapat diketahui siapapun.

                         ******

Bianca menghampiri Suryo yang asyik merokok. Wanita itu menatap sopir pribadinya untuk menyuruhnya menyiapkan mobil. Suryo cukup kaget ketika melihat penampilan Bianca yang berantakan.

"Non Bianca, itu..."

"Aku tidak ingin ada alasan. Cepat siapkan mobil! Aku lagi buru-buru."

"Bukan begitu, Non. Saya hanya..."

"Jangan cerewet! Buruan, cepat sana!" teriak Bianca.

Ketika di mobil, Suryo terus melihatnya tak tega. Tetapi, Bianca masih belum menyadari. "Ada apa? Kenapa menatapku begitu? Memang ada yang salah sama aku?"

"Baju Non Bianca," ungkap Suryo. Bianca melihat kancing bajunya yang tak terkancing dengan baik.

"Kenapa kamu gak bilang dari tadi? Kamu sengaja, ya?"

"Siapa yang tidak ingin beritahu? Tadi, saya ingin mengatakannya, tetapi non Bianca sendiri yang gak mau mendengarkan saya."

"Jangan mengintip! Awas aja kalau mengintip." Bianca membalikkan punggung sambil membetulkan pakaiannya. Setelah itu, ia merapikan duduknya. Ia merasa laju mobilnya terasa lebih lambat. Ia semakin kesal dengan Suryo.

"Ayo, pak! Lebih cepat lagi," ujar Bianca pada supirnya. Kesabarannya sudah habis.

"Tenang dong, Non. Jangan buru-buru, kalau nanti kecelakaan gimana? Sebagai warga negara yang baik, saya wajib ikuti peraturan perundang-undangan serta rambu-rambu lalu lintas," ucap Suryo, supir pribadi Bianca yang cara bicaranya ceplas ceplos.

"Kita sudah tidak punya banyak waktu. Udah, buruan cepat!" desak Bianca.

"Tetapi, Non..."

"Kamu mau aku pecat?"

"Kalau saya dipecat, nanti saya makan apa dong? Lalu, istri dan anak saya gimana?"

"Kalau gak mau dipecat, lebih cepat mengemudikan mobilnya."

"Lalu kalau sesuatu terjadi deng┄"

"Biar saya yang tanggung jawab!" tegas Bianca memotong pembicaraan Suryo. Terkadang, ia tidak cocok dengan supir pribadinya karena pria itu terlalu banyak bicara serta tak bisa diandalkan dalam waktu yang terdesak.

"Baik, Non." Suryo tak punya pilihan lagi, selain menuruti majikannya. Ia tidak ingin kehilangan pekerjaannya, walau hanya bekerja sebagai supir, gajinya lumayan besar.

Saat dikantor, Bianca langsung bergegas ke ruangan rapat. Beruntung, ketika dia ada disana, sebagian telah di handle dengan Sarah. Wanita yang baru menikah itu memang dapat diandalkan sebagai sekretaris Bianca.

Bianca bernafas lega, tersenyum tipis sebagai tanda terima kasih terhadap Sarah. Sarah menundukkan kepala, mengerti bahasa tubuh yang dilakukan oleh Bianca.

"Maaf, atas keterlambatan saya. Tadi saya terjebak macet. Karena Sarah sudah menghandle pekerjaan saya tadi, mari kita lanjutkan rapat ini hingga selesai," tegas Bianca.

Mereka yang hadir dalam rapat menganggukkan kepala dan memaklumi atas keterlambatan Bianca. Sebenarnya, Bianca tidak pernah datang terlambat ke kantor, apalagi kalau rapat.

Bianca selalu datang setengah jam sebelum rapat dimulai. Tak heran, mereka cukup heran dan memaklumi alasan keterlambatan Bianca. Alasan gadis itu terlambat, dikarenakan tidak bisa tidur semalam.

Sejak pertemuan dengan Axel, hati dan pikirannya tak tenang. Nama Axel terngiang-ngiang di otaknya dan sulit dihapus. Bianca memutuskan untuk memejamkan mata, walau agak dipaksakan.

Saat itu dia tertidur mulai pukul 03:00 WIB. Dia tak menyadari alarm yang seharusnya terdengar pukul 5 pagi hingga setengah enam pagi, malah terdengar olehnya saat alarm berbunyi pukul 8 pagi.

Dia menyadari kebodohannya sendiri. Bagaimana mungkin, hanya seorang pria, dia terlambat rapat? Tetapi Bianca cukup profesional. Walau semalam sulit tidur gara-gara Axel, selama di rapat, pikirannya terhapuskan oleh nama itu.

Gadis itu dapat membedakan antara kepentingan pribadi dengan pekerjaannya. Bianca merupakan bos yang cekatan dan selalu dapat menangani masalah dengan baik.

Di dalam rapatnya, dia membuat ide, jika perusahaannya dapat mengolah kedelai yang telah jadi dalam berbagai bentuk camilan yang dipasarkan ke toko, supermarket, serta bekerjasama dengan perusahaan makanan lainnya untuk berkolaborasi dalam bentuk apapun.

Idenya itu disambut baik oleh setiap orang yang hadir dalam rapat itu, termasuk dalam bidang pemasaran. Mereka berharap penjualan ini akan meningkat dan banyak membuat masyarakat tertarik.

Bianca sangat menantikan hal ini dan dapat membantu perusahaannya berkembang semakin cepat.

Selain kedelai, Bianca juga berencana memasarkan ampas kedelai sebagai pangan hewan ternak, seperti sapi, dan hewan lainnya.

Dan hal itu bekerjasama dengan para peternak. Bianca memilih ampas kedelai agar tidak dibuang percuma. Hal itu juga mengurangi limbah pabrik yang berlebihan. Gadis itu berpikiran luas dengan mempertimbangkan hal-hal yang kecil.

Sunrise

Hai hai semuanyaa.. Dukung terus novel ini yaa

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status