"Hai!" Ririn tersenyum melihat Damar, tapi detik kemudian wajahnya langsung berubah sinis begitu melihat Qeiza.
"Se-sedang apa kamu di sini?!" tanya Damar langsung diselimuti kegugupan.Ririn langsung berdiri di depan Damar. "Aku mencarimu kemana-mana, ternyata kamu ada di sini." Damar dengan cepat membalikkan tubuh melihat Qeiza. "Ini ...." Kalimatnya tercekat karena gugup.Qeiza tersenyum sinis menatap Damar. "Ya. Silakan berbicara dengan wanita di videomu itu" "Aku dan Ririn hanya berteman." Damar kembali berbicara. Tapi, dia merasakan tenggorokannya mendadak kering."Memangnya, kamu lupa dengan apa yang kamu katakan padaku beberapa hari yang lalu?! Kamu bilang, kita sepasang kekasih. Kamu bilang secepatnya akan membuang Qeiza Noura karena ....," Ririn menatap Qeiza dari atas sampai bawah dengan tatapan meledek, "Sangat kampungan! Norak dan juga bodoh!"Sementara itu, Damar tampak panik. "Apa yang kamu katakan?! Ngarang kamu! Aku tidak pernah bicara seperti itu!" ucapnya lalu menarik tangannya dari tautan jemari Ririn. Qeiza tertegun. Namun, dia menahan diri untuk tidak menangis. "I don't care! Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi!"Setelahnya, ia pergi dari sana.
Teriknya sinar matahari tak menghalangi Qeiza berjalan cepat. Tujuannya hanya satu menuju sebuah cafe, di mana tadi sudah janji bertemu dengan temannya.
"Akhirnya, sampai juga. Gila, panas banget di luar, rasanya kulitku mau melepuh!" gerutu Qeiza setelah duduk."Dasar tuan putri! Panas begitu saja sudah mengomel!" celetuk suara pria tidak jauh darinya. Qeiza langsung menoleh, wajahnya tertegun begitu menatap wajah pria tersebut."Hai, Qeiza Noura!" orang tersebut datang mendekat. Qeiza tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. "Arlando! Arlando Meshach! OMG! Apa ini kamu?!" Qeiza langsung bangun dari duduk, melihat pria tinggi wajah blasteran yang ada di depannya dari atas sampai bawah. "OMG!" "Yes! It's me," jawab Arlando, ada perasaan haru menyelinap masuk ke dalam hatinya begitu menatap wajah Qeiza. "Aku ....," mata Qeiza berkaca-kaca. "Apa aku bermimpi?"Apa yang dirasakan Qeiza, sama dengan apa yang dirasakan Arlando. "Kamu tidak sedang bermimpi. Ini aku, nyata! Sahabat kecilmu!"Tanpa diduga, Qeiza memeluk erat tubuh Arlando. "Aku seperti sedang bermimpi bisa melihatmu lagi." Bulir air mata jatuh dari kedua kelopak mata. "Aku sangat merindukanmu. Berapa tahun kita tidak pernah bertemu? Aku sangat rindu, kamu hilang bagai ditelan bumi."Arlando mengelus lembut punggung Qeiza. "Aku juga merindukan kamu, sahabat kecilku yang cengeng! Tapi sampai kapan kita akan berpelukan seperti ini? Malu dilihat orang, nanti disangkanya aku ngapa-ngapain kamu."Qeiza melepas pelukannya dengan malu-malu. "Maaf.""He-he," Arlando terkekeh melihat wajah Qeiza yang basah oleh air mata. "Dasar cengeng!" jari telunjuknya mencolek hidung mancung Qeiza. "Kamu selama ini ada di mana? Aku mencarimu dari Utara ke selatan, dari timur ke barat, tapi tidak ketemu juga."Arlando tertawa terbahak. "Ha-ha-ha. Tidak bakalan ketemu karena aku tinggal di planet lain yang sangat jauh dari bumi."Qeiza tersenyum menatap wajah Arlando. "Kamu sangat berbeda sekali sekarang.""O ya? Pasti sekarang, aku jauh lebih tampan. Iyakan?!" tanya Arlando sambil duduk.Qeiza mencibir ikut duduk. "Percaya diri banget! Sekarang kamu jauh lebih tinggi! Sampai pegal leherku melihatmu! Apa selama menghilang, kamu makannya pohon bambu?!""Ha-ha-ha. Sembarangan!" Arlando menyentil kening Qeiza pelan. "Kamu pikir aku ini keturunan panda!""He-he-he," Qeiza ikut terkekeh, rasanya seperti mimpi bisa bertemu dengan sahabat kecilnya lagi.TING!Suara notif pesan masuk. Qeiza langsung mengambil ponsel dan membaca pesan yang tertera di layar. "Yaelah!" ucap Qeiza kesal."Ada apa?!" tanya Arlando. "Apa ada masalah?!"Qeiza menaruh ponsel di atas meja. "Temanku membatalkan janjinya. Aku sudah jauh-jauh datang, seenaknya saja dia tidak datang.""By the way, apa kamu datang sendirian ke sini?!" tanya Arlando."Iya," jawab Qeiza. "Kemana-mana aku selalu sendirian." Tak lama datang seorang pelayan cafe. Setelah memesan semua yang diinginkan Qeiza dan Arlando, pembicaraan dilanjutkan kembali."Kamu kuliah atau bekerja?!" tanya Arlando melihat beberapa buku menumpuk di atas meja, diambilnya salah satu. "Wow, kamu seorang desainer?!" "Desainer recehan," jawab Qeiza merendah. "Hanya sekedar hobi saja.""Aku baru ingat sekarang. Dulu, aku selalu kesal kalau kamu sudah menggambar baju karena ujung-ujungnya kamu tidak mau main denganku!" Arlando melihat lembar demi lembar kertas dengan gambar berbagai macam desain baju dari hasil tangan Qeiza."Lalu kamu sendiri, bekerja atau kuliah?!" tanya Qeiza, tapi detik berikutnya malah terkikik. "Hi-hi-hi. Aku lupa, ngapain aku mengajukan pertanyaan tolol seperti itu," ujarnya lagi. "Sudah tentu, kamu pasti meneruskan perusahaan Papimu itu."Arlando menaruh kembali semua buku-buku Qeiza ke tempat semula. "Setelah menyelesaikan kuliah di luar negeri, aku bekerja di perusahaan Papi. Setiap hari bekerja sampai aku tidak tahu dunia luar."Qeiza terkekeh. "He-he-he. Kamu jadi kuper dong," ledeknya. "Eh, by the way busway, kamu sudah menikah atau belum?! Jangan sampai pertemuan kita di sini menimbulkan fitnah. Aku tidak bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa dengan hidupmu."Arlando tertegun, langsung teringat dengan permintaan kedua orangtuanya."Tapi melihat jari manismu tidak ada cincinnya, berarti kamu belum menikah. Ternyata wajah gantengmu itu bukan jaminan untuk segera menikah," ucap Qeiza."Kamu meledek atau menyanjung?" Arlando mendengus kesal. "Kamu seperti Papi, senangnya meledekku!""Hah?!" Qeiza menatap bingung wajah Arlando yang berubah kesal.Arlando lalu menceritakan keinginan orangtuanya pada Qeiza. "Jadi begitulah Qei, keinginan kedua orangtuaku yang membuat kepalaku pusing tujuh keliling sampai aku terdampar di cafe ini atas ide si Bibi.""Menurutku wajar kalau Om Theo dan Tante Sarah menginginkan putranya menikah, apalagi kamu ini putra tunggal mereka," ujar Qeiza. Arlando menghela napas. "Wajar sih, tapi aku yang pusing," ditatapnya wajah Qeiza dengan intens. "Pusing karena aku tidak punya kekasih! Jangankan kekasih, pacaran saja aku tidak pernah!"Qeiza sedang meneguk orange juice sampai tersedak begitu mendengar sahabat masa kecilnya belum pernah pacaran. "Uhukh ... Uhukh."Arlando langsung bangun dari duduknya begitu melihat Qeiza tersedak. "Pelan-pelan kalau minum." Tangan Arlando menepuk pelan punggung Qeiza. "Kamu tidak pernah berubah, selalu saja tersedak kalau sedang minum.""Uhukh, uhukh," wajah Qeiza memerah, tangan mungilnya menepuk dadanya pelan. "Uhukh, sudah, sudah aku tidak apa-apa."Arlando segera mengambil tisu yang ada di atas meja. "Ini, bersihkan bibirmu. Lain kali hati-hati kalau minum." Arlando kembali duduk.Qeiza membersihkan bibirnya. "Terima kasih," ucapnya. "Kita lanjutkan lagi pembicaraan kita. Sudah sampai mana tadi?!" Qeiza mengatur posisi duduknya kembali agar lebih nyaman mengobrol."Sampai aku ...," ucap Arlando mau melanjutkan lagi omongannya, tapi seketika terhenti begitu melihat ekspresi wajah Qeiza."OMG! Arlando Meshach belum pernah pacaran?! Ck, ck, ck. Rasanya itu tidak mungkin!""Ssst!" Arlando melebarkan matanya. "Jangan keras-keras!" Qeiza menurunkan volume suara dengan tubuh sedikit condong mendekati Arlando. "Kamu belum pernah pacaran?! Serius?!" tanya Qeiza dengan mimik wajah tak percaya.Arlando mengangguk pelan. "Iya! Itu yang membuatku pusing." Arlando menghembuskan napas seakan ingin mengeluarkan beban yang ada di dalam dadanya."OMG! Berarti kamu tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta?!" tanya Qeiza.Jari jemari tangan Arlando langsung menyentil kening Qeiza. "Itu nanya atau meledek?!""Aduh!" Qeiza mengusap keningnya yang sakit, tapi tak berapa lama kemudian tawanya berderai. "Ha-ha-ha. Percuma punya wajah ganteng, tapi tidak laku. Kasihan sekali dirimu! Ha-ha-ha. Kasihan, kasihan."Arlando mencibir. "Ledek aku sesuka hatimu! Memangnya kamu sudah laku? Memangnya kamu sudah pernah pacaran?!"Tawa berderai Qeiza langsung berhenti begitu mendengar pertanyaan Arland
Damar tertegun begitu mendengar apa yang diucapkan Arlando, begitu juga dengan Qeiza. "Apa? Calon istri?!" bisik hati Qeiza. "Bicara apa si Arlando ini?""Jangan mimpi kau!" Bentak Damar setelah beberapa saat kembali tersadar dari rasa terkejutnya. "Dia kekasihku! Berani-beraninya kau mengaku kekasihku sebagai calon istrimu!"Arlando tersenyum santai menatap wajah Damar yang lebih pendek dari tubuhnya. "Kalau tidak percaya, tanya sendiri pada orangnya." Arlando menggeser tubuh agar bisa berdiri berdampingan dengan sahabat masa kecilnya itu. "Iyakan, Qeiza Noura! Calon istriku, calon ibu dari anak-anakku!""I-iya, iya!" Entah kenapa, jawaban meluncur begitu saja dari bibir mungil Qeiza. Arlando tersenyum senang, dirangkulnya bahu Qeiza dengan manis. "Kau dengar sendiri bukan, apa jawaban dari kekasihku." Arlando tanpa ragu mengecup lembut kepala Qeiza yang lebih pendek darinya, sungguh drama yang sangat sempurna.Damar semakin tersulut emosi, kedua tangannya mengepal di sisi kiri dan
"Paling hanya anak manja yang masih minta uang jajan sama emak bapaknya!" ledek Damar mengingat wajah Arlando yang tadi bersama Qeiza. "Pria brengsek itu hanya membuat perutku mual!" Damar lalu mengambil dompet yang ada disaku belakang celana panjangnya. "Ini! Saya ganti semuanya!" Sebuah kartu ATM ditaruh di atas meja.Tanpa memerlukan waktu lama, setelah semua urusan selesai, Damar bergegas pergi meninggalkan cafe yang telah membuatnya menyimpan dendam pada Arlando. "Sialan! Brengsek! Berani mengambil Qeiza dari tanganku, nyawa taruhannya! Awas kau!" Berbagai umpatan dan makian ke luar dari bibir Damar. .....TING!Pesan masuk ketika Qeiza baru saja bangun setelah semalaman diganggu Damar yang terus saja meneleponnya.Arlando :"Aku tunggu kamu satu jam lagi di restorant Chinese food! Tidak ada penolakan!"Qeiza melihat jam dinding. "Aku harus siap-siap karena dua jam lagi aku harus menemui orang di butik." Tanpa membuang waktu, Qeiza segera bersiap diri.Restoran Chinese food suda
Qeiza tertegun melihat pada kedua orangtua Arlando yang sedang berdiri melihat ke arah mereka berdua."Hello!" Arlando mengipaskan tangan di depan wajah Qeiza."Eh," Qeiza tersadar. "Apa itu kedua orangtuamu?!" tanyanya ambigu."Iya! Itu orangtuaku dari dulu sampai sekarang!" jawab Arlando bingung dengan pertanyaan Qeiza. "Jangan bilang kamu sudah lupa dengan kedua orangtuaku!"Qeiza langsung menggelengkan kepalanya. "Aku tidak lupa! Om dan Tante tidak pernah berubah, masih terlihat gagah dan cantik.""Dan juga bertambah tua!" Tiba-tiba tangannya memegang kening Qeiza. "Kamu sakit?!" Qeiza dengan cepat menepiskan tangan Arlando. "Jangan pegang-pegang. Aku tidak sakit!""Wajahmu pucat!" ucap Arlando. "Apa kamu gugup bertemu calon mertuamu?!" "Tidak!" jawab Qeiza tegas. "Kita berdua hanya bersandiwara! Tidak ada alasan aku harus gugup?!" sangkalnya, padahal jauh di dalam hati gugupnya luar biasa lalu perlahan Qeiza ke luar dari dalam mobil kemudian berdiri di samping Arlando."Good! A
"Arlando, jawab yang jujur! Apa kamu serius ingin menikah dengan Qeiza?!" tanya Papi menatap tajam putranya."Iya!" Arlando langsung menjawab dengan tegas. "Aku akan menikahi Qeiza Noura!""Menikah bukan karena ancaman Papi?!" tanya Tuan Theo menatap tajam putranya.Arlando langsung menelan ludah sebelum menjawab. "Ancaman apa?! Aku tidak mengerti!" ucapnya pura-pura. "Lalu, bagaimana dengan kedua orangtua Qei sendiri?!" tanya Papi. "Apa kamu sudah bicara dengan mereka?!"Arlando sejenak tertegun sebelum menjawab. "Itu masalah gampang, setelah minta restu di sini, aku dan Qei akan minta restu di sana."Qeiza langsung melihat Arlando. "Luar biasa si Arlando aktingnya. Andai ada penghargaan berbohong, pasti dia sudah jadi juara! Hi-hi-hi," hati Qeiza terkikik sendiri."Arlando, putra kesayangan kita berdua," ucap Mami. "Bagaimana mungkin, kami bisa percaya kalian ingin menikah? Bukankah selama ini, kalian tidak pernah bertemu! Bagi kami, itu hal yang lucu!"DEG!Arlando dan Qeiza terte
Arlando mencoba menenangkan diri. Perlahan, dia duduk di samping tubuh Qei yang telentang. Tanpa sadar, Arlando kemudian mengelus pipi mulus Qeiza."Mmm ,,,," Qeiza menggerakkan tangan dan membalikkan tubuh menghadap Arlando."Eh," Arlando kaget karena tangan Qeiza malah memeluk pinggangnya. Arlando diam tak bergerak, dilihatnya tangan Qeiza yang melingkar manis dipinggangnya. "Astaga, bagaimana ini?!" Kemudian Arlando perlahan melepaskan diri dari pelukan Qeiza, tapi yang ada tangan Qeiza malah semakin erat memeluk pinggangnya disertai kepala yang menyelusup ke perut. "Ya ampun!" Arlando jadi tertegun karena posisi kepala Qeiza tepat berada di atas juniornya.Air dari ujung rambut Arlando yang basah jatuh tepat di kening Qeiza sehingga membuat Qeiza terbangun. "Mmm ...," perlahan mata Qeiza terbuka, tapi detik berikutnya Qeiza terkaget karena posisi kepalanya sangat di luar dugaan, dengan cepat segera duduk. "Kenapa?!" tanya Arlando mengangkat kedua alis tebalnya. "Aku ...," dengan
"Apa kabar Tante?" tanya Arlando dengan penuh hormat pada Mamanya Qeiza."Kamu ...," wajah Mama seperti sedang mengingat sesuatu. "Arlando?!" Qeiza menarik tangan Arlando agar berdiri di sampingnya. "Iya, ini Arlando!""OMG! Mama pikir yang datang selebritis." Mama melihat dari atas sampai bawah. "Kamu ganteng banget nak dan juga sangat tinggi."Qeiza terkekeh. "He-he-he. Mungkin di luar negeri, Arlando makannya pohon bambu makanya jadi tinggi begini.""Hush!" tegur Mama pada Qei kemudian memanggil suaminya. "Pa, ke sini Pa! Kita kedatangan tamu."Tak lama seorang pria berumur limapuluh tahunan datang. "Ada apa Ma?!" tanya Papa."Lihat Pa, kita kedatangan tamu. Apa Papa masih ingat dengan dia?!" tanya Mama pada suaminya.Kening Papa mengernyit menatap wajah Arlando. "Dia ini ..."Dengan segera Arlando menyalami pria yang akan menjadi mertuanya. "Hello Om Bram.""Arlando! Kamu Arlando bukan?!" tanya Om Bram.Arlando mengangguk. "Iya Om!""Sampai pangling Om melihatmu." Om Bram kemudi
Wajah Arlando langsung berubah kecut. "Sialan, si brengsek itu tidak mau melepaskan Qei! Akan kuberi pelajaran dia!" dalam hati Arlando meluapkan marahnya. "Aku dan Damar sudah putus!" ucap Qei kesal. "Tidak ada urusan lagi!""Sudah putus?!" Mama kaget. "Apa putus karena kalian ...."Qeiza langsung memotong. "Ma! Tidak seperti apa yang Mama pikirkan!"Tuan Bram menepuk pelan punggung tangan istrinya. "Ssttt, dengarkan dulu mereka bicara.""Tapi Pa, ini terlihat aneh. Kita tahu, Qei dan Damar itu sedang ...."Lagi-lagi sang suami menepuk punggung tangan istrinya agar berhenti bicara.Setelah terdiam beberapa saat, Arlando kembali membuka pembicaraan. "Om, Tante. Pertama-tama saya minta maaf, mungkin dengan niat baik saya ini telah membuat Om dan Tante terkejut dan bingung.""Tentu saja kita berdua bingung," ucap Mama Qei. "Tidak ada hujan, tidak ada angin tiba-tiba membicarakan pernikahan."Arlando melirik sebentar pada Qei. "Tapi asal Om dan Tante tahu, saya benar-benar tulus ingin m