Warung Bu Siti merupakan satu-satunya warung makan yang berada di Dusun Sentani. Warung ini sudah ada sejak Carla masih kecil. Dia sering bermain di warung ini saat mamanya pergi entah kemana, dan selalu dikasih makan sama Bu Siti si pemilik warung makan ini. Warung yang dahulu hanya gubuk reyot kini tampak mulai bagus terbuat dari papan kayu dan atap seng.
“Kamu mau makan Ren? Cobain gulai ikan Bu Siti, enak banget tahu!”, kata Carla saat mereka turun dari mobil menuju warung“Boleh kalau memang enak. Aku sudah lama tidak mencoba makan makanan rumah kayak begini”, ujar Rendy“Adik-adik ini mau makan?”, tanya seorang wanita yang sudah cukup tua menyambut mereka“Bu Siti..!”, teriak CarlaWanita yang dipanggil Bu siti tampak sangat terkejut melihat munculnya Carla, Namun bukan rasa terkejut gembira yang dilihat Carla melainkan rasa khawatir karena wajah Bu Siti langsung pucat pasi.“Kenapa kamu kembali lagi ke Dusun Sentani ini Carla? Apa mamamu tahu kamu datang ke sini?”, tanya Bu Siti dengan nada yang sangat khawatirGiliran Carla yang heran dengan warga dusun ini. Tadi wanita tua tidak dikenal yang aneh melihat kedatangannya di dusun ini dia memakluminya, tapi ini Bu Siti yang sudah dikenalnya sejak dia kecil juga bersikap aneh padanya. Kenapa warga dusun ini tidak menginginkan dirinya datang ke Dusun Sentani?“Bu Siti kenapa sih? Aku kemari hanya ingin berziarah ke makam Bu Ningsih. Kenapa aku tidak boleh datang ke dusun ini?”Bu Siti tampak terkulai lemas membuat Carla makin keheranan melihatnya. “Bu Siti, sebenarnya ada apa sih? Kenapa aku tidak boleh datang ke dusun ini?”“Mungkin ini sudah takdir kali ya..jauh-jauh mamamu membawamu pergi dari Dusun Sentani. Sekarang kamu malahan kembali ke dusun ini dengan sukarela”, kata Bu Siti yang masih saja pucat pasi“Jadi mama pindah dari Dusun Sentani ini karena aku Bu Siti? Sebenarnya ada masalah apa ya Bu di masa lalu mama sehingga harus meninggalkan Dusun Sentani ini?”, tanya Carla lagiLagi-lagi Carla tidak mendapatkan jawaban yang pasti dari Bu Siti. Wanita ini hanya tetap duduk terkulai lemas sambil terus menggelengkan kepalanya seakan kedatangan Carla ke Dusun Sentani merupakan bencana besar baginya.Carla akhirnya menyerah juga dengan sikap Bu Siti yang diam seribu bahasa tidak mengubris pertanyaannya lagi.
“Lebih baik kita ke tempat lain dahulu Ren. Bu Siti jadi aneh begitu melihatku. Aku tidak tahu kesalahan apa yang telah diperbuat mama sehingga warga dusun ini tidak menyukai kedatanganku”, kata Carla begitu melihat Bu Siti masih tidak bisa diajak bicara“Apa tidak lebih baik kita pulang saja La. Nanti kamu tanyakan sama mamamu tentang apa yang terjadi sebenarnya?”, saran Rendy“Kamu gila! Ke sini saja aku tidak ijin sama mama. Melihat sikap warga dusun yang aneh, pasti ada kesalahan yang diperbuat mama ketika meninggalkan dusun ini”, teriak Carla“Jadi harus bagaimana? Ada teman mamamu lagi yang mau kamu kunjungi?”, tanya Rendy lagi“Kayaknya semua teman mama sama saja deh. Pasti aku disalahkan lagi datang ke Dusun Sentani. Bingung aku harus tanya ke siapa lagi?”, tutur Carla“Terus saran kamu apa biar kita tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi di Dusun Sentani ini. Kalau menurut aku sih kamu lupain saja kejadian hari ini dan kembali lagi di kehidupan biasa di kota”, saran Rendy lagiTiba-tiba Carla teringat teman masa kecilnya Jajang yang sering bermain dengannya. “Aku punya teman waktu kecil, namanya Jajang. Coba kita ke rumahnya yuk, mungkin saja dia punya jawaban atas semua kemisteriusan ini”, ajak Carla“Kamu tahu rumahnya La?”“Rumahnya tidak jauh dari rumah besar di ujung dusun ini. Aku dulu sering main ke rumah Bu Ningsih yang di ujung jalan dusun ini bersama Jajang. Semoga saja dia masih tinggal di sana”, harap Carla"Ya sudah kalau maunya kamu begitu La. Tapi janji ya kalau sudah dapat jawaban kita pulang saja ke kota. Lama-lama di sini kok aku jadi merinding ya"
Mobil sedan ini melaju kencang menuju ujung dusun. Hari sudah sore saat mereka tiba di sebuah rumah kecil dari papan kayu tidak jauh dari rumah kosong dekat ujung dusun. Carla bergegas menuju rumah ini dan mengetuk pintu. “Permisi, apa ini rumahnya Jajang?”, sapa Carla“Sebentar!”, terdengar jawaban dari dalam rumah iniPintu dibuka oleh pria kurus hitam tapi masih kelihatan ketampanannya. “Ini Carla bukan? Kemana saja sobat?”, tanya pria ini yang kaget dengan kedatangan Caarla yang tiba-tiba“Jajang..Kamu masih tidak berubah dari kecil, tetap hitam..hehehe”, tegur Carla“Sebenarnya aku ke sini mau menanyakan sesuatu sama kamu Jang”, lanjutnya“Memangnya Carla mau nanya apa ke Jajang?”, tanya pria ini yang masih merasa kaget dengan kedatangan Carla ini“Aku bingung dengan warga dusun ini terutama Bu Siti. Kamu tahu kan Bu Siti yang punya warung di pusat dusun ini? Bu Siti merasa aku seharusnya tidak boleh datang ke Dusun Sentani ini. Kamu tahu kenapa Jang?”“Kalau itu Jajang tidak tahu. Mungkin Carla bisa tanya ke ibu nanti. Hari sudah mau malam. Saran Jajang kalian menginap di rumah Jajang saja karena jalanan di Dusun Sentani sekarang menyeramkan dan ada hantunya sejak kejadian Bu Ningsih”, kata Jajang“Mana mungkin ada hantu sekarang bang”, kata Rendy yang tidak percaya dengan ucapan Jajang“Oh iya Carla. Aku mau beli makanan dahulu di warung Bu Siti. Kamu mau titip apa?”, tanya Rendy“Jangan lewat jalan dusun ini kalau malam Mas Rendy. Sekarang kalau malam warga tidak ada yang keluar. Warung Bu Siti juga sudah tutup kalau malam. Ibu sepertinya tidak jadi pulang malam ini. Kalian menginap di sini saja. Bahaya kalau keluar malam-malam begini”, pesan JajangRendy tidak mengubris larangan Jajang karena menurutnya itu akal-akalan pemuda ini saja. “Kamu ikut tidak La?”, tanyanya“Aku di sini saja sama Jajang”, jawab carla“Kalau Mas Rendy tetap mau ke pusat desa, ingat ya selalu bunyikan klakson dan sesekali saja nyalakan lampu mobil untuk menghapal jalan, setelah itu jalan dalam kegelapan saja. Tapi tetap saran dariku jangan keluar ke jalanan dusun ini kalau sudah malam”, saran Jajang“Aku jalan dahulu La. Kali saja warung makan tadi masih buka. Lapar perut belum makan dari tadi”, kata Rendy yang menuju ke arah mobilnyaCarla melihat Jajang mendekati mobil Rendy dan berbicara serius dengannya agak lama. Rendy hanya mengangukan kepalanya kemudian mulai menyalakan mesin mobilnya.Perlahan-lahan mobil sedan Rendy meninggalkan rumah kayu Jajang menuju ke pusat desa.“Semoga temanmu ini tidak mengalami kejadian aneh di jalan dusun”“Memangnya ada apa di jalanan dusun ini Jang?”, tanya Carla lagi yang sepertinya tidak mendengar penjelasan Jajang sebelumnya“Sejak kejadian Bu Ningsih itu, dusun ini jadi aneh dan menyeramkan. Jalanan dusun jadi banyak hantunya kalau malam sudah menjelang, yang sering disebut warga dusun ini sebagai Hantu Jalanan”Rendy yang mengendarai mobil sedannya menuju ke arah warung Bu Siti melewati jalanan yang sangat gelap sekali. Sesekali dia memainkan lampu mobilnya dengan menyalakan dan mematikan berulang-ulang kali. Hal ini dia lakukan sebagai permintaan ijin jalan kepada makhluk-makhluk tak kasat mata agar menyingkir dari jalanan. Walaupun dia tadi seperti tidak mau mendengar penjelasan Jajang tapi saran Jajang ini diturutinya juga.Kalau kata Jajang tadi, dengan mematikan dan menyalakan lampu mobil berulang kali ini membuat perjalanan aman dalam kegelapan tengah malam. Jadi itu yang sekarang dilakukan Rendy sambil mobilnya melaju menuju ke pusat dusun. Sesekali dia membunyikan klakson mobil juga untuk memberi peringatan kepada setan atau hantu penunggu jalan agar tidak tertabrak olehnya. Itu juga saran Jajang yang diturutinya.“Kenapa aku tidak menuruti saran dari Jajang tadi ya? Seharusnya aku di rumahnya saja tadi bersama Carla”, pikir Rendy menyesali keputusannyaRendy bukanlah orang yang gamp
Langkah kaki Rendy terseok-seok menyusuri jalanan dusun yang berlumpur dan basah tergenang air hujan yang turun sebelumnya. Dia merasa masih ada sesuatu yang bergelantungan di kakinya membuatnya sulit melangkah, tapi dia tidak bisa melihatnya saat ini. Satu-satunya penerangan yang ada di ponselnya juga juga sudah tidak bisa diharapkan lagi karena baterai ponselnya habis.Sejauh matanya memandang tidak terlihat sama sekali penerangan yang diharapkannya yang akan menunjukkan kalau dia sudah sampai di perkampungan yang ramai penduduk. Hanya kegelapan yang membuatnya makin sulit melangkah. Rasa letih sudah menyerang tubuhnya, namun Rendy tidak mau menyerah oleh keangkeran dusun ini. Hanya saja rasa penyesalan tidak menuruti perkataan Jajang membuatnya menderita sepanjang malam di dusun ini. Seandainya dia masih berada di rumah Jajang, tentu dia tidak akan mengalami kejadian aneh seperti ini.“Kenapa tidak ada sama sekali kehidupan di dusun ini ya?”, pikirnya. “Apa sebenarnya yang seperti
Carla yang masih bersama Jajang tetap setia menunggu kedatangan Rendy yang hendak membeli sedikit makanan untuknya, namun setelah ditunggu berjam-jam, pacarnya ini belum kembali juga.Tidak terlihat lampu mobil yang mendekati rumah Jajang. Hanya kegelapan malam yang dilihatnya di jalanan dusun ini.“Apa yang sebenarnya terjadi pada Rendy ya? Jajang bisa tidak pergi periksa keadaan Rendy?’, pinta Carla“Kalau itu Jajang tidak berani..Kan Jajang tadi sudah larang Mas Rendy pergi malam-malam ke pusat dusun, tapi Mas Rendy bandel..”, ujar Jajang“Tapi benaran kata kamu kalau di jalanan dusun ini banyak hantu jalanan kalau malam hari?”, tanya Carla“Benar atuh Carla..Masa Carla tidak percaya sama Jajang!”, kata Jajang sambil merenggut“Bukan begitu Jang..Aku cemas karena Rendy belum balik juga dari tadi. Padahal kalau pakai mobil kan sebentar saja menuju Warung Bu Siti”, jelas Carla“Jajang punya makanan tidak? Aku lapar juga nih..Tadi tidak sempat makan di Warung Bu Siti karena sifatnya ya
Carla yang mengantuk akhirnya menerima tawaran Jajang untuk menginap di rumahnya.Gadis ini diberi kunci untuk mengunci pintu kamarnya yang sebenarnya adalah kamarnya Jajang.“Kamu tidur saja dahulu,” ujar Jajang. “Besok pagi-pagi sekali aku akan mencari Mas Rendy di pusat dusun”Carla mengangukan kepalanya, kemudian memasuki kamar untuk beristirahat. "Terima kasih ya, Jajang,' ujarnya.“Kunci pintunya saja Carla,” kata Jajang sebelum Carla menutup pintu kamarnya.Jajang memenuhi janjinya kepada Carla.Pagi-pagi sekali Jajang sudah berangkat ke pusat dusun untuk mencari Rendy.Jajang menemukan mobil Rendy yang sebelumnya mogok di jalanan dusun ini, tapi Rendy tidak ada di dalam mobilnya.“Kemana ya mas Rendy?” gumam Jajang, “Kok tidak kelihatan ya sama sekali kemana mas Rendy pergi”“Jangan-jangan mas Rendy memasuki rumah kosong yang ada di dekat sini sebelum sampai ke pusat dusun,” pikir Jajang.“Rumah itu sudah kosong lama. Tidak mungkin mas Rendy nekad memasuki rumah kosong yang ad
Jajang kemudian kembali lagi ke rumahnya, khawatir nanti ibunya pulang dan terkejut melihat Carla yang sedang tidur di kamarnya.Pemuda dusun ini juga telah memutuskan tidak akan memberitahukan kejadian sebenarnya kepada Carla agar gadis ini tidak panik dan segera meninggalkan dusun.Jajang mulai menyembunyikan mobil Rendy dengan mendorongnya ke arah pepohonan yang bisa menutupi mobil ini dari pandangan luar.“Untuk sementara begini saja dahulu. Nanti kalau mas Rendy sudah sadar, aku akan mengeluarkan mobilnya lagi,” pikir Jajang.Jajang juga tidak ingin kehilangan Carla secepat itu. Jika dia memberitahukan yang sebenarnya, pasti Carla langsung menyusul Rendy ke rumah sakit dan meninggalkannya.Rumah Jajang masih sepi saat pemuda dusun ini sampai di rumahnya. Pintu kamarnya juga masih terkunci menandakan kalau Carla masih tidur.Jajang duduk di teras depan menunggu ibunya pulang, tapi masih belum kelihatan tanda-tanda kalau ibunya akan pulang.“Jajang ... sudah balik?” tanya suara yan
Clara masih kesal denga Ki Seto yang tidak mau memberitahu dirinya mengenai keanehan di Dusun Sentani ini. Bahkan kakek ini menyebutkan kematian Bu Ningsih itu tidak wajar dan ada unsur pelanggaran yang dilakukan Bu Ningsih.“Clara ... kita pulang saja yuk ke rumah Jajang dahulu,” ajak Jajang, “mungkin ibu sudah pulang sekarang! Biasanya kalau pulang, ibu pasti masak jadi kita bisa makan dahulu.”Sebenarnya Clara masih penasaran dengan perkataan Ki Seto, dan hendak kembali lagi minta maaf sama kakek penjaga kuburan itu. Tujuannya hendak mengorek keterangan mengenai misteri Dusun Sentani lebih banyak lagi.Tapi Clara akhirnya mengurungkan niatnya. “Nanti saja, aku kembali lagi ke sini kalau situasai mulai agak tenang!” pikirnya.“Boleh juga Jang!” teriak Clara yang sudah kembali ceria.Jajang mulai senang melihat kondisi Clara yang sudah tidak marah-marah lagi. “Bu Ambar masak sayur asem tidak? Aku suka sekali makan sayur asem buatan ibumu Jang!” kata Clara.“Belajar sama ibu, pasti d
Clara memasuki kamar Ambarwati dengan perasaan yang tidak karuan. Entah apa yang akan dilakukan Bu Ambar padanya setelah kejadian yang sangat tidak mengenakkan hatinya tadi.Namun Jajang yang mengikutinya memberikan semangat baru baginya. Jika ada Jajang di sampingnya, tidak mungkin Bu Ambar bisa menyentuhnya."Bu ... ini aku bawa Clara!' ujar Jajang membangunkan ibunya yang sedang tiduran di tempat tidurnya.Ambarwati langsung bangun dan memeluk Clara erat-erat membuat Clara kaget dengan reaksi dari ibunya Jajang ini. Clara juga tidak sempat menghindar, dan hanya pasrah menerima pelukan dari Ambarwati.“Maafin ibu ya Clara! Ibu tidak bermaksud membuatmu takut tadi!” kata Ambarwati yang kemudian melepaskan pelukannya.“Sebenarnya apa yang sedang terjadi di dusun ini Bu Ambar?’ tanya Clara yang masih belum hilang rasa terkejutnya melihat sikap Ambarwati tadi.“Ibu tadi kaget melihat dirimu ada di Dusun Sentani, Clara!” ujar Ambarwati, “seharusnya kamu tidak boleh lagi datang ke Dusun S
“Jang ...! Jangan kencang-kencang bawa motornya!” teriak Clara yang berada di belakangnya.Rambut panjang Clara tertiup angin kencang yang menutupi seluruh wajahnya karena Jajang membawa motor bututnya dengan kencang sekali..Motor boleh butut dan kelihatan seperti rongsokan, tapi mesinnya boleh diadu dengan motor baru. Lari motor butut ini sangat kencang dan mesinnya sangat halus bunyinya.Suara Clara tidak terdengar oleh Jajang yang saat ini sedang mencemaskan keadaan Clara. Angin yang kencang membawa jauh suara teriakan Clara sebelum sampai di telinga Jajang.Jalanan dusun ini masih panjang dan tidak ada tanda-tanda menunjukkan jalan keluar dari dusun ini. Bahkan Pusat Dusun Sentani juga masih belum kelihatan oleh Jajang.“Clara ...! Sepertinya kita hanya melalui jalanan dusun yang sama terus menerus! Mungkin sudah terlambat untuk keluar dari Dusun Sentani!” ujar Jajang.“Coba berhenti dahulu, Jang! Aku tidak dengar jelas ucapanmu!’ kata Clara menepuk pundak Jajang sebagai tanda me