Rendy yang mengendarai mobil sedannya menuju ke arah warung Bu Siti melewati jalanan yang sangat gelap sekali. Sesekali dia memainkan lampu mobilnya dengan menyalakan dan mematikan berulang-ulang kali. Hal ini dia lakukan sebagai permintaan ijin jalan kepada makhluk-makhluk tak kasat mata agar menyingkir dari jalanan. Walaupun dia tadi seperti tidak mau mendengar penjelasan Jajang tapi saran Jajang ini diturutinya juga.
Kalau kata Jajang tadi, dengan mematikan dan menyalakan lampu mobil berulang kali ini membuat perjalanan aman dalam kegelapan tengah malam. Jadi itu yang sekarang dilakukan Rendy sambil mobilnya melaju menuju ke pusat dusun. Sesekali dia membunyikan klakson mobil juga untuk memberi peringatan kepada setan atau hantu penunggu jalan agar tidak tertabrak olehnya. Itu juga saran Jajang yang diturutinya.
“Kenapa aku tidak menuruti saran dari Jajang tadi ya? Seharusnya aku di rumahnya saja tadi bersama Carla”, pikir Rendy menyesali keputusannya
Rendy bukanlah orang yang gampang percaya dengan adanya makhluk-makhluk halus yang berkeliaran di dunia manusia. Tapi dia juga tidak menampik adanya makhluk-makhluk halus ini di dunia nyata. Hanya saja pendidikan modern yang didapatnya membuatnya tidak gampang percaya tentang adanya makhluk halus ini.
Jalanan masih gelap dan banyak rumah kosong yang ditinggalkan warga dusun yang lebih memilih untuk tinggal di pusat dusun yang lebih dekat dengan pusat keramaian. Sejak kejadian yang menimpa Ningsih itulah banyak warga dusun yang memutuskan menjauhi rumah kosong di ujung dusun ini agar tidak terkena nasib sialnya. Beberapa warga dusun ini juga telah pindah ke dusun sebelah, membuat Dusun Sentani lebih sepi alih-alih dahulu yang selalu ramai.
Tiit Tiit Tiiitt
Suara klakson mobil terus dinyalakan tiap menit oleh Rendy sesuai saran Jajang tadi. Biar bagaimanapun menurutnya lebih aman menuruti pemuda dusun tadi di dusun yang sekarang dirasakan olehnya cukup menyeramkan ini. Kalau lagi siang tadi, dusun ini sangat asri dan membuat mata sejuk memandang sawah yang terbentang sepanjang jalan. Tapi ini malam hari, juga tidak ada lampu penerangan jalan membuat Rendy mulai sedikit khawatir juga dengan adanya orang jahat yang kemungkinan bersembunyi di tengah pepohonan atau persawahan yang tidak terlihat oleh matanya.
“Kalau Mas Rendy mengendarai mobil di jalanan gelap terutama jalanan yang lurus, jangan menyalakan lampu terus menerus karena banyak penunggu jalanan yang tidak suka disinari lampu mobil mas. Bunyikan saja klakson mobil sambil sesekali menyalakan lampu memeriksa kondisi jalanan kemudian matikan lagi”, teringat pesan Jajang tadi saat dia sudah di dalam mobil untuk meninggalkan rumah Jajang.
Tiba-tiba mobilnya terasa berat jalannya, padahal sebelumnya melaju lumayan kencang. Pedal gas sudah diinjaknya sampai mentok tapi mobilnya bahkan mulai tidak bergerak sama sekali seakan tertahan oleh sesuatu.
“Aduh..Kenapa harus terjadi malam-malam begini? Tahu begitu tadi di rumah si Jajang itu saja tunggu sampai pagi baru ke pusat dusun. Mana masih jauh lagi ke sana. Lebih baik aku tunggu saja di mobil sampai hari terang, tapi bagaimana dengan Clara yang sendirian dengan Jajang? Walau Jajang itu teman dari kecil tapi kan sekarang sudah jauh beda. Apalagi mereka hanya berdua. Ibunya Jajang tidak pulang”
Huuffhh..Rendy duduk terdiam di mobilnya tidak tahu harus berbuat apa sambil sesekali menghembuskan nafas beratnya.
Pemuda ini melihat ponselnya. Masih tidak ada sinyal. Dusun Sentani ini sepertinya tidak ada yang menggunakan ponsel karena tidak ada sinyal sama sekali sejak dia datang ke dusun ini.
Derrrrr deerrrr derrr
Rendy masih mencoba menyalakan mobilnya tapi tampaknya ada kerusakan mesin karena mobil yang bergerak pelan ini mati sama sekali. Rendy bukanlah seorang penakut, tapi saat ini dia benar-benar merasakan bulu kuduknya berdiri seakan banyak makhluk halus mengerumuninya. Nafasnya mulai sesak di dalam mobil dan terasa banyak hawa panas di sekelilingnya. Hanya lampu dari ponsel yang masih meneranginya karena jalanan gelap sama sekali tidak kelihatan apapun.
Jalanan yang gelap gulita membuat Rendy masih terpaku duduk di mobil belum tahu apa yang harus dilakukannya. Dia juga khawatir ada orang jahat yang memasang penghalang atau sesuatu yang membuat mobilnya mati di tengah jalan biar dia keluar memeriksa mesin untuk lebih mudah dirampok.Lampu mobil juga tidak bisa dinyalakannya. “Pasti ada masalah dengan aki mobil. Padahal sebelum berangkat ke sini sudah diperiksa dahulu di bengkel kelayakan mobil ini buat jalan jauh”, pikirnya
“Keluar, Tidak, Keluar, Tidak”
Pikirannya kacau antara menyelamatkan dirinya sendiri dengan berdiam di dalam mobil saja dan dikunci atau keluar berjalan ke tengah pemukiman warga untuk minta pertolongan.
Dengan berat hati akhirnya Rendy memberanikan diri keluar dari mobilnya. Ponselnya juga mulai lowbat sehingga dia harus segera mencapai rumah warga terdekat biar tidak tersesat di dalam kegelapan malam.
Rendy memeriksa mobilnya terlebih dahulu. “Ternyata benar aki mobilnya bermasalah. Pantesan tadi juga tidak bisa menyalakan pendingin ruangan dan tidak bisa charge ponsel juga di mobil”
Jalanan masih becek dan tergenang penuh lumpur akibat hujan deras yang turun sebelumnya. Perlahan-lahan kaki Rendy melangkah ke depan berharap dia segera menemui pemukiman warga sebelum lampu ponselnya padam.
Kriikk kriiikkk kriikk
Bunyi suara jangkrik memecah keheningan malam dingin yang dirasakan Rendy. “Semoga aku tidak menemui hantu jalanan yang disebutkan Jajang tadi”. Harapan Rendy ternyata tidak menjadi kenyataan bahkan keadaan semakin buruk baginya.
*****
Di kejauhan dia melihat sosok wanita yang juga sedang berjalan menuju ke arahnya. Malang bagi dirinya, saat itu juga lampu senter dari ponselnya padam meninggalkan dirinya dalam kegelapan.
Terdengar suara langkah kaki yang makin kencang mendekatinya, tapi Rendy tidak bisa melihat apapun di hadapannya.
“Mas..Aku lapar..Sudah lama tidak makan..”, suara rintihan wanita yang tadi sekilas dilihatnya di kejauhan tapi sekarang dia tidak bisa melihat sama sekali saking gelapnya jalanan yang dilaluinya.
“Kamu siapa..Aku juga lagi mau ke pusat dusun...Ayo kita sama-sama ke sana”. Rendy berusaha mengatasi rasa takutnya karena dalam hatinya dia sudah merasa kalau ini hantu jalanan yang tadi diceritakan Jajang padanya saat dia berada di dalam mobil.
“Lapar Mas....”, suara rintihan lagi yang semakin dekat didengar olehnya
Bulu kuduk Rendy mulai berdiri tapi sesuai anjuran dari Jajang, dia tidak boleh terlihat takut agar hantu-hantu ini tidak bisa menyerap ketakutan dalam dirinya yang bisa membuat mereka bertambah nyata.
Rendy terus berlari dalam kegelapan tanpa mempedulikan suara-suara yang makin keras merintih di telinganya. “Kalau kamu tidak takut, mereka tidak bisa menyentuh dirimu”, begitu tergiang nasehat yang tadi diberikan Jajang.
“Siapa sebenarnya Jajang itu? Kenapa dia banyak mengetahui masalah makhluk halus di Dusun Angker ini?”, pikirnya
Tiba-tiba langkahnya terasa berat sekali, seakan kakinya tertahan oleh sesuatu yang bergelayutan di kakinya. Tapi Rendy sudah tidak mempedulikannya lagi. Dengan langkah kaki yang terseret-seret dia melangkah cepat ke arah depan karena dia tidak bisa melihat juga apa sebenarnya yang sedang terjadi. Harapan di hatinya dia segera ketemu rumah warga untuk meminta pertolongan.
Bagaimana nasib Rendy? Berhasilkah dia melewati malam di Dusun Angker Sentani ini? Masa lalu Clara yang misterius yang membuat warga Dusun Sentani menolak kehadirannya di dusun ini, berhasilkah gadis ini mengatasinya? Siapa sebenarnya Jajang yang mengetahui segalanya tentang makhluk-makhluk halus di Dusun Sentani ini?
Langkah kaki Rendy terseok-seok menyusuri jalanan dusun yang berlumpur dan basah tergenang air hujan yang turun sebelumnya. Dia merasa masih ada sesuatu yang bergelantungan di kakinya membuatnya sulit melangkah, tapi dia tidak bisa melihatnya saat ini. Satu-satunya penerangan yang ada di ponselnya juga juga sudah tidak bisa diharapkan lagi karena baterai ponselnya habis.Sejauh matanya memandang tidak terlihat sama sekali penerangan yang diharapkannya yang akan menunjukkan kalau dia sudah sampai di perkampungan yang ramai penduduk. Hanya kegelapan yang membuatnya makin sulit melangkah. Rasa letih sudah menyerang tubuhnya, namun Rendy tidak mau menyerah oleh keangkeran dusun ini. Hanya saja rasa penyesalan tidak menuruti perkataan Jajang membuatnya menderita sepanjang malam di dusun ini. Seandainya dia masih berada di rumah Jajang, tentu dia tidak akan mengalami kejadian aneh seperti ini.“Kenapa tidak ada sama sekali kehidupan di dusun ini ya?”, pikirnya. “Apa sebenarnya yang seperti
Carla yang masih bersama Jajang tetap setia menunggu kedatangan Rendy yang hendak membeli sedikit makanan untuknya, namun setelah ditunggu berjam-jam, pacarnya ini belum kembali juga.Tidak terlihat lampu mobil yang mendekati rumah Jajang. Hanya kegelapan malam yang dilihatnya di jalanan dusun ini.“Apa yang sebenarnya terjadi pada Rendy ya? Jajang bisa tidak pergi periksa keadaan Rendy?’, pinta Carla“Kalau itu Jajang tidak berani..Kan Jajang tadi sudah larang Mas Rendy pergi malam-malam ke pusat dusun, tapi Mas Rendy bandel..”, ujar Jajang“Tapi benaran kata kamu kalau di jalanan dusun ini banyak hantu jalanan kalau malam hari?”, tanya Carla“Benar atuh Carla..Masa Carla tidak percaya sama Jajang!”, kata Jajang sambil merenggut“Bukan begitu Jang..Aku cemas karena Rendy belum balik juga dari tadi. Padahal kalau pakai mobil kan sebentar saja menuju Warung Bu Siti”, jelas Carla“Jajang punya makanan tidak? Aku lapar juga nih..Tadi tidak sempat makan di Warung Bu Siti karena sifatnya ya
Carla yang mengantuk akhirnya menerima tawaran Jajang untuk menginap di rumahnya.Gadis ini diberi kunci untuk mengunci pintu kamarnya yang sebenarnya adalah kamarnya Jajang.“Kamu tidur saja dahulu,” ujar Jajang. “Besok pagi-pagi sekali aku akan mencari Mas Rendy di pusat dusun”Carla mengangukan kepalanya, kemudian memasuki kamar untuk beristirahat. "Terima kasih ya, Jajang,' ujarnya.“Kunci pintunya saja Carla,” kata Jajang sebelum Carla menutup pintu kamarnya.Jajang memenuhi janjinya kepada Carla.Pagi-pagi sekali Jajang sudah berangkat ke pusat dusun untuk mencari Rendy.Jajang menemukan mobil Rendy yang sebelumnya mogok di jalanan dusun ini, tapi Rendy tidak ada di dalam mobilnya.“Kemana ya mas Rendy?” gumam Jajang, “Kok tidak kelihatan ya sama sekali kemana mas Rendy pergi”“Jangan-jangan mas Rendy memasuki rumah kosong yang ada di dekat sini sebelum sampai ke pusat dusun,” pikir Jajang.“Rumah itu sudah kosong lama. Tidak mungkin mas Rendy nekad memasuki rumah kosong yang ad
Jajang kemudian kembali lagi ke rumahnya, khawatir nanti ibunya pulang dan terkejut melihat Carla yang sedang tidur di kamarnya.Pemuda dusun ini juga telah memutuskan tidak akan memberitahukan kejadian sebenarnya kepada Carla agar gadis ini tidak panik dan segera meninggalkan dusun.Jajang mulai menyembunyikan mobil Rendy dengan mendorongnya ke arah pepohonan yang bisa menutupi mobil ini dari pandangan luar.“Untuk sementara begini saja dahulu. Nanti kalau mas Rendy sudah sadar, aku akan mengeluarkan mobilnya lagi,” pikir Jajang.Jajang juga tidak ingin kehilangan Carla secepat itu. Jika dia memberitahukan yang sebenarnya, pasti Carla langsung menyusul Rendy ke rumah sakit dan meninggalkannya.Rumah Jajang masih sepi saat pemuda dusun ini sampai di rumahnya. Pintu kamarnya juga masih terkunci menandakan kalau Carla masih tidur.Jajang duduk di teras depan menunggu ibunya pulang, tapi masih belum kelihatan tanda-tanda kalau ibunya akan pulang.“Jajang ... sudah balik?” tanya suara yan
Clara masih kesal denga Ki Seto yang tidak mau memberitahu dirinya mengenai keanehan di Dusun Sentani ini. Bahkan kakek ini menyebutkan kematian Bu Ningsih itu tidak wajar dan ada unsur pelanggaran yang dilakukan Bu Ningsih.“Clara ... kita pulang saja yuk ke rumah Jajang dahulu,” ajak Jajang, “mungkin ibu sudah pulang sekarang! Biasanya kalau pulang, ibu pasti masak jadi kita bisa makan dahulu.”Sebenarnya Clara masih penasaran dengan perkataan Ki Seto, dan hendak kembali lagi minta maaf sama kakek penjaga kuburan itu. Tujuannya hendak mengorek keterangan mengenai misteri Dusun Sentani lebih banyak lagi.Tapi Clara akhirnya mengurungkan niatnya. “Nanti saja, aku kembali lagi ke sini kalau situasai mulai agak tenang!” pikirnya.“Boleh juga Jang!” teriak Clara yang sudah kembali ceria.Jajang mulai senang melihat kondisi Clara yang sudah tidak marah-marah lagi. “Bu Ambar masak sayur asem tidak? Aku suka sekali makan sayur asem buatan ibumu Jang!” kata Clara.“Belajar sama ibu, pasti d
Clara memasuki kamar Ambarwati dengan perasaan yang tidak karuan. Entah apa yang akan dilakukan Bu Ambar padanya setelah kejadian yang sangat tidak mengenakkan hatinya tadi.Namun Jajang yang mengikutinya memberikan semangat baru baginya. Jika ada Jajang di sampingnya, tidak mungkin Bu Ambar bisa menyentuhnya."Bu ... ini aku bawa Clara!' ujar Jajang membangunkan ibunya yang sedang tiduran di tempat tidurnya.Ambarwati langsung bangun dan memeluk Clara erat-erat membuat Clara kaget dengan reaksi dari ibunya Jajang ini. Clara juga tidak sempat menghindar, dan hanya pasrah menerima pelukan dari Ambarwati.“Maafin ibu ya Clara! Ibu tidak bermaksud membuatmu takut tadi!” kata Ambarwati yang kemudian melepaskan pelukannya.“Sebenarnya apa yang sedang terjadi di dusun ini Bu Ambar?’ tanya Clara yang masih belum hilang rasa terkejutnya melihat sikap Ambarwati tadi.“Ibu tadi kaget melihat dirimu ada di Dusun Sentani, Clara!” ujar Ambarwati, “seharusnya kamu tidak boleh lagi datang ke Dusun S
“Jang ...! Jangan kencang-kencang bawa motornya!” teriak Clara yang berada di belakangnya.Rambut panjang Clara tertiup angin kencang yang menutupi seluruh wajahnya karena Jajang membawa motor bututnya dengan kencang sekali..Motor boleh butut dan kelihatan seperti rongsokan, tapi mesinnya boleh diadu dengan motor baru. Lari motor butut ini sangat kencang dan mesinnya sangat halus bunyinya.Suara Clara tidak terdengar oleh Jajang yang saat ini sedang mencemaskan keadaan Clara. Angin yang kencang membawa jauh suara teriakan Clara sebelum sampai di telinga Jajang.Jalanan dusun ini masih panjang dan tidak ada tanda-tanda menunjukkan jalan keluar dari dusun ini. Bahkan Pusat Dusun Sentani juga masih belum kelihatan oleh Jajang.“Clara ...! Sepertinya kita hanya melalui jalanan dusun yang sama terus menerus! Mungkin sudah terlambat untuk keluar dari Dusun Sentani!” ujar Jajang.“Coba berhenti dahulu, Jang! Aku tidak dengar jelas ucapanmu!’ kata Clara menepuk pundak Jajang sebagai tanda me
Wanita setengah tua itu masih meringkuk di sudut warung sambil menangis tersedu-sedu. Posisinya yang menunduk dan menghadap dinding warung membuat Jajang agak kesulitan melihat wajah wanita ini. Jajang khawatir wanita ini bukanlah Bu Siti yang dia kenal , tapi makhluk jejadian yang banyak berdatangan ke Dusun Sentani setelah kematian Bu Ningsih.“Bu Siti ...!” panggil Clara lagi, tapi wanita ini tidak bergeming sedikitpun dengan panggilan Clara ini.“Clara ... hati-hati! Jangan terlalu dekat!” kata Jajang memperingati Clara.“Bagaimana kalau benar wanita ini Bu Siti?” kata Clara yang masih ingin menegur wanita ini dari dekat.“Kalau manusia tidak mungkin tetap menunduk di sudut warung ... biasanya itu ular, Clara!” kata Jajang memperingatkan Clara.“Ular?” tanya Clara.“Banyak makhluk tidak kasat mata seperti hantu dan siluman yang berbondong-bondong memasuki Dusun Sentani, begitu Bu Ningsih sudah tiada! Aku tidak tahu apa memang Bu Ningsih ini yang dahulu menahan makhluk jejadian ini