Share

Part 3

“Bagaimana, Mas Arya? Bisa ditransfer hari ini, apa mau bayar kes?” tanya Mbak Naomi sang wedding organizer sambil tersenyum ramah.

Lagi, aku menggaruk kepala yang tidak gatal. Bingung mau menjawab apa, sebab di anjungan tunai mandiri hanya ada saldo tiga ratus ribu saja, ditambah tadi lima puluh ribu dari Nirmala.

Ah, sial! Kenapa harus mendapatkan masalah sesulit ini sih?

“Emm...Mbak, maaf. Bisa nggak saya minta tenggang waktu tiga atau empat hari. Soalnya kartu ATM saya rusak dan mobile banking saya lagi bermasalah.” Mencoba mencari alasan yang sedikit masuk akal, siapa tahu Mbak Naomi mengerti.

“Ya sudah. Tapi beneran ya, Mas. Soalnya saya juga butuh uang untuk membayar orang-orang yang membantu saya mengurus acara pernikahan Mas kemarin. Saya nggak enak karena biasanya sehari setelah resepsi mereka sudah bayar, tapi ini malah belum dapet bayaran dari Mas Arya. Padahal kemarin mereka sudah pada semangat banget karena di sini Mas Arya terkenal orang paling kaya. Ternyata...!” Mbak Naomi menggantung kalimat dan tatapannya terlihat merendahkan.

Lha emang nyatanya aku terkenal orang paling kaya dan dermawan di komplek ini, kok.

“Saya kasih waktu empat hari buat lunasi ya Mas Arya. Tapi kalo sampe Mas Arya nggak bayar, saya tidak akan segan-segan menceritakan dan membeberkan masalah ini ke semua orang. Biar keluarga Mas Arya malu sekalian. Lagian, orang nggak punya duit lagu-laguan pake bikin acara mewah. Ngrepotin orang saja!” rutuk Mbak Naomi sambil beranjak dari duduknya kemudian lekas pergi.

Aku mendengus kesal. Semuanya gara-gara Nirmala sampai-sampai aku dihina sama orang. Coba saja dia tidak mempersulit hidupku seperti ini. Langsung men-transfer uang, tidak pakai drama segala. Awas saja nanti kalau ketemu, akan kubuat dia menyesal karena tidak menuruti permintaanku.

“Ada apa, Mas? Kok wajahnya kusut begitu?” tanya Siska seraya bergelayut manja di pundak.

Ini yang aku mau. Punya istri manja, cantik, bisa bermesraan setiap detik juga. Nggak kaya si Nirmala yang kerjanya hanya duduk di atas kursi roda, timbang mau mandi saja harus merepotkan orang. Untung saja dia kaya. Kalau tidak, sudah dibuang jauh-jauh karena tidak berguna.

“Mas.” Sebuah kecupan mendarat di bibir, membuat bulu romaku berdiri karenanya.

Duh, Siska. Kamu memang istri yang paling luar biasa. Begitu pandai membuat suaminya terbang ke awang-awang.

“Beliin aku mobil baru dong. Yang biasa juga nggak apa-apa, asalkan aku nggak kepanasan kalo pergi. Memangnya kamu mau kulit mulus istri kamu ini melepuh?”

Glek!

Aku menelan ludah dengan susah payah. Dari mana aku bisa mendapatkan uang untuk menuruti keinginan Siska. Jangankan buat beli mobil yang harganya ratusan juta. Untuk membayar wedding organizer saja lagi pusing.

Ah, ada-ada saja permintaannya!

“Kenapa, Mas? Kok kamu langsung diem begitu. ‘Kan gaji kamu besar. Masa iya buat beli mobil saja nggak bisa. Iya, ‘kan?” Dia mengusap dadaku dengan mesra.

“I—iya, Dek. Mas pasti beliin.” Menarik kedua ujung bibir, mencoba menyembunyikan rasa bingung supaya Siska tidak tahu kalau sebenarnya aku tidak memiliki apa-apa tanpa Nirmala.

Sepertinya hari ini juga aku harus datang ke rumah Nirmala. Meminta maaf juga sedikit bersandiwara, mengeluarkan air mata dan pasti dia akan luluh. Apalagi kalau sampai diajak terbang ke Surga. Jangankan uang lima puluh juta. Dia juga pasti mau memberikan lebih dan bisa membelikan mobil baru untuk Siska.

Duh, kenapa tidak kepikiran sampai ke situ. Nirmala ‘kan bucin akut. Dia pasti tidak mau kehilangan diriku. Satu-satunya laki-laki yang mau menerima dia apa adanya.

“Dek, Mas ada telepon dari kantor. Mas disuruh ke luar kota dua hari. Kamu baik-baik di rumah ya?” ucapku seraya mengecup puncak kepala istri baru.

“Yah...Mas. Masa pengantin baru malah mau ditinggal?” protesnya manja, membuat diri ini tidak tega.

“Demi masa depan kita semua, Sayang. Katanya kamu mau beli mobil baru.” Menangkup wajah sang bidadari, mengunci netranya dengan pandanganku sambil menerbitkan senyuman termanis yang aku punya.

“Oke suamiku tersayang!” Dua bulat beningnya langsung berbinar.

Gegas menyambar kunci mobil, pamit kepada Ibu juga menitipkan istriku tercinta supaya tetap dalam pengawasannya saat aku tidak ada. Siska itu cantik bagai bidadari, pasti banyak sekali laki-laki yang masih mengincar dirinya, terpesona dengan wajah cantik tanpa cela itu.

“Kamu serius mau nemuin Nirmala, Ar?” tanya ibu seraya menatap tidak yakin.

“Iyalah, Bu. Kalo nggak nemuin dia, aku mau bayar WO pake apa? Orangnya udah nagih dan ngancem kalo aku nggak segera bayar, dia akan menceritakan ke orang-orang. Memangnya Ibu mau nggak dihormati lagi gara-gara dianggap miskin?” jawabku setengah berbisik, tidak mau Siska sampai tau kalau aku hanya lelaki kere.

“Ya sudah. Hati-hati. Salamin buat Nirmala. Tolong bilangin ke dia, Ibu pengen perhiasan baru. Biar kalo arisan tambah dipuji-puji sama temen-temen Ibu.”

“Oke. Nanti kalau Siska nanya, bilang saja aku ke luar kota. Ada urusan pekerjaan.”

Ibu menautkan telunjuk dengan ibu jari membentuk huruf O.

Segera menyalami dan mencium punggung tangan Ibu, masuk ke dalam mobil lalu melajukan kendaraan roda empat yang dibelikan Nirmala karena kasihan melihatku harus bolak balik menggunakan angkutan umum saat pulang kampung.

Semoga saja Nirmala tidak marah. Aku akan terus meyakinkan dia kalau pernikahan ini hanya sandiwara, dan cinta dalam hati ini untuk dia seorang. Pasti dia langsung klepek-klepek mendengar kata-kata cinta dariku.

Lagian, mana ada sih, pria yang mau menikahi wanita cacat seperti dia. Beruntung aku masih mau. Ya... walaupun sebenarnya malu juga punya istri tidak sempurna. Tapi dengan cara itu aku bisa mendapatkan segalanya, bahkan dianggap malaikat tanpa sayap yang mau menerima kekurangan Nirmala, sehingga apa pun yang aku minta pasti dia berikan.

Setelah hampir lima jam membelah kemacetan jalanan Pantura, mobil kutepikan di depan pagar rumah Nirmala yang menjulang tinggi. Rumah paling bagus dan paling mewah di komplek tempat tinggalnya, sebab ayah mertua seorang pebisnis yang sukses. Hanya saja karena kesibukannya itu membuat dia kurang memperhatikan anak semata wayangnya.

Merapikan tampilan, menyemprotkan minyak wangi supaya istri langsung terpesona ketika melihat aku datang.

Pokoknya harus dapet uang untuk biaya resepsiku kemarin, karena hanya dari dia aku bisa mendapatkan uang. Kalau Nirmala sampai tidak memberikannya, bisa mati karena malu aku.

Tuhan. Tolong hamba-Mu. Jangan biarkan aku mendapatkan malu apalagi sampai tidak dihormati oleh para tetangga.

Membuka pintu, turun dari mobil lalu segera menekan bel rumah Nirmala.

Akan tetapi hingga hampir sepuluh menit aku berdiri, tidak ada tanda-tanda keberadaan istri di dalam. Bahkan halaman rumahnya pun terlihat begitu kotor.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Anita Ratna
Nirmala digerogotin Arya + keluarganya. Gantian Arya yg di porotin sm Sisca wk
goodnovel comment avatar
Dwi Djunarko
Kasihan Nirmala yang selalu diporotin hartanya demi ambisi dan kepuasan suami dan mertuanya
goodnovel comment avatar
Tiah
pengen ketawa ama arya ini, gk mikir kali ya apa yg di perbuatnya itu menyakiti nirmala..lagian aq yakin siska cuma mw morotin aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status