Share

Part 7

Jojo lekas mengayunkan kaki meninggalkan aku juga Ibu, sementara Pak Handoyo terlihat sedang sibuk menghubungi seseorang.

"Baik, Bu. Sudah saya lakukan sesuai perintah Ibu. Iya, nanti saya antarkan ke rumah Ibu!" sekilas indra pendengaranku menangkap percakapan laki-laki gendut itu dengan seseorang. Mungkin dengan rekan bisnisnya, atau...

Sudahlah. Bukan urusanku dia berbicara dengan siapa. Yang penting aku sudah mendapatkan uang untuk menyelesaikan masalah yang tengah membelenggu, meski dengan cara membuat masalah baru. Ini yang disebut menyelesaikan masalah dengan masalah.

"Ayo, Ar. Kita mampir ke toko perhiasan dulu. Ibu udah nggak sabar pengen beli cincin baru!" ajak Ibu seraya menggandeng tanganku.

"Besok saja lah, Bu. Aku sudah kangen berat sama Siska. Aku mau langsung pulang!" tolakku karena sudah tidak sabar ingin bertemu istri baru. Rindu rasanya dua hari satu malam tidak bertemu dengan dia.

Ketika sampai di parkiran. Beberapa orang bertubuh tinggi besar berdiri mengelilingi mobil milikku yang terparkir di depan kafe. Salah satu dari mereka menatap tajam ke arahku, melipat tangannya yang penuh tato di depan dada sambil menyenderkan tubuh di moncong mobil.

"Maaf, Bang. Ini mobil saya," kataku sedikit takut. Apalagi mata si preman tidak lepas dari wajahku, seperti singa hendak menerkam mangsanya.

"Serahkan kunci mobilnya ke saya, Pak!" Laki-laki berwajah sangar itu menodongkan tangan seraya memindai wajahku dengan tatapan menghunus.

"Ku--kunci mobil? Maksud kalian? Ini mobil saya loh. Untuk apa kalian meminta kuncinya. Kalian mau membegal saya secara terang-terangan?"

"Ini bukan mobil Bapak, tapi mobil bos kami. Dan bos meminta kami untuk mengambil mobil ini dari Bapak!"

"Bos?"

"Iya. Bu Nirmala Wulan. Dia yang menyuruh kami untuk mengambil mobil ini dari Bapak!"

Ya Tuhan, Nirmala. Apa-apaan ini? Tega sekali dia membayar preman untuk mengambil mobilnya yang sudah dihadiahkan kepadaku.

"Sekarang juga serahkan kunci mobil bos kami, atau kami akan mematahkan leher kamu!" ancamnya membuat nyaliku menciut seperti sekarang pengecut.

Ragu-ragu merogoh saku celana lalu menyerahkan apa yang mereka minta. Lebih baik mengalah daripada nanti babak belur.

Aku melungguh lemas di trotoar sambil menatap mobil mewah yang biasa aku gunakan dibawa oleh anak buah Nirmala, menjambak rambut frustrasi merasa kesal kepada istri.

Tega, kejam, juga tidak punya perasaan.

Argh!

Mengayunkan kepal ke udara, benar-benar kesal luar biasa dengan apa yang sudah dilakukan oleh istri tua. Mentang-mentang banyak uang, mau sok berkuasa dia.

***

POV NIRMALA

“Kamu tidak apa-apa, La?” tanya Kak Irsyad seraya menatap wajahku sekilas.

Aku mengulas senyum kepadanya, menyembunyikan luka yang tengah meraja di dada.

Sakit, itu sudah pasti. Hati wanita mana yang tidak terluka jika melihat suami yang dicintainya tengah bersanding dengan perempuan lain, padahal statusnya masih sah menjadi suamiku.

Tapi biarlah. Aku tidak mau memperebutkan laki-laki pengkhianat seperti dia. Tubuhku memang cacat, tetapi tidak mau hanya gara-gara ketidakberdayaanku membuat orang-orang yang kucintai memperlakukan seenaknya sendiri. Kalau Mas Arya lebih memilih perempuan itu ya, silakan. Aku tidak akan melarang apalagi sampai bertindak bar-bar di depan orang banyak. Bukan sifatku seperti itu.

Aku akan bermain secara halus, menghancurkan dia secara perlahan tanpa mengotori tangan. Membunuh tanpa menyentuh.

“Kamu yang sabar ya, La. Kakak akan membantu kamu sebisa mungkin. Kamu tidak sendirian!” ucapnya lagi seraya menyunggingkan bibir.

“Terima kasih!”

“Apa kamu sudah mengurus perceraian kamu dengan Arya?”

“Secepatnya akan aku urus, Kak. Aku akan meminta pengacara keluarga mengurus semuanya. Untuk saat ini aku akan bersembunyi dari Mas Arya, karena aku yakin pasti dia sedang mencariku.”

“Bagaimana dengan rencana kamu setelah berpisah dengan suami benalu kamu itu, La?”

“Belum ada rencana, Kak. Mau menenangkan diri dan mengobati luka ini sendiri!”

“Apa masih ada kesempatan ke dua untuk aku, La. Aku mau kita kembali seperti dulu.”

“Tidak terpikirkan sampai ke situ, Kak. Aku takut kembali dikecewakan.”

“Aku akan setia.”

“Tapi dulu Kakak meninggalkan aku setelah tau aku cacat. Terus, apa bedanya Kakak sama Mas Arya.”

“La, aku ....”

“Sudahlah, Kak. Aku sedang tidak mau membahas masa lalu. Aku ingin hidup sendiri, karena sendiri ternyata lebih menyenangkan!”

Kak Irsyad terlihat mencengkeram kemudi kuat, hingga buku-buku tangannya memutih.

Masih teringat jelas dulu ketika Mbak Delima memberitahu kalau aku mengalami kecelakaan dan tidak lagi bisa berjalan, Kak Irsyad langsung pergi begitu saja, dan dia memutuskan pertunangan kami secara sepihak dengan alasan masih ingin melanjutkan karirnya.

Aku tahu, pasti dia malu memiliki pendamping hidup seperti aku ini. Mana ada seorang pengusaha muda yang mau jalan sama perempuan berkursi roda seperti diriku. Sekarang, tiba-tiba dia meminta kesempatan ke dua, mencoba menawarkan air ketika bunga cintaku kembali layu. Apa dia juga berniat menghancurkan perasaanku seperti Mas Arya?

“La, sekali lagi aku minta maaf. Jujur aku dulu merasa malu dan tidak siap. Tetapi setelah kamu pergi, ternyata rasa cintaku masih tersemat begitu dalam di dasar hati. Seumur hidup aku selalu saja dihantui rasa bersalah karena sudah menyakiti perasaan kamu. Aku masih mencintai kamu, La.

Sungguh. Perasaan cinta aku sama kamu itu tidak pernah mati. Makanya hingga saat ini aku masih sendiri, karena belum ada satu orang pun yang bisa menggantikan posisi kamu di hati.” Serentetan kalimat yang keluar dari mulut Kak Irsyad benar-benar menambah sesak hati ini. Dia yang dulu begitu aku cinta, tega membuang aku begitu saja, dan sekarang meminta kembali berlagak jadi pahlawan yang akan mengobati luka di hati.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
He Paridah
bagus sekali
goodnovel comment avatar
Putri Leo
Gk usah mau kmbali PD Irsyad Nirmala
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status